Kelanggengan Relasi Patron-Klien: Studi Kasus Relasi Sosial Masyarakat Toraja di Tampo, Mengkendek, Tana Toraja
DANIELLE ANASTASIA D, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.Phil, M.A.
2021 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYASedari dulu, suku Toraja sudah berhasil menorehkan namanya di daftar tempat yang harus dikunjungi oleh para pelancong, entah sekadar menonton ritual kematian yang melagakan dua ekor kerbau, atau tidur dan tinggal untuk mempelajari lebih dalam terkait adat setempat. Media berlomba-lomba untuk meliput ritual kematian ini, ritual yang memakan waktu minimal tujuh hari dengan berekor-ekor babi dan kerbau yang disembelih di tengah lapangan. Acap kali yang masuk ke dalam tangkapan lensa kamera hanyalah kemegahan ritual tersebut, hanya senyum gembira dari keluarga yang melaksanakan karena berhasil merayakan kepergian orang terkasih dalam kemegahan dan kebersamaan. Di balik itu semua, terdapat kehidupan masyarakat Toraja yang sederhana namun sangat kompleks. Hubungan kekerabatan dan patron-klien hadir dan hidup berdampingan, keduanya tetap erat dan langgeng meskipun bisa saja menimbulkan perseteruan. Bagi masyarakat Toraja, hubungan patron-klien hadir sebagai bantuan dalam kehidupan sehari-hari, jaminan akan kehidupan yang layak dan sejahtera. Hubungan kekerabatan, di sisi lain, hadir sebagai penegas identitas, letak dan posisi seorang individu di pelapisan sosial yang ada. Penelitian ini bermaksud menyajikan apa saja yang menjadi alasan akan kelanggengan hubungan patron-klien di masyarakat Toraja. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut lagi. Hubungan kekerabatan yang bisa tercipta oleh hubungan patron-klien yang sudah berlangsung dalam jangka waktu tertentu, transformasi alat tukar dalam hubungan patron-klien, hingga upaya keluar dari hubungan patron-klien yang dilakukan oleh generasi-generasi baru mulai terlihat.
For a long time, the Toraja tribe has succeeded in making its name on the list of places that must be visited by travelers, whether it is simply watching a death ritual involving fights between two buffaloes, or actually staying around to learn more about local customs. The media pages are competing to cover this death ritual, a ritual that takes a minimum of seven days with wild boars and buffaloes being slaughtered in the middle of the field. Oftentimes what goes into the catch of the camera lens is only the splendor of the ritual, only the happy smiles of the families who carry out their success in celebrating the departure of a loved one in splendor and togetherness. Behind all the flashes and lights, there is the life of the Toraja people, a life so simple yet very complex. The kinship and patron-client relationship exists and lives side by side, both of them remain close and lasting even though they, supposedly, may lead to feuds. For the Toraja people, the patron-client relationship exists as an aid in everyday life, a guarantee of a decent and prosperous life. Kinship, on the other hand, exists as a confirmation of the identity, position of an individual in the existing social class and strata. This research was intended to present the reasons for the persistence of the patron-client relationship in Toraja society. This research produces several interesting conclusions that are amicable for further study. The kinship relationships that can be created by patron-client relationships that have been going on for a certain period of time, the transformation of the means of exchange in the patron-client relationship, to the efforts to get out of the patron-client relationship made by new generations are starting to appear.
Kata Kunci : kekerabatan/kinship, patron-klien/patron-client, transformasi/transformation, toraja