STUDI DENDROLOGI TUMBUHAN OBAT PRANAJIWA (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.) DI BALI DAN LOMBOK
KRISNAWATI, Prof. Dr. Ir. Muhammad Naiem, M.Agr.Sc., Dr. Ir. Dwi Tyaningsih Adriyanti, M.P
2021 | Tesis | MAGISTER ILMU KEHUTANANPranajiwa (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.) adalah salah satu tumbuhan obat yang dimanfaatkan di Bali dan Lombok. Biji pranajiwa dipercaya sebagai afrodisiak yang menyebabkan pranajiwa menjadi sasaran eksploitasi dan langka keberadaannya. Penyebaran pranajiwa di Bali dan Lombok berada pada dataran rendah dan pegunungan yang berbeda dataran yaitu Sunda dan Wallacea. Wilayah dengan ketinggian tempat berbeda mempengaruhi perubahan suhu dan berpengaruh terhadap pertumbuhan, morfologi dan kandungan obatnya. Dendrologi memiliki peranan yang sangat besar karena pengenalan terhadap pranajiwa bisa dijadikan dasar untuk memanfaatkan dan melestarikan komunitas tumbuhan hutan sehingga menjadi dasar untuk mengelola hutan secara lestari. Fokus dari penelitian ini adalah ekologi, morfologi dan kandungan obat pranajiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi habitat, kelimpahan, distribusi, karakter morfologis dan kandungan senyawa kimia pranajiwa di Bali dan Lombok. Pengambilan data dilakukan pada Februari hingga Agustus 2020. Metode penelitian yang digunakan survei eksploratif secara purposive sampling. Fokus penelitian ini pada ekologi, morfologi dan senyawa kimia. Penelitian dilakukan melalui tahapan; 1) eksplorasi, 2) pencandraan, 3) deteksi senyawa kimia. Data yang diambil adalah ekologi: inventarisasi dan karakteristik biofisik pranajiwa; morfologi: pencandraan, identifikasi dan klasifikasi pranajiwa dan deteksi senyawa kimia: kandungan senyawa kimia. Analisis data yang digunakan adalah ekologi: Principal Component Analysis (PCA); morfologi: analisis cluster metode Unweighted Pair-Group Method with Arithmethic Mean (UPGMA) dan kandungan senyawa kimia: Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Semua data dianalisis deskriptif. Pranajiwa di Bali tumbuh pada ketinggian tempat 1000-1500m, suhu 21-24 derajat celcius, kelembaban 77-88%, intensitas cahaya 358-408lux, kelerengan curam, dan tekstur tanah pasir berlempung. Populasi pranajiwa hidup secara mengelompok dan keberadaannya dipengaruhi variabel kelembaban dan kelerengan. Pranajiwa di Lombok tumbuh pada ketinggian tempat 1000-1500m, suhu 22-24 derajat celcius, kelembaban 83-87%, intensitas cahaya 366-643lux, kelerengan agak curam-curam dan tekstur tanah lempung berpasir. Populasi pranajiwa hidup secara mengelompok dan keberadaannya dipengaruhi variabel ketinggian tempat dan intensitas cahaya. Terdapat variasi karakter morfologi pranajiwa asal Bali dan Lombok pada pangkal daun dan pola jumlah anak daun. Pranajiwa di Bali membentuk lima klaster dengan pembeda karakter bentuk daun, pangkal daun dan batang tegak. Pranajiwa di Lombok membentuk delapan klaster dengan pembeda karakter bentuk daun, ujung daun, pangkal daun, ketebalan daun, warna permukaan daun, pola jumlah anak daun, batang tegak, dan warna batang. Terdeteksi senyawa kimia pranajiwa yang bervariasi berdasarkan ketinggian tempat. Jumlah senyawa kimia pranajiwa terbanyak berturut-turut pada biji, akar, batang dan daun. Tiga senyawa kimia tertinggi pranajiwa asal Bali yaitu Sophoridine, d-Glycero-d-galacto-heptose dan d-Mannose, sedangkan di Lombok yaitu Sophoridine, Kaur-16-ene dan Desulphosinigrin. Senyawa kimia yang terdeteksi belum merujuk pada aktivitas sebagai afrodisiak.
Pranajiwa (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.) is a medicinal plant that is utilized by the community in Bali and Lombok. Pranajiwa seeds are believed to be aphrodisiacs. The distribution of pranajiwa in Bali and Lombok are in the lowlands and mountains with different plains, namely Sunda and Wallacea. Areas with different altitudes affect temperature changes and alter growth, morphology, and chemical properties. Dendrology has a very big role because the introduction of pranajiwa can be used as a basis for sustainable utilization and preservation of forest plant communities. The focuses of this research are ecology, morphology, and medicinal properties of pranajiwa. This study aims to identify the habitat, abundance, distribution, morphological characters, and chemical content of pranajiwa in Bali and Lombok. Data was collected from February to August 2020. The research method used an exploratory survey by purposive sampling. Focus of the research on ecology, morphology and chemical content. This research was conducted through stage: 1) exploration, 2) to describe, and 3) detection of chemical content. Data was collected were ecology: inventory, and biophysical characteristics of pranajiwa; morphology: to describe, identification, and classification of pranajiwa and 3) detection of chemical content. The data analysis used in ecology: Principal Component Analysis (PCA); morphology: cluster analysis with Unweighted Pair-Group Method with Arithmetic Mean (UPGMA) method and content of chemical compounds with Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). All data were analyzed descriptively. Pranajiwa in Bali grows at an altitude of 1000-1500m, temperature 21-24 degree celcius, humidity 77-88%, light intensity 358-408lux, steep slope, and texture of clay-sand soil. Pranajiwa population lives in clusters and its existence is influenced by the humidity and topography factor. Pranajiwa in Lombok grows at an altitudinal range of 1000-1500m, temperature 22-24 degree celcius, humidity 83- 87%, light intensity 366-643lux, slope slightly steep, and sandy loam soil texture. Pranajiwa population lives in groups and its existence is influenced by variables of altitude and light intensity. There are variations in morphological characters of pranajiwa from Bali and Lombok at leaf base and leaf pattern number. Pranajiwa in Bali formed five clasters with different characters of leaf shape, leaf base and stand stem. Pranajiwa in Lombok formed eight clasters with different characters of leaf shape, leaf apex, leaf base, leaf thickness, leaf surface color, leaf patterns number, stand stem, and stem color. Pranajiwa chemical compounds detected based on altitude. The highest of pranajiwa chemical compounds in seeds, roots, stems, and leaves, respectively. The three highest chemical compounds of pranajiwa from Bali are Sophoridine, d-Glycero-d-galacto-heptose, and d-Mannose, meanwhile in Lombok are Sophoridine, Kaur-16-ene, and Desulphosinigrin. Detected chemical compounds have not been referred to as an aphrodisiac activity.
Kata Kunci : tumbuhan obat, pranajiwa, ekologi, morfologi, senyawa kimia,medicinal plant, pranajiwa, ecology, morphology, chemical compounds