ANALISIS EKONOMI INTENSIFIKASI USAHATANI AGROSILVOPASTURA DI KALURAHAN WILADEG KAPANEWON KARANGMOJO KABUPATEN GUNUNGKIDUL

MUHAMMAD ABDUL R S, Prof. Dr. Ir. Wahyu Andayani, S.U., M.S; Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M. Sc

2021 | Tesis | MAGISTER ILMU KEHUTANAN

Agrosilvopastura merupakan suatu sistem terintegrasi yang terdiri atas tanaman semusim, tegakan hutan, hijauan pakan dan peternakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, energi, pakan ternak, serta produk olahan lainnya yang memberikan kontibusi positif terhadap jasa ekosistem serta pemberdayaan masyarakat disekitarnya. Sistem agrosilvopastura banyak dijumpai di atas tanah hak milik petani hutan rakyat di Jawa. Meskipun secara ekosistem agrosilvopastura di Jawa mendapatkan banyak pengakuan dari berbagai lembaga ekolabel dan akademisi, sistem agrosilvopastura di Kalurahan Wiladeg belum mampu mensejahterakan pemiliknya. Hal ini disebabkan oleh dua kendala utama yaitu sistem irigasi yang tidak tersedia serta komoditas pertanian dengan nilai finansial rendah. Selain menghadapi permasalahan irigasi dan komoditas pertanian dengan harga yang rendah, kelangsungan sistem agrosilvopasura di Kalurahan Wiladeg mendaptkan tekanan dari Investor perumahan yang memanfaatkan kondisi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Kondisi ini didukung oleh Pemda Gunungkidul melalui rekomendasi pembebasan lahan untuk perumahan. Dalam rekomendasi tersebut, investor perumahan diberikan arahan untuk melakukan pembebasan lahan di kawasan non-konservasi karst yang kurang produktif. Jika definisi kurang produktif adalah lahan milik yang tidak dapat digunakan untuk pertanian sepanjang tahun, maka seluruh kawasan agrosilvopastura di Kalurahan Wiladeg termasuk dalam rekomendasi pembebasan lahan tersebut. Hingga saat ini, 1,6 hektar lahan agrosilvopastura di Kalurahan Wiladeg telah jatuh ke tangan investor perumahan dan akan terus bertambah jika tidak ada aksi perlawanan. Oleh sebab itu, penelitian aksi partisipatif (PAR) dapat diterapkan sebagai upaya peningkatkan produktivitas agrosilvopastura dan juga sebagai bentuk perlawanan petani hutan rakyat terhadap keberlangsungan agrosilvopastura di Kalurahan Wiladeg. Melaui PAR, uji coba agrosilvopasutura on farm dan off farm terus dilakukan secara demokratis bersama masyarakat untuk mendapatkan skema yang mantab secara finansial dan aman terhadap ekosistem. Hasil dari analisis usahatani (AUT), pada ujicoba on farm menunjukkan kenaikan pendapatan rata-rata tahunan (AEV) sebesar 488% pada kelas lahan 2 (>4000m2) dan 688% pada kelas lahan 1(kurang dari sama dengan 4000 m2) melalui pertanian bawang merah organik dengan menerapkan sustainable intensification (SI) dan low external input sustainable agriculture (LEISA). Sementara pada sektor off farm, penerapan pengelolaan usahatani tradisonal yang tepat akan menurunkan kerugian sebesar RP 14.679.000/tahun pada usaha breeding sapi dan Rp 946.000/tahun pada fattening sapi.

Agrosilvopastoral is an integrated system consist of seasonal crops, forest stands, forage fodder and animal husbandry to provide the needs of food, energy, cattle feed, and other processed products that positively contributing to the ecosystem services and empowering the community. The agrosilvopastoral system is easily found on land owned by community forest farmers in Java. Although in terms it has received a lot of recognition from various ecolabeling institutions and academics in ecological aspects, the agrosilvopastoral system in Kalurahan Wiladeg has not been able to make the owner prosperous due to unavailability on irrigation system and agricultural commodities at low financial value. In addition, facing problems with irrigation and low prices for agricultural commodities, the continuity of the agrosilvopastoral system in Kalurahan Wiladeg receives pressure from residential investors who take advantage of the economic crisis caused by the Covid-19 pandemic. Gunungkidul Regional Government through recommendations for land acquisition for housing seems supporting this condition. In the recommendation, housing investors are given direction to carry out land acquisition in non-productive karst conservation areas. If the definition of non-productive is the land that cannot be used for agriculture throughout the year, it means that the entire agrosilvopastoral area in Kalurahan Wiladeg is included in the recommendation for land acquisition. To date, 1.6 hectares of agrosilvopastoral land in Kalurahan Wiladeg has fallen to the housing investor. It will be getting larger if there is no resistance action. Therefore, participatory action research (PAR) as an effort to increase productivity of agrosilvopastoral, is so important and urgent to be applied as a resistance from community forest farmers to the sustainability of agrosilvopastoral in Kalurahan Wiladeg. Through PAR, agrosilvopastoral trials on-farm and off-farm continue to be carried out in a deliberative manner obtaining a good financial income and a safe scheme for the ecosystem. The results of the farm analysis business (AUT), at the on-farm sector shows that intensification farming by introduce organic shallot by sustainable intensification (SI) and low external input sustainable agriculture (LEISA) implementation, are be able to increase the average annual value (AEV) to 488% in the group of land 2 (> 4000 m2) and 688% in the group of land 1 (less than equal to 4000 m2). Meanwhile, in the off-farm sector, the implementation of appropriate traditional farming management will reduce losses of IDR 14,679,000 / year for breeding cattle and IDR 946,000 / year for fattening cattle.

Kata Kunci : agrosilvopastura, analisis usahatani (AUT), penelitian aksi partisipatif (PAR), Sustainable Intensification (SI), Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), on farm, off farm.