MEWUJUDKAN LITERASI PEMILIH MELALUI TEKNOLOGI INFORMASI PENCALONAN (Studi kasus implementasi kebijakan Silon dalam pencalonan Pilkada 2020)

FERDANA FEMILIONA, Dr. rer.pol. Mada Sukmajati, S.I.P, M.P.P.

2021 | Tesis | MAGISTER POLITIK DAN PEMERINTAHAN

Studi ini membahas tentang Silon sebagai salah satu teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dari KPU yang digunakan dalam tahapan pencalonan pemilu atau pilkada. Silon yang selama ini memberikan informasi tentang pencalonan, ternyata belum mampu mewujudkan literasi pemilih. Permasalahan yang timbul seperti kandidat yang tidak serius mengisi data pencalonan disilon, status silon hanya alat bantu pendaftaran kandidat, tidak adanya sosialisasi tentang Silon kepada pemilih dan kenaikan partisipasi yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Silon semakin memperlihatkan bahwa ada yang salah dengan kebijakan implementasi Silon dalam memfasiltiasi literasi pemilih. Studi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan Studi kasus. Kebijakan Silon diteliti dari tingkat undang-undang pemilu sampai implementasinya mulai dari komisi II DPR RI, NGO kepemiluan sampai komisioner KPU RI. Sedangkan fokus penelitian literasi pemilih dilakukan dalam pilkada 2020 di Sukoharjo, Jawa tengah. Sukoharjo dipilih karena salah satu kabupaten dengan partisipasi tertinggi no.4 di jawa tengah dan lokasi terdekat mengingat penelitian ini dilakukan pada masa pandemi covid-19. Pengumpulan data dikumpulkan dengan wawancara, observasi dan studi literature, baik secara tatap muka ataupun secara online karena adanya pandemi covid-19. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan Silon merupakan masalah kebijakan berjenjang yang dipengaruhi relasi kuasa dari tiap-tiap aktor yang terlibat. Ketika kebijakan yang diatasnya tidak tercapai dengan baik, maka akan berpengaruh pada kebijakan dibawahnya. Dimulai dengan tidak diaturnya TIK pencalonan dalam undang-undang pemilu atau pilkada karena dirasa tidak penting oleh komsi II DPR RI. Hal ini membuat komisioner KPU melakukan kompromi kepada komisi II dan pemerintah dengan hasil Silon ditetapkan sebagai alat bantu pencalonan, dengan tetap memperhatikan asas pemilu, berkonsultasi dengan komisi II ditiap perubahan kebijakan serta tidak bisa menyangkut norma boleh dan tidak boleh. Kebijakan ini membuat Silon tidak bisa dipaksakan penggunaanya kepada kandidat dan kebijakan lanjut untuk memfasilitasi literasi pemilih seperti sosialisasi informasi Silon, peningkatan SDM pemilih atau kandidat dan waktu penerapan sistem yang tidak terputus juga tidak bisa dilaksanakan. Kebutuhan yang diinginkan representasi pemilih di Sukoharjo seperti visi misi dan program anggaran dalam wujud politik programatik kandidat, open data pemilu yang memungkinkan pemilih menganalisis data pencalonan , sistem terintegrasi yang memberikan data yang sudah dianalisis dan peningkatan infrastruktur Silon juga tidak dilaksanakan. Maka sangat penting supaya teknologi informasi Silon harus diatur dalam undang-undang terlebih dahulu, supaya kebijakan yang dihasilkan bisa sampai pada fasilitasi literasi pemilih dan tidak terlalu sering berubah-ubah karena hasil kompromi antar aktor.

This study discusses Silon as one of the information and communication technologies (ICT) from the KPU which is used in the nomination stage for the election or pilkada. Silon, who has been providing information about the nomination, has not been able to realize voter literacy. Problems that arise such as candidates who are not serious about filling out their candidacy data for disilon, the status of the silon is only a candidate registration tool, the absence of socialization about Silon to voters and the increase in participation that has nothing to do with Silon increasingly shows that there is something wrong with the policy of implementing Silon in facilitate voter literacy. This study uses a qualitative research method with a case study approach. Silon's policy was examined from the level of the election law to its implementation, starting from commission II of the DPR RI, electoral NGOs to the commissioners of the RI KPU. While the focus of voter literacy research is carried out in the 2020 regional elections in Sukoharjo, Central Java. Sukoharjo was chosen because it is one of the districts with the highest participation number 4 in Central Java and the closest location considering this research was conducted during the COVID-19 pandemic. Data collection was collected through interviews, observations and literature studies, either face-to-face or online due to the COVID-19 pandemic. The results of the study show that the Silon policy is a tiered policy problem that is influenced by the power relations of each actor involved. When the policy above is not achieved properly, it will affect the policy below it. Starting with the absence of regulated nominations in the election law or regional head elections because it was deemed unimportant by Commission II of the DPR RI. This made the KPU commissioners compromise with Commission II and the government with the results of Silon being designated as a nomination tool, while still paying attention to election principles, consulting with Commission II in every policy change and not being able to relate to the norms of dos and don'ts. This policy makes it impossible for Silon to be used on candidates and further policies to facilitate voter literacy such as information dissemination on Silon, increase in human resources for voters or candidates and uninterrupted time for implementing the system can also not be implemented. The desired needs for voter representation in Sukoharjo such as vision and mission and budget programs in the form of candidate programmatic politics, open election data that allows voters to analyze candidacy data, an integrated system that provides analyzed data and improvements to Silon infrastructure are also not implemented. So it is very important that Silon's information technology must be regulated in law first, so that the resulting policies can reach voter literacy facilitation and do not change too often due to compromise between actors.

Kata Kunci : Literasi pemilih , teknologi informasi , Silon , pencalonan