Wacana Tandingan Nikah Muda di Media Alternatif: Analisis Wacana Kritis Resistansi Isu Menikah Muda dalam Webmagazine Magdalene.co
ALIFTYA AMARILISYA, Novi Kurnia, M.Si., M.A., Ph.D.
2021 | Tesis | MAGISTER ILMU KOMUNIKASIArus pasang masyarakat yang makin religius kembali menguat sejak tahun 2014 lalu. Oleh sejumlah kalangan, fenomena ini lantas dimanfaatkan untuk mengkampanyekan beragam kepentingan dengan bungkus keagamaan. Persoalan mengenai nikah muda adalah salah satunya. Dengan memaksakan logika demi menghindari zina, sejumlah pihak pun mengkampanyekan gerakan nikah muda secara masif. Hal tersebut tentunya sangat disayangkan karena praktik menikah muda di sini seolah justru mereduksi makna perkawinan sebagai lembaga legalisasi seks dan menjadikan praktik tersebut sebagai solusi atas beragam persoalan, terutama menyangkut agama, sekaligus melanggengkan kultur pernikahan anak yang mana masih tinggi di Indonesia. Sementara itu, industri media di Indonesia sendiri tanpa sadar telah memberikan angin segar terhadap praktik menikah muda ini. Sejumlah media daring arus utama tak jarang mengglorifikasi pemberitaan nikah muda yang dilakukan oleh selebriti. Sebaliknya, tak banyak dari mereka yang secara tegas mengkritisi atau vokal dalam memberikan wacana tandingan. Di sisi lain, perlawanan justru lebih banyak dilakukan oleh media alternatif, seperti Webmagazine Magdalene.co. Berangkat dari persoalan tersebut, dengan menggunakan pendekatan kualitatif, riset ini mencoba memberi gambaran atas wacana resistansi nikah muda yang dibangun oleh perempuan dalam Magdalene.co melalui perspektif Norman Fairclough. Hasil riset menunjukkan bahwa Magdalene.co mewacanakan nikah muda sebagai diskursus yang merugikan, terutama bagi perempuan, baik secara psikis maupun fisik. Lebih jauh, praktik tersebut juga dipandang sebagai sesuatu yang bertentangan dengan kesetaraan gender. Namun demikian, wacana dan praktik pernikahan muda ini masih saja langgeng hingga saat ini. Ditinjau dari aspek sosiokultural, hal tersebut disebabkan adanya konstruksi dan dilegitimasi dari pengetahuan agama serta kultur patriarki yang mana menanamkan bahwa pernikahan adalah sebuah ibadah, tubuh perempuan adalah sumber dosa, serta kodrat perempuan adalah menikah dan memiliki anak.
The religious practice among society in Indonesia has experienced an increase since 2014. The phenomenon leads conservative groups to campaign religious interests then, such as early marriage. In this context, they think that early marriage is the right way to protects young people from the sin of adultery. This phenomenon is very ironic because it seems to reduce the essence of marriage as only sex legality, being a solution for plenty of problems, especially on the religious aspect, and perpetuating the culture of child marriage cases in Indonesia. Meanwhile, media industry in Indonesia often glorify public figures who are married at a young age. Not many media concern to critique and give counter discourse of this issue. On the other side, does not mean that there are no media trying to criticize. Besides the mainstream media industry, alternative media such as the web magazine Magdalene.co commits to counter the issue of early marriage practice. According to this case, with a qualitative approach, this research examines discourse analysis on resistance to early marriage organized by women in Magdalene.co through Norman Fairclough perspective. The result revealed that Magdalene.co agree that early marriage has a negative side, particularly for women, both physic and psychic. In addition, it also contrary to gender equality. However, the phenomenon of early marriage remains stable to this day. In terms of socio-cultural aspects, it is caused by knowledge construction, religious legitimation, and the patriarchal system. Those factors impose marriage as a sacred event and part of religious worship, women bodies as a source of sin, and women nature to marriage and having a child.
Kata Kunci : Analisis wacana kritis, resistansi, nikah muda, Magdalene.co