Penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Perspektif Hukum Progresif (Studi Kasus Putusan Nomor 10/Pid.Sus-TPK/2014/PN.JKT.PST)
GREGORIUS MARSHALL DWIDYA NANDA, Sigid Riyanto, S.H., M.Si.
2021 | Skripsi | S1 HUKUMPenulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis dasar kewenangan penuntutan tindak pidana pencucian uang hasil tindak pidana korupsi, khususnya yang dilakukan oleh KPK dan mengetahui dan menganalisis kewenangan penuntutan tindak pidana pencucian uang hasil tindak pidana korupsi berdasarkan perspektif hukum progresif. Analisis difokuskan pada Putusan Nomor 10/PID.SUSTPK/2014/PN.JKT.PST. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif-empiris. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, baik berupa peraturan perundang-undangan, artikel jurnal, maupun buku-buku terkait. Data primer diperoleh dari wawancara dengan responden dan narasumber yang merupakan aparat penegak hukum dan akademisi hukum. Penelitian ini merupakan penelitian hukum kualitatif dengan tujuan untuk memberikan penjelasan yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU TPPU tidak mengatur pihak yang berwenang melakukan penuntutan. Berbeda halnya dengan penyidikan yang telah diatur pihak yang berwenang melakukan penyidikan. Hal tersebut menimbulkan kekosongan hukum dalam perkara TPPU hasil tindak pidana korupsi yang ditangani KPK. KPK sendiri menggunakan Pasal 75 UU TPPU sebagai dasar penuntutan TPPU hasil tindak pidana korupsi. Sedangkan jika ditinjau dari perkara Putusan Nomor 10/PID.SUS-TPK/2014/PN.JKT.PST., hakim mendasarkan kewenangan tersebut pada asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Kemudian berdasarkan perspektif hukum progresif KPK dibenarkan untuk melakukan penuntutan TPPU hasil tindak pidana korupsi karena yang terpenting adalah tercapainya kemanfaatan hukum dan kebahagian bagi manusia sebagai tujuan hukum progresif. Hal ini sejalan pula dengan ajaran tujuan hukum yang disampaikan oleh Gustav Radbruch yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, yang mana lebih mengutamakan keadilan dan kemanfaatan hukum.
This legal research aims to know and analyze the authority of prosecution money laundering of corruption proceed, especially that done by KPK and also knows and analyze authority of prosecution money laundering of corruption proceed based on progressive legal perspective. This legal research focus on Decision Number 10/PID.SUS-TPK/2014/PN.JKT.PST. This research uses normative-empirical method. This research uses secondary data and primary data. Secondary data obtained from literature research by analyzing the relevant laws, journals and books. Primary data obtained from direct interview with respondent and interviewees from legal apparatuses and lecturer. This research is a qualitative research which aims to give the descriptive explanation. The results of this legal research indicate that money laundering law does not regulate the institution that authorized to carry out the prosecution. This matter creates legal vacuum, especially the case that handled by Corruption Eradication Commission. Corruption Eradication Commission used Art. 75 of money laundering law to prosecute the case. Whila based on Decision Number 10/PID.SUSTPK/2014/PN.JKT.PST., judges used simple, fast and low-cost judicial principle as the based authority of Corruption Eradication Commission. Furthermore, based on progressive legal perspective Corruption Eradication Commission justified to do the prosecution money laundering of corruption proceed because it would reach legal usefulness and happiness for humans as the purpose of progressive legal perspective. This is appropriate with legal objectives by Gustav Radbruch, specifically justice, benefit and legal certainty.
Kata Kunci : Penuntutan, Pencucian Uang, Korupsi, Teori Hukum Progresif.