Laporkan Masalah

Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas atau Lepas dari Segala Tuntutan Hukum Berdasarkan Alasan Pemaaf

MUHAMAD SUHANDRI, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum.

2021 | Tesis | MAGISTER HUKUM LITIGASI

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji latar belakang dan alasan hakim ketika menjatuhkan putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum terhadap kondisi yang serupa, dalam hal ini alasan pemaaf, serta mengkaji dan merumuskan jenis putusan yang seharusnya dijatuhkan oleh hakim terhadap perkara berdasarkan alasan pemaaf. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian merupakan jenis penelitian normatif yang bersifat deskriptif dan eksplanatoris. Bahan yang digunakan penelitian ini terdiri atas data sekunder berupa bahan hukum primer yakni peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, bahan hukum sekunder yakni buku dan karya ilmiah. Analisis data yang digunakan penelitian ini adalah analisis kualitatif. Penelitian ini bermuara pada hasil penelitian: pertama, Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap perkara yang mengandung alasan pemaaf, meletakan argumentasi dasar bahwa kondisi terdakwa yang memiliki alasan pemaaf oleh karena itu kesalahannya harus dimaafkan, sehingga jika tidak ada kesalahan dalam diri terdakwa maka putusan yang dijatuhkan adalah putusan bebas sebagaimana dimaktub dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP. Pada bagian lain, terdapat Majelis Hakim yang berpendapat bahwa jika dalam perkara yang mengandung alasan pemaaf atau kesalahan terdakwa ditanggalkan maka putusan yang dijatuhkan adalah putusan lepas dari segala tuntutan hukum sebagaimana dimuat dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP. Kedua, Pada dasarnya, baik Pasal 191 ayat (1) KUHAP sebagai dasar hukum dijatuhkan putusan bebas, maupun Pasal 191 ayat (2) KUHAP sebagai dasar hukum bagi dijatuhkannya putusan lepas dari segala tuntutan hukum tidak mengakomodir perkara yang mengandung alasan pemaaf, karena Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang menjadikan kesalahan sebagai salah satu unsur pasal merupakan hal yang tidak perlu, karena sejatinya unsur utama dari pasal a quo adalah perbuatan dan dalam ajaran dualistis hukum pidana, antara perbuatan dan pertanggungjawaban (kesalahan dalan arti luas) merupakan hal yang terpisah, sedangkan dalam Pasal 191 ayat (2) harus diperluas lingkupnya agar dapat menjadi dasar hukum yang kuat dan satu-satunya bagi penjatuhan putusan perkara yang mengandung alasan pemaaf.

This study aims to exemine background dan reasoning of the judge when deciding an acquittal and loose from the guilt decicion against similar conditions, in this case is legal excuse also exemine and formulate type of decision that should be decided by judge based on legal excuse. This is a normative study using secondary data which consist of primary legal materials which is law regulations and court decisions and secondary legal material which is book and scientific paper. Data in this study were collected by means of literature study which were then analysed qualitatively. This research leads to the results of the research: firstly, the Panel of Judges in giving an acquittal to a case containing forgiving reasons, laid down the basic argument that the condition of the defendant who had reasons for forgiveness therefore must forgive his guilt, so that if there is no fault in the defendant, passed is an acquittal decision as stipulated in Article 191 paragraph (1) of the Criminal Procedure Code. On another part, there is a Panel of Judges who are of the opinion that if in a case that contains reasons for forgiveness or the defendant's guilt is neglected, the verdict that is passed is the decision to be released from all legal charges as contained in Article 191 paragraph (2) of the Criminal Procedure Code. Secondly, Basically, both Article 191 paragraph (1) of the Criminal Procedure Code as a legal basis is given an acquittal, and Article 191 paragraph (2) of the Criminal Procedure Code as the legal basis for the imposition of decisions that are free of all lawsuits does not accommodate cases that contain excuses, because Article 191 Paragraph (1) of the Criminal Procedure Code which makes "mistakes" as one of the elements of the article is unnecessary, because in fact the main element of the article a quo is "action" and in the dualistic teaching of criminal law, between actions and accountability (errors in the broad sense) is a separate matter, whereas in Article 191 paragraph (2) the scope must be expanded so that it can become a strong legal basis and the only one for the imposition of decisions on cases that contain forgiveness.

Kata Kunci : Pertimbangan Hakim, Putusan Bebas, Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum, Alasan Pemaaf

  1. S2-2013-320333-abstract.pdf  
  2. S2-2013-320333-bibliography.pdf  
  3. S2-2013-320333-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2013-320333-title.pdf  
  5. S2-2021-433107-abstract.pdf  
  6. S2-2021-433107-bibliography.pdf  
  7. S2-2021-433107-tableofcontent.pdf  
  8. S2-2021-433107-title.pdf