ATRIBUT KUALITAS TANAH PENENTU RENDEMEN DAN PRODUKTIVITAS TEBU (Saccharum officinarum L) PADA LAHAN BUDIDAYA MONOKULTUR JANGKA PANJANG DI TIGA ORDO TANAH

ANNA KUSUMAWATI, Dr. Ir. Eko Hanudin, MS.;Dr. Ir. Benito Heru Purwanto, MP., M.Agr.Sc.; Dr. Agr.Sc Makruf Nurudin, SP., MP.

2021 | Disertasi | DOKTOR ILMU PERTANIAN

Penelitian ini bertujuan 1) Mengidentifikasi perubahan sifat fisika-kimia-biologi tanah akibat penerapan budidaya tebu monokultur pada tiga ordo tanah, 2) Menghitung Indeks Kualitas tanah (IKT) pada tiga ordo tanah yang dibudidayakan dengan periode monokultur yang berbeda, 3) Menentukan sifat biofisik tanah yang paling utama dalam mengendalikan rendemen dan hasil tebu pada lahan budidaya monokultur di tiga ordo tanah dan 4) Menyusun rekomendasi perbaikan sifat biofisik tanah yang menjadi penentu rendemen dan hasil tebu di tiga ordo tanah. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan penelitian, yaitu:1(a). Identifikasi Perubahan Sifat Fisika-Kimia-Biologi tanah akibat lamanya penerapan budidaya tebu monokultur pada ordo tanah yang berbeda, 1(b). Menghitung Indeks Kualitas tanah pada agroekosistem tebu yang periode budidaya monokultur dan ordo tanah berbeda, 2. Keragaan pertumbuhan dan hasil tebu pada ordo dan periode monokultur yang berbeda serta pendugaan sifat fisika-kimia-biologi tanah sebagai kunci yang mempengaruhi hasil tanaman tebu. Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan Multilokasi (oversite design) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah ordo tanah sebagi media tanam meliputi Entisol, Inceptisol dan Vertisol. Faktor kedua adalah periode budidaya tebu secara monokultur (1-10 tahun, 11-20 tahun dan 21-30 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Respon perubahan sifat tanah terhadap penerapan budidaya tebu secara monokultur hingga 30 tahun bervariasi, dan tergantung pada ordo tanah. Sifat inherent masing-masing ordo tanah memiliki peran dalam menentukan perubahan yang terjadi. 2) Metode IKT Linear-Additive paling sensitif untuk menghitung IKT pada tiga ordo dan periode monokultur tebu yang berbeda. Kisaran harkat IKT pada Entisol adalah sedang dan rendah, IKT di Inceptisol termasuk sedang, sedangkan pada Vertisol rendah, sedang dan tinggi. 3) Sifat tanah yang menjadi kunci terhadap produktivitas tebu Entisol adalah Na-tsd sebagai pengganti K yang ketersediaannya rendah, sedangkan terhadap rendemen adalah persentase pasir. Pada tebu yang ditanam di Inceptisol, berat volume tanah menjadi penentu produktivitas dan rendemen tebu, sedangkan pada Vertisol porositas tanah menjadi faktor penentu produktivitas dan rendemen tebu. 4) Pengelolaan lahan tebu harus bersifat spesifik lokasi (ordo tanah). Pada Entisol, Inceptisol dan Vertisol sebaiknya pengelolaan lahan dilakukan dengan pemberian bahan organik secara optimal. Khusus di ordo Entisol, pengelolaan hara K yang optimal sangat diperlukan untuk memaksimalkan pertumbuhan, rendemen dan hasil tebu sehingga menegasikan fungsi Na.

This study aims to 1) identify changes in the physical-chemical-biological properties of soil due to the application of monoculture sugarcane cultivation in three soil orders, 2) calculate the soil quality index (SQI) of three soil orders cultivated with different monoculture periods, 3) determine biophysical soil properties as the most important in controlling sucrose content and yield of sugarcane on monoculture cultivated land in three soil orders and 4) Preparing recommendations for improving the biophysical properties of the soil which determines the sucrose content and yield of sugarcane in the three soil orders. This research was conducted in two stages, namely: 1 (a). Identification of changes in the physical-chemical-biological properties of soil due to the long application of monoculture sugarcane cultivation on different soil orders, 1 (b). Calculating the Soil Quality Index (SQI) in sugarcane agroecosystems with different monoculture cultivation periods and soil orders, 2. Performance of growth and yield of sugarcane in different orders and monoculture periods as well as estimating soil physicochemical-biological properties as the key influencing sugarcane yield. This research was conducted using an oversite design with two factors. The first factor was the soil order as a growing medium including Entisols, Inceptisols, and Vertisols. The second factor was the period of monoculture cultivation of sugarcane (1-10 years, 11-20 years, and 21-30 years). The results showed that 1) The response of changes in soil properties to the application of sugarcane cultivation by monoculture for up to 30 years varied, and depending on the soil order. The inherent nature of each soil order has a role in determining the changes that occur. 2) The Linear-Additive SQI method is the most sensitive for calculating SQI in three different orders and monoculture periods of sugarcane. The range of SQI in Entisol was medium and low, SQI Inceptisol was moderate, while in Vertisol it was low, medium, and high. 3) The soil characteristic that is the key to the productivity of Entisol sugarcane is Na-available as a substitute for K which has low availability, while the sucrose content is the percentage of sand. For sugarcane grown in Inceptisols, soil bulk density determines the productivity and sucrose content of sugarcane, while in Vertisols soil porosity is a determining factor for productivity and sucrose content of sugarcane. 4) Management of sugarcane land must be site-specific (soil order). In Entisol, Inceptisol, and Vertisol, land management should be carried out by optimally providing organic matter. Especially in the Entisol, optimal K nutrient management is needed to maximize the growth, sucrose content, and yield of sugarcane, thereby negating the Na function.

Kata Kunci : sugarcane, soil quality index, yield, productivity, monoculture