Analisis Potensi Likuefaksi berdasarkan data N-SPT di Kota Palu Sulawesi Tengah
SUCI AMALIA NAMIRA, Prof. Ir. T. Faisal Fathani, S.T., M.T., Ph.D., IPU., ASEAN.Eng. ; Ir. Agus Darmawan Adi, M.Sc., Ph.D
2021 | Tesis | MAGISTER TEKNIK SIPILGempa bumi yang terjadi di Kota Palu pada tanggal 28 September 2018, merupakan gempa yang disebabkan pergeseran sesar Palu Koro. Gempa bumi dengan magnitudo 7,5 memicu beberapa bencana yang terjadi yaitu tsunami di sepanjang pantai kota Palu serta terjadinya likuefaksi di beberapa daerah antara lain di kelurahan Balaroa, Petobo, Jono Oge, dan Sibalaya. Likuefaksi merupakan fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah yang umumnya terjadi pada tanah pasir lepas yang memiliki muka air tanah tinggi dan didukung oleh adanya getaran dari gempa bumi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi likuefaksi yang dapat terjadi di daerah Balaroa serta mengetahui tingkat kerusakan yang dapat diakibatkan oleh likuefaksi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 2 titik data pemboran sedalam 20 meter dengan dua kondisi yang berbeda yaitu area yang terdampak likuefaksi dan tidak terdampak likuefaksi. Analisis potensi likuefaksi dilakukan dengan menggunakan 2 model yaitu perhitungan manual metode Simpliefied Procedure, metode Valera dan Donovan 1977, serta analisis menggunakan software Settle3 dengan menggunakan data N-SPT dan PGA 0,33 g. Setiap analisis yang dilakukan menghasilkan nilai SF berdasarkan titik tinjauan kemudian dilakukan perhitungan Liquefaction Potential Index (LPI) dan Liquefaction Severity Index (LSI). Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh hasil interpretasi lapisan tanah pada area yang terdampak likuefaksi merupakan jenis tanah dengan dominasi lapisan pasir lepas dengan tebal lebih dari 20 meter, sedangkan area yang tidak terdampak likuefaksi merupakan jenis tanah pasir padat. Hasil analisis potensi likuefaksi pada setiap titik tinjauan menggunakan metode Simplified Procedure diperoleh pada titik BH 01 memiliki potensi likuefaksi secara keseluruhan pada kedalaman 20 meter dengan nilai SF < 1, sedangkan pada titik BH 02 hasil yang diperoleh bahwa potensi likuefaksi hanya terjadi pada kedalaman 4 - 6 meter. Analisis menggunakan Valera dan Donovan 1977 umumnya menggambarkan potensi likuefaksi terjadi pada kedalaman 2 - 20 meter akan tetapi ada beberapa titik yang menunjukkan tidak memiliki potensi likuefaksi. Analisis LPI menunjukkan hasil bahwa area titik BH 01 memiliki potensi likuefaksi yang sangat tinggi, namun LSI menunjukkan bahwa titik tinjauan pada area tersebut memiliki derajat kerusakan kategori rendah. Analisis LPI pada titik BH 02 menunjukkan hasil bahwa area tersebut memiliki potensi likuefaksi kategori tinggi, dan LSI menunjukkan derajat kerusakan yang ditimbulkan sangat rendah, hal ini diakibatkan oleh adanya lapisan tanah keras pada permukaan tanah sehingga kerusakan yang diakibatkan likuefaksi tidak mempengaruhi struktur di atas tanah. Upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan membuat ruang terbuka hijau dengan melakukan perbaikan tanah terlebih dahulu yaitu melakukan pemadatan dan pembuatan drainase yang bertujuan untuk meningkatkan sifat teknis tanah serta mengontrol air pori.
The earthquake that occurred in Palu City on September 28th, 2018, was an earthquake caused by a shift in the Palu Koro fault. The 7.5 magnitude earthquake triggered other natural disasters such as a tsunami along the coast of Palu and liquefaction in various areas, including that of Balaroa, Petobo, Jono Oge, and Sibalaya. Liquefaction is a phenomenon that occur when the soil loses its strength in response to strong ground shaking which typically occurs in loose sand with a high groundwater level. This study aims to analyze the potential of liquefaction that can occur in Balaroa and to determine the level of damage that can be caused by liquefaction. This research was using 2 drilling data points within 20 meters deep with two different conditions, first the area that affected by liquefaction and then the area not affected by liquefaction. Analysis of the potential liquefaction was carried out using 2 models, namely the manual calculation of the Simplified Procedure, the Valera and Donovan 1977 method, and utilized the Settle3 software using N-SPT and PGA data for the city of Palu at 0.33 g. All the analysis resulted in an SF value and then proceeded with the calculation of Liquefaction Potential Index (LPI) and Liquefaction Severity Index (LSI). Based on the analysis conducted, the result interpretation in the area that affected by liquefaction indicated the soil layer was a type which dominated of loose sand with a thickness of more than 20 meters, while the area not affected by liquefaction was a type of dense sand. The results of the analysis of the potential for liquefaction using the Simplified Procedure obtained at point BH 01 which had the overall liquefaction potential at a depth of 20 meters with an SF value <1, while at point BH 02 the results obtained were that the potential for liquefaction only occurred at depth of 4 - 6 meters. The Valera and Donovan 1977 method generally described the potential for liquefaction occurring at a depth of 2 - 20 meters. However, there were some observation spots that showed no liquefaction potential. LPI shows that the area of BH 01 has a very high liquefaction potential, and LSI shows a low of damage. LPI analysis at point BH 02 shows that the area has a high liquefaction potential, but LSI shows a very low of damage, this is due to the presence a hard soil on the surface so the damage does not affect the structure above. Mitigation efforts that can be taken into action is to establish green open spaces by starting with improving the soils through deep compaction and drainage construction which aims to intensify the soil properties as well as to manage excess pore water.
Kata Kunci : gempa bumi, likufaksi, Settle3, Liquefaction Potential Index, Liquefaction Severity Index, Settle3