Estimasi Evapotranspirasi Aktual Secara Spasial Menggunakan Metode SEBS dan SEBAL Berbasis Data Penginderaan Jauh di Kota Semarang dan Sekitarnya
SITI ZAHROTUNISA, Drs. Projo Danoedoro, M.Sc., Ph.D.; Dr. Sc. Sanjiwana Arjasakusuma, M.GIS.
2021 | Tesis | MAGISTER PENGINDERAAN JAUHEvapotranspirasi aktual (ET) merupakan salah satu variabel penting dalam siklus hidrologi dan bermanfaat untuk berbagai analisis, seperti pemantauan kekeringan, dan pemantauan kerentanan kebakaran hutan. Pengukuran ET di lapangan memerlukan banyak waktu, biaya, dan berupa data titik yang tidak merepresentasikan wilayah yang luas. SEBS dan SEBAL menggunakan pendekatan keseimbangan energi yang memanfaatkan data penginderaan jauh untuk menghasilkan data ET yang bersifat spasial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi penggunaan data penginderaan jauh untuk memperoleh parameter estimasi ET (penutup lahan, albedo, NDVI, LAI, fraksi vegetasi, kekasaran permukaan, tinggi vegetasi), mengetahui akurasi metode SEBS dan SEBAL dibandingkan dengan data stasiun meteorologi dan klimatologi, dan mengetahui distribusi spasial ET di Kota Semarang dan sekitarnya. Metode SEBS dan SEBAL merupakan metode yang menggunakan pendekatan keseimbangan energi yang terdiri dari unsur radiasi netto (RN), fluks panas tanah (G), fluks panas terasa (H), dan fluks panas laten (LE). Variabel iklim yang diperoleh dari stasiun meteorologi dan klimatologi dan variabel fisik permukaan dari data Landsat 8, Aqua MODIS, dan SRTM digunakan membentuk unsur RN, G, H, LE. Analisis statistik yang digunakan adalah confusion matrix, Root Mean Squared Error (RMSE), korelasi pearson product moment, dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter yang diperoleh dari penggunaan data penginderaan jauh memiliki akurasi yang baik dan nilai RMSE yang rendah terhadap data lapangan atau data referensi, SEBAL memiliki nilai RMSE yang lebih kecil (<1,5 mm/hari) terhadap seluruh data referensi dan memiliki nilai pearson correlation yang lebih besar dan signifikan daripada SEBS (panci evaporasi sebesar 0,37*, penman sebesar 0,616**, dan AA sebesar 0,498**), namun ET objek air yang dalam tidak representatif karena persamaan untuk perolehan nilai fluks panas tanah (G) menghasilkan nilai G air terlampau tinggi sehingga nilai ET lebih rendah daripada objek lahan terbangun, SEBS dan SEBAL memiliki distribusi ET yang sama, yaitu nilai ET rendah di Kota Semarang bagian utara dan hilir DAS karena didominasi lahan terbangun yang memiliki nilai RN rendah, G tinggi, dan H tinggi dan nilai ET tinggi di Gn. Ungaran dan hulu DAS karena didominasi objek vegetasi yang memiliki RN tinggi, G rendah, dan H rendah.
Actual evapotranspiration (ET) is one of the important variables in the hydrological cycle and is useful for various analyzes, such as monitoring drought and monitoring forest fire vulnerability. Field measurement of ET requires a lot of time, money, limited to point data and therefore cannot provide ET estimated over large areas. SEBS and SEBAL are a spatial ET estimation method based on energy balance using remote sensing data. This study aimed to determine the accuracy of using remote sensing data to obtain ET estimation parameters (land cover, albedo, NDVI, LAI, vegetation fraction, surface roughness, vegetation height), to assess the accuracy of estimated ET based on SEBAL compared to meteorological and climatological station data, and identify the spatial distribution of ET in Semarang area. The SEBS and SEBAL approaches employ an energy balance approach that includes components such as netto radiation (RN), soil heat flux (G), sensible heat flux (H), and latent heat flux (LE). The energy balance elements, namely RN, G, H, and LE were created using climate variables from meteorological and climatological stations, as well as surface physical characteristics from Landsat 8, Aqua MODIS, and SRTM data. Statistical analysis used in this research are confusion matrix, Root Mean Squared Error (RMSE), pearson product moment correlation, and regression. The results showed that the parameters derived from remote sensing data are have good accuracy and low RMSE compared to field data or reference data. SEBAL has a smaller RMSE value (1,5 mm/day) on all reference data and a higher pearson correlation value and significance than SEBS (evaporation pan is 0,37 *, penman-monteith is 0,616 **, and Advection Aridity is 0,498 **), however, the ET of deep water is not representative because the equation to produce the value of soil heat flux (G) creates a high G value of water, resulting in a lower ET value than the built-up land object. SEBS and SEBAL have the same ET distribution, that is, the ET value is low in the northern side of Semarang City and downstream of the watershed because built-up area has low RN, high G, and high ET, while the ET value is high at Mt.Ungaran and upstream of the watersheds because it is dominated by vegetation objects that have high RN, G low, and low H.
Kata Kunci : evapotranspirasi aktual, SEBS, SEBAL, keseimbangan energi