Laporkan Masalah

PROBLEMATIKA KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN PENYADAPAN PRO JUSTITIA DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

ARIEF RACHMAN HAKIM, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum

2021 | Tesis | MAGISTER HUKUM LITIGASI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa potensi hambatan yang ditimbulkan dari kewenangan pemberian izin penyadapan Dewan Pengawas KPK terhadap proses pemberantasan tindak pidana korupsi, mengetahui dan menganalisa perbedaan pengawasan penyadapan pada KPK dan tindak pidana khusus lain serta merekomendasikan dan merumuskan konsep atau prospek pengaturan perizinan penyadapan oleh KPK di masa yang akan datang. Jenis penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif yang didukung oleh data primer, dengan metode pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan, sehingga bahan penelitiannya terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Cara memperoleh data dilakukan melalui penelitian kepustakaan serta melakukan wawancara kepada para ahli hukum administrasi negara, ahli hukum acara pidana, pegiat anti-korupsi dan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Analisis data menggunakan metode kualitatif, sedangkan penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif. Penelitian ini memiliki tiga kesimpulan. Pertama, perlu dibentuk badan pengawasan dalam tubuh KPK dengan fungsi dan tugas untuk mengawasi pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tanpa menerbitkan izin penyadapan, karena kedudukannya yang sejajar dengan pimpinan, tindakan hukum sepihak atau bersegi satu tidak dapat diterapkan, dan semakin panjangnya biroksasi untuk melakukan penyadapan dan keharusan izin pada dewan pengawas, secara praktik dan teoretik akan selalu memunculkan kekhawatiran terhadap adanya potensi hambatan. Kedua, faktor yang menjadi pembeda antara korupsi dengan tindak pidana khusus lainnya dapat ditelusuri melalui tiga aspek yaitu historis, yuridis, dan kriminologis yang pada intinya menjelaskan bahwa kejahatan terjadi akibat adanya perbedaan pergaulan dan ketegangan sosial yang tidak hanya mendorong kejahatan konvensional tetapi juga kejahatan kerah putih yang biasanya dilakukan oleh golongan terpandang, terpelajar, penegak hukum dan penguasa sehingga membutuhkan upaya super ekstra untuk pemberantasannya. Ketiga, dalam RUU KUHAP dan RUU Penyadapan harus ada ketentuan pengecualian terhadap tindak pidana korupsi serta memanfaatkan teknologi informasi untuk prosedur perizinan penyadapan diperlukan dalam keadaan mendesak.

The goal of this research is to find and analyze potential obstacles arising from the supervisory councils granting authority to lawful interception by KPK in regards to the process of eradicating corruption, find and analyze the difference in regulation of lawful interception by KPK and other extraordinary crimes as well as recommending and formulating concepts or prospects for lawful interception regulatory by KPK in the future. The type of this legal research is normative legal research supported by primary materials, with a method of conceptual approach and a comparative approach, resulting in the research material to consists of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. The means to obtain the materials is done through library research and conducting interviews with experts in state administrative law, experts in criminal procedural law, anti-corruption activists and Corruption Eradication Commitee Investigators. The data analysis method used is qualitative, while the conclusion was drawn deductively. The conclusion of this research states. First, it is necessary to establish a supervisory council within KPK with the function and task to supervise the process of inquiry, investigations and prosecutions without granting lawful interception permits, because their position is equal to the commissioner, unilateral or one-sided legal actions cannot be applied, and the length of the bureaucracy process required for lawful interception granted by supervisory council, practically and theoretically will always raise concerns about potential obstacles. Second, the factors that differentiate corruption from other extraordinary crimes can be traced through three aspects, that is historical, juridical, and criminological, which in essence explain that crimes occur due to social differences and social tensions which not only encourage conventional crimes but also white-collar crimes that usually be done by the respected, educated, law enforcers and authority figures so that it requires extra efforts to eradicate. Third, in the Criminal Procedure Code Bill and the Interception Bill there must be provisions for exemptions towards corruption and the implementation of information technology for lawful interception granting procedures in case interception is required in an urgent situation.

Kata Kunci : Penyadapan, Pengawasan, Dewan Pengawas, Korupsi.

  1. S2-2021-433095-abstract.pdf  
  2. S2-2021-433095-bibliography.pdf  
  3. S2-2021-433095-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2021-433095-title.pdf