Larung Karya Ayu Utami :: Pemaknaan semiotika Riffaterre
HARTONO, Prof.Dr. Rachmat Djoko Pradopo
2002 | Tesis | S2 SastraPenelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan makna yang disampaikan penagrang melalui tanda-tanda dalam novel Larung dengan menggunakan teori semiotika Riffaterre. Penelititan ini menggunakan metode semiotika Riffaterre, yang memandang karya sastra sebagai gejala semiotik. Dalam metode semiotika Riffaterre, terdapat empat hal yang harus diperhatikan dalam pemaknaan karya sastr, yaitu: puisi/karya sastra mengekspresikan sesuatu secara tidak langsung; pembacaan heruistik dan hermeneutic; pencarian matriks, model, varian; dan adanya hipogram dalam karya sastra. Data dalam penelitian ini diambil dari teks novel Larung karya Ayu Utami. Dari hasil pembacaan heuristik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa novel Larung terdiri atas tiga bagian cerita, yaitu cerita tentang Larung dan usaha yang dilakukan untuk membunuh neneknya yang sudah tua, cerita tentang percintaan yang dilakukan oleh Laila dengan Sihar dan Yasmin dengan Saman, dan cerita tentang peristiwa 27 Juli 1996 beserta akibatnya bagi sivitas Solidarlit. Setelah dilakukan pembacaan hermeneutic dengan mempertimbangkan hipogram potensial, diperoleh berbagai pokok pikiran yang ada dalam novel Larung dan penafsirannya. Pokok-pokok pikiran tersebut diantaranya adalah: usaha Larung untuk membunuh neneknya, usaha Larung untuk mencari orang yang mengetahui ilmu kekebalan yan dimiliki neneknya, keganasan sewaktu terjadi pemberontakan PKI, HAM, percintaan dan penyelewengan yang dilakukan oleh Yasmin dan teman-temannya, adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan , peristiwa penyerbuan kantor DPP PDI, pelarian tiga aktivis Solidarlit yang dibantu Larung, perlunya berhati-hati dalam penggunaan alat komunikasi, dan juga perlakuan aparat terhadap para aktivis yang tertangkap. Matriks atau pusat makna novel Larung adalah perlawanan, perlawanan terhadap budaya yang telah mapan. Matriks tersebut kemudian diaktualisasikan menjadi model, yaitu “Larungâ€. Sebagai model, “larung†adalah kiasan berarti perlawanan terhadap yang mapan. Model tersebut diaktualisasikan dalam varian. Varian-varian dalam novel Larung adalah: kisah Larung yang berusaha membunuh neneknya sendiri karena kasihan melihat kondisi fisiknya yang sudah sangat lemah, usaha Larung untuk mencari orang yang dapat membantu proses kematian neneknya,cerita percintaan antara Laila dengan Sihar dan Yasmin dengan Saman, cerita Shakuntala yang memberontak adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan, cerita penyerbuan kantor DPP PDI, serta cerita pelarian tiga aktivis Solidarlit yan gdibantu Larung dan Saman, serta tertangkapnya Larung dan kawan-kawannya dalam pelariannya ke luar negeri. Hipogram novel Larung adalah masalah euthanasia atau pembunuhan orang lain dengan tujuan untuk menolongnya dan mutilasi. Karya sastra yang menjadi hipogram novel Larung adalah cerita Calon Arang. Masalah lain yang menjadi hipogram novel Larung adalah peristiwa penyerbuan kantor DPP PDI jalan Diponegoro 58 Jakarta pad atanggal 27 Juli 1996, yang lebih dikenal dengan “Peristiwa 27 Juliâ€. Hipogram yang lain dalam novel Saman juga dijadikan hipogram novel Larung.
Available in Fulltext
Kata Kunci : Novel Indonesia, Larung, Semiotika Riffaterre