Fashion Makerspace di Bandung dengan Pendekatan Arsitektur Hybrid
KINANTI NURMADITYA, Dr. Eng. Agus Hariyadi, S.T., M.Sc.
2021 | Skripsi | S1 ARSITEKTURSalah satu target dunia yang terangkum dalam Sustainable Development Goals (SDGs) adalah tercapainya produksi dan konsumsi yang berkelanjutan pada tahun 2030. Namun, produksi dan konsumsi pada bidang fashion tercatat memiliki dampak sosial dan lingkungan yang besar. Berita Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2018 menyatakan bahwa limbah tekstil menyumbang 10% persen dari emisi gas rumah kaca global dan menjadi salah satu pencemar air terbesar di dunia. Hal ini disebabkan oleh praktik industri fashion yang memproduksi pakaian dalam jumlah banyak dengan biaya serendah mungkin. Produk fashion yang dijual dengan harga relatif murah dan koleksi yang cepat berganti juga menumbuhkan sifat konsumtif dan mendorong konsumen untuk selalu mengikuti perubahan trend yang ada. Bandung dikenal sebagai kota fashion karena perkembangannya yang pesat pada industri fashion. Bandung berpotensi sebagai barometer tren fashion di Indonesia yang didukung oleh tersebarnya Factory Outlet (FO) di kota ini. Dengan demikian, Bandung memiliki potensi untuk mengarahkan fashion di Indonesia ke arah yang lebih baik, yaitu sustainable fashion yang sejalan dengan tujuan SDGs. Perencanaan dan perancangan Fashion Makerspace sebagai ruang publik kota merupakan jawaban dari permasalahan produksi dan konsumsi produk fashion yang berlebihan. Fashion Makerspace dapat menjadi wadah masyarakat untuk mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang, serta memproduksi pakaian yang ramah lingkungan. Pendekatan arsitektur hybrid dipilih untuk tipologi ini karena prinsip teori yang memungkinkan adanya keberagaman fungsi didalamnya sehingga bangunan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Pendekatan ini juga memungkinkan adanya konektivitas terhadap kota yang dapat memunculkan interaksi sosial. Diharapkan Fashion Makerspace dapat memicu kesadaran masyarakat dan dapat menjadi generator gaya hidup sustainable fashion.
One of the world's targets included in Sustainable Development Goals (SDGs) is to reach sustainable production and consumption in 2030. However, production and consumption in the fashion sector heavily impacted society and the environment. The United Nation (UN) stated that textile waste contributes 10% from greenhouse gas and is considered as one of the biggest water polluter in the world. This is caused by fashion industry practice which produces a large number of clothing in a minimum cost. Fashion products sold with cheap price and fast turnover will also lead to consumptive behaviour and encourage consumers to follow the changing trend. Bandung is known as a 'Fashion City' due to its rapid development in the fashion industry. Bandung has a potential to be a benchmark for Indonesia's fashion trend since it is supported by the extensive number of Factory Outlet (FO). Therefore, Bandung is likely to lead Indonesia's fashion to a better future which is sustainable fashion that is in line with SDGs goal. The planning and designing of Fashion Makerspace as a public space will help overcoming excessive production and consumption of fashion product problems. Fashion Makerspace will be a place for the public to reduce, reuse, recycle, and produce eco-friendly clothing. Hybrid architecture approach is chosen for this typology since this theory has a possibility of a function diversity so that the building will meet its purpose. This approach also has a possibility of an urban connectivity that can lead to social interactions. It is hoped that Fashion Makerspace will increase public awareness and to generate sustainable fashion lifestyles.
Kata Kunci : Fashion Makerspace, Sustainable Fashion, Arsitektur Hybrid