IMPLIKASI SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 3 TAHUN 2015 TERHADAP PENANGANAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM PASAL 111 ATAU PASAL 112 UNDANG-UNDANG NARKOTIKA
WIDYA TRESNA, Dr. Supriyadi., S.H., M.Hum.
2021 | Tesis | MAGISTER ILMU HUKUM (KAMPUS JAKARTA)Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan yang dilakukan oleh Kejaksaan Republik Indonesia terkait penuntutan tindak pidana narkotika dalam Pasal 111 atau Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 setelah keluarnya SEMA Nomor 3 Tahun 2015, mengetahui dan menganalisis putusan yang dijatuhkan oleh hakim terhadap perkara tindak pidana narkotika dalam Pasal 111 atau Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang memenuhi ketentuan SEMA Nomor 3 Tahun 2015 . Penelitian ini adalah penelitian normatif-empiris, menggunakan data primer dan data sekunder bersamaan. Penelitian normatif untuk memperoleh data sekunder melakui penelitian kepustakaan, kemudian penelitian empiris guna mendapatkan data primer melalui wawancara dengan narasumber, responden, kemudian data dianalisis secara kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penulisan dan pembahasan disimpulkan sebagai berikut. Pertama, Kejaksaan RI tidak mengeluarkan kebijakan khusus terkait penuntutan Pasal 111 atau Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 setelah keluarnya SEMA Nomor 3 Tahun 2015. Adapun Surat Kejaksaan Agung Nomor B-163/E/EJP/01/2021, tanggal 18 Januari 2021 perihal Putusan Hakim dibawah Ancaman Minimal dan Delik Tertinggal lebih bersifat petunjuk untuk menjawab beberapa permasalahan yang diajukan Jaksa dari daerah terkait penanganan tindak pidana narkotika oleh Hakim yang diputus dibawah ancaman minimal khusus atas dasar SEMA 3 Tahun 2015. Namun demikian, surat dari Kejaksaan Agung RI, kurang efektif dan efisien dalam penyelesaian penanganan perkara Pasal 111, Pasal 112 Undang-Undang Narkotika terhadap terdakwa yang memiliki narkotika dalam jumlah kecil dan untuk dipakai. Kedua, Dasar-dasar pertimbangan Hakim dalam putusan terhadap perkara tindak pidana narkotika dalam Pasal 111, Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, yang memenuhi kualifikasi SEMA Nomor 03 Tahun 2015 mengacu pada SEMA Nomor 04 Tahun 2010. Namun, problematikanya dalam penggunaan SEMA Nomor 03 Tahun 2015, ada beberapa Hakim hanya mengacu pada jumlah barang bukti dan keterangan terdakwa untuk dipakai tanpa mempedomani SEMA Nomor 4 Tahun 2010 yang mengatur kualifikasi penyalahguna narkotika sehingga putusan-putusan Hakim yang tidak seragam tersebut akan menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum. Asas kebebasan dan kemandirian Hakim, menjadi alasan Hakim untuk menjatuhkan pidana dalam putusan sehingga SEMA Nomor 03 Tahun 2015 dianggap hanya sebagai pedoman atau arahan saja bagi Hakim.
This study aims to explore and analyze General Attorney's policy in prosecute on narcotics crime cases under article 111 or article 112 of Law Number 35 year 2009 after the enacted of Supreme Court Circular Letter Number 03 Year 2015, to explore and analyze verdicts on narcotics crime cases under article 111 or article 112 of Law Number 35 year 2009 conform to Supreme Court Circular Letter Number 32 Year 2015. This study uses empirical research method which primary and secondary data simultaneously analysed. The normative method used to obtain secondary data was using a literature review combined with empirical research to obtain primary data by interviewing intellectual and practitioners. The data then qualitatively analyzed using descriptive and prescriptive analytical methods. From this research and analysis, the conclusions are: First; General Attorney does not take specific policy in prosecute on narcotics crime cases under article 111 or article 112 of Law Number 35 year 2009 after the enacted of Supreme Court Circular Letter Number 03 Year 2015. As for the General Attorney Letter Number B-163/E/EJP/01/2021, dated 18 January 2021 regarding Judge's Decision Under Minimal Threat, is more as guidance to answer the problems faced by Attorneys regarding judge's decision under minimal threat of narcotic crime based on Court Circular Letter Number 03 Year 2015. Though, the implementation of the General Attorney Letter is less effective and efficient in the settlement of the crime case under the article 111 and article 112 for a defendant who has a relatively small amount of narcotics and for his/her own use. Second, Judge's considerations in adjudicate narcotic crimes toward article 111 and 112 of law number 35 year 2009 that fit the qualification of Supreme Court Circular Letter Number 03 Year 2015 must refers to Supreme Court Circular Letter Number 04 Year 2010. But, the problem in the implementation of Court Circular Letter Number 03 Year 2015 is that some Judges only refer to the amount of evidence (drugs) and the defendant's statements that the drug is for self consumption without considering the qualification of the drug abuse as describe on Court Circular Letter Number 04 Year 2010, so that there are differences in Judge adjudication and creates confusion and legal uncertainty. The principle of freedom and independence of judges, are the reasons for Judges to adjudicate so the Court Circular Letter Number 03 Year 2015 is considered only as a guidelines for judges.
Kata Kunci : Tindak pidana narkotika, SEMA Nomor 3 Tahun 2015, Pasal 111 dan 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 /Narcotic crime case, Supreme Court Circular Letter Number 03 Year 2015, Article 111 and 112 Law Number 35 Year 2009