Laporkan Masalah

Adopsi Nilai Inklusivitas dalam Proses Pembelajaran Penyandang Autism Spectrum Disorder di SLB Negeri 1 Bantul

MAULIDA AFIFATU T, Fina Itriyati, M.A., Ph.D.

2021 | Skripsi | S1 SOSIOLOGI

Penelitian ini menganalisis upaya adopsi nilai inklusivitas bagi penyandang autism spectrum disorder di SLB Negeri 1 Bantul. Sekolah tersebut memiliki konsep dasar pendidikan segregasi yang terbentuk dari adanya pengaruh model medis seperti rehabilitasi dan terapi. Adanya pengaruh model medis tersebut menjadikan SLB Negeri 1 Bantul terpaku pada pendisiplinan diri sehingga pemangku kepentingan kemudian mengupayakan untuk menerapkan nilai inklusivitas pada proses pembelajaran penyandang autis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan interpretif. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi serta wawancara mendalam pada guru SLB Negeri 1 Bantul dan orang tua yang memiliki anak penyandang autis. Temuan penelitian menunjukkan bahwa model pendidikan SLB Negeri 1 Bantul mengadopsi ideologi konsep double segregasi dan sekaligus berupaya menjalankan nilai inklusi bagi penyandang autis. Penerapan nilai inklusi tersebut dilakukan dengan cara melatih kemampuan sosialisasi penyandang autis yang kegiatannya terdiri dari outing class dan ekstrakurikuler. Dalam proses pembelajaran tersebut tentu saja tidak lepas dari adanya intervensi pemerintah, pihak sekolah dan keluarga. Intervensi tersebut berkaitan dengan kurikulum yang diterapkan untuk penyandang autis. Pendisiplinan diri dan upaya inklusivitas penyandang autis tidak hanya terjadi di lembaga pendidikan saja tetapi juga pada lembaga keluarga. Orang tua yang memiliki anak penyandang autis telah mengupayakan pembelajaran dan kehidupan yang inklusif dalam kegiatan sehari-hari mereka. Hal ini bertujuan untuk membantu penyamaran (disidentification) penyandang autisme di masyarakat. Dengan demikian nilai inklusivitas pada nyatanya belum secara maksimal diakomodasi oleh SLB dan keluarga karena mereka lebih membebani anak supaya bisa berperilaku mendekati standar ideal anak sebaya. Mengusahakan inklusi dan integrasi yang sesungguhnya dengan masyarakat tentu saja membutuhkan proses yang panjang dan menuntut keterlibatan dan komitmen dari para pemangku kepentingan. Sebagai rekomendasi, SLB dapat berkolaborasi dengan sekolah yang berbasis inklusi untuk lebih memaksimalkan penerapan nilai inklusi baik bagi penyandang autis ataupun penyandang disabilitas lainnya. Pemerintah juga bisa terus mendorong penerapan nilai-nilai inklusivitas dalam pembelajaran di sekolah berbasis segregasi.

This study analyzes the adoption of inclusiveness values for people with autism spectrum disorders in SLB Negeri 1 Bantul. The school has a basic concept of segregation education which is formed from the influence of medical models such as rehabilitation and therapy. The influence of the medical model makes SLB Negeri 1 Bantul fixated on self-discipline so that stakeholders then seek to apply the value of inclusivity to the learning process for people with autism. This study uses qualitative research methods with an interpretive approach. Data were collected by means of observation and in-depth interviews with SLB Negeri 1 Bantul teachers and parents who have children with autism. The research findings show that the education model of SLB Negeri 1 Bantul adopts the ideology of the double segregation concept and at the same time seeks to implement the value of inclusion for people with autism. The application of the inclusion value is carried out by training the socialization skills of people with autism whose activities consist of outing classes and extracurricular activities. In the learning process, of course, it cannot be separated from the intervention of the government, the school and the family. The intervention is related to the curriculum applied to people with autism. Self-discipline and inclusiveness efforts for people with autism do not only occur in educational institutions but also in family institutions. Parents of children with autism have sought self-discipline and an inclusive life in their daily activities. It aims to help disguise (disidentification) people with autism in the community. Thus, the value of inclusivity in fact has not been maximally accommodated by SLB and families because they burden children more so that they can behave closer to the ideal standards of their peers. Strive for true inclusion and integration with the community, of course, requires a long process and requires involvement and commitment from stakeholders. As a recommendation, special schools can collaborate with inclusive-based schools to further maximize the application of inclusion values for people with autism and other people with disabilities. The government can also continue to encourage the application of inclusiveness values in segregation-based learning in schools.

Kata Kunci : Penyandang autis, SLB Negeri 1 Bantul, Inklusivitas

  1. S1-2021-409931-abstract.pdf  
  2. S1-2021-409931-bibliography.pdf  
  3. S1-2021-409931-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2021-409931-title.pdf