Laporkan Masalah

Analisis Indikasi Gelembung Perumahan dan Kaitannya dalam Ruang Perkotaan (Kasus Empat Kota Besar di Pulau Jawa)

RISANTRI AISA PUTRI, Ir. Deva Fosterharoldas Swasto, S.T., M.Sc., Ph.D., IPM

2021 | Skripsi | S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Perkembangan harga jual properti perumahan Indonesia dimonitor oleh Bank Indonesia menghasilkan data Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) untuk menunjukkan tren pergerakannya setiap triwulan pada delapan belas kota besar. Tingkat IHPR berkembang dengan sangat pesat, terutama di Pulau Jawa, semakin menjauhi tingkat kemampuan konsumsi masyarakat dalam membeli atau menyewa rumah. Pun bila ketimpangan tersebut terus berlanjut, dikhawatirkan rasio harga rumah menjadi terlalu tinggi tidak terjangkau oleh masyarakat dan mengindikasikan gelembung perumahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perkembangan indikasi gelembung perumahan pada empat kota besar di Pulau Jawa (Bandung, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta) selama 2012–2020. Standar dinilai adanya indikasi gelembung adalah berdasarkan tingkat rasio harga perumahan dari perbandingan IHPR dan IHK (Indeks Harga Konsumen). Hasil perhitungan tersebut kemudian menunjukkan adanya perkembangan indikasi gelembung perumahan selama 2012-2020 pada keempat kota (dengan indikasi gelembung di Kota Semarang dimulai pada tahun 2016). Temuan akan indikasi gelembung kemudian dihubungkan dengan kondisi spasial perkotaan melalui analisis autokorelasi spasial metode Moran’s Index untuk melihat adanya dependensi spasial yang mungkin terjadi di keempat kota. Hasil uji tersebut menunjukkan adanya pengelompokan klaster yang signifikan di Kota Bandung dan Surabaya, namun sebaliknya di Kota Semarang dan Yogyakarta. Terakhir, ditemukan bahwa terbentuknya indikasi gelembung perumahan yang semakin meningkat terkait dengan klaster harga jual perumahan yang signifikan. Suatu klaster perumahan yang signifikan akan membentuk persepsi nilai/harga lahan yang semakin meningkat mempengaruhi harga jual perumahan, seperti di Kota Bandung dan Surabaya. Sebaliknya, keragaman harga jual perumahan yang tinggi tanpa membentuk klasterisasi cenderung membantu memperlambat perkembangan indikasi gelembung perumahan yang terjadi di Kota Semarang dan Yogyakarta.

The housing price trend of Indonesia is monitored by Bank Indonesia, the central bank, through Indeks Harga Properti Residensial (IHPR/residential property price index) to oversee its development for each financial quarter in eighteen major cities. The index’s level is growing rapidly faster than the consumer price index, especially in cities on Java Island. That imbalance, should it continue, will result in housing prices that are too unattainable for the average person and indicate a housing bubble. This research aims to look into the development of housing bubble indication in four major cities on Java Island, namely Bandung, Semarang, Surabaya, and Yogyakarta, between 2012–2020. The indication of housing bubble is calculated through the ratio between IHPR and IHK (Indeks Harga Konsumen/consumer price index). The result of that calculation suggested that there is a development of housing bubble indication that occurred between 2014–2020 in all four cities (except for Semarang, which started in 2016). That finding of housing bubble is then correlated to the respective cities’ urban spatial form through spatial autocorrelation analysis with Moran’s Index method to examine the spatial dependence that might occur. The result of that analysis indicates that there is a significant clustering of housing prices in Bandung and Surabaya, while the opposite is true in Semarang and Yogyakarta. Lastly, it was found that the emergence of housing bubble indication is strongly linked to the significance of housing price clustering. A significant housing cluster would raise the precepted land value/price, which would drive up the housing price, as it happened in Bandung and Surabaya. Conversely, high housing price variance without any signs of clustering would help dampen the growth of housing bubble indication, as it happened in Semarang and Yogyakarta.

Kata Kunci : autokorelasi spasial, empat kota besar di Pulau Jawa, gelembung perumahan, properti perumahan, ruang perkotaan

  1. S1-2021-410127-abstract.pdf  
  2. S1-2021-410127-bibliography.pdf  
  3. S1-2021-410127-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2021-410127-title.pdf