Analisis Keekonomian dan Potensi Pelet Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Bakar Untuk Mengurangi Biaya Subsidi LPG 3 Kg Pemerintah dan Perannya dalam Sustainable Development Goals

LEONARDUS ARDA D, Ir. Ahmad Tawfiequrrahman Y., S.T., M.T., D.Eng., IPM.; Dr. Eko Agus Suyono, S.Si., M.App.Sc.

2021 | Tesis | MAGISTER TEKNIK SISTEM

Subsidi pemerintah terkait Lpg 3 kg tiap tahunnya cukup besar, dalam 3 tahun terakhir apabila dirata-rata mencapai 50 triliun rupiah per tahunnya. Padahal jumlah penggunanya terus meningkat namun sayangnya justru masih banyak kelangkaan Lpg 3 Kg di daerah luar Jawa bahkan di beberapa daerah di Jawa pun masih ada kelangkaan. Menteri esdm sudah mengeluarkan Keputusan Menteri No 128 K / 70 / mem / 2020 tentang Gugus Tugas Ketahanan Energi dan Pemanfaatan Energi dimana pada pernyataan Kedua point d menetapkan Kelompok Kerja Bidang Pengurangan Impor Lpg. Tujuan studi ini adalah untuk menghitung nilai keekonomian bisnis pellet tandan kosong kelapa sawit sebagai rekomendasi kepada pemerintah maupun pihak swasta. Metode yang digunakan adalah perhitungan Npv, Mirr, Pbp dan Roi. Selain itu juga digunakan model bisnis dan distribusi yang tepat agar produk dapat terkirim sampai ke pembeli akhir dan ketersediaanya pun terjamin. Atas dasar tersebut maka diperlukan sebuah terobosan berupa pengolahan limbah tandan kosong kelapa sawit menjadi bahan bakar padat (pellet) skala industri yang dapat menggantikan Lpg 3 kg terutama bagi masyarakat tidak mampu. Dari hasil analisis ditentukan model bisnis Joint Venture (jv) sebagai rekomendasi pendirian pabriknya. Dan hasil perhitungan keekonomian menunjukkan bahwa kebutuhan investasi 1 pabrik kapasitas 2.000 ton per bulan sebesar 41,7 miliar rupiah dengan skema 100% investasi. Total biaya operasional dalam 1 tahun sebesar 21,4 miliar rupiah maka dapat ditentukan besar cogs senilai 893 rupiah per kilogram. Pembangunan pabrik pellet ini dinyatakan layak dan pantas direkomendasikan dengan harga jual Rp 1.500,- per kilogram karena memiliki jangka waktu pengembalian modal selama 5,93 tahun, npv sebesar 48,8 miliar rupiah, mirr sebesar 23,78% dan roi sebesar 19,89%.

Government subsidies related to 3 kg lpg per year are quite large, in the last 3 years if averaged up to Idr 50 trillion per year. Even though the number of users continues to increase, unfortunately there are still many shortages of 3 Kg Lpg in areas outside Java, even in some areas in Java there is still a scarcity. The Minister of Energy and Mineral Resources has issued Ministerial Decree No. 128 K / 70 / mem / 2020 concerning the Task Force on Energy Security and Energy Utilization, which in the second statement point d stipulates the Lpg Import Reduction Working Group. The purpose of this study is to calculate the economic value of the empty fruit bunch (efb) pellet business as a recommendation to the government and the private sector. The method used is the calculation of npv, mirr, pbp and roi. In addition, proper business and distribution models are used so that products can be delivered to the end user (customer) and guaranteed availability. Therefore, a breakthrough is needed in the form of processing empty fruit bunches (efb) into industrial scale solid fuel (pellets) that can replace 3 kg Lpg, especially for poor people. And the results of economic calculations show that the investment requirement for 1 factory with a capacity of 2,000 tons per month is Idr 41.7 billion with a 100% investment scheme. The total operational cost in 1 year is Idr 21.4 billion, so it can be determined that the cogs is IDR 893 per kilogram. The construction of this pellet factory was declared feasible and worthy of recommendation with a selling price of Idr 1,500 per kilogram because it has a payback period of 5.93 years, a npv of 48.8 billion rupiah, a mirr of 23.78% and a roi of 19.89 %.

Kata Kunci : tandan kosong kelapa sawit, pellet biomassa, analisis ekonomi, LPG 3 Kg