Desain Masterplan Sistem Interkoneksi Jawa-Bali-Nusa Tenggara Barat-Nusa Tenggara Timur Mempertimbangkan Pembangkit EBT : Desain Masterplan Sistem Pembangkitan Nusa Tenggara Timur dan Interkoneksi Jawa-Bali-Nusa Tenggara Barat-Nusa Tenggara Timur- Mempertimbangkan Pembangkit EBT
ARKKA ALPHA FAWWAZ, Ir. Sarjiya, S.T., M.T., Ph.D., IPU. ; Ir. Lesnanto Multa Putranto, S.T., M.Eng., Ph.D., IPM.
2020 | Skripsi | S1 TEKNIK ELEKTROPertumbuhan penduduk berkaitan erat dengan pertumbuhan kebutuhan energi listrik seperti di sistem pembangkitan di Jawa-Bali, di Provinsi NTB, dan di Provinsi NTT yang masing-masing sebesar 5,83%, 9,27%, dan 8,86% pada tahun 2019-2025. Rasio elektrifikasi menunjukkan bahwa dari ke enam sistem pembangkitan yang ada di wilayah tersebut, sistem pembangkitan di Provinsi NTT masih berada di bawah rata-rata nasional sebesar 98,89% yaitu sebesar 85%. Target pemerintah untuk mengembangkan EBT yang memiliki bauran sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050 terbentur dengan keadaan keenam sistem pembangkitan tersebut yang masih didominasi oleh pembangkit thermal berupa PLTU dan PLTD. Kedua pembangkit tersebut memiliki emisi CO2 yang cukup besar sehingga apabila pembangunannya dilakukan secara terus menerus menyebabkan target penurunan emisi yang disepakati pada Paris Agreement tidak tercapai. Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu adanya perencanaan pembangkit yang ekonomis dan andal yang berprinsip pada capaian target bauran EBT dan mengurangi emisi CO2 dengan memanfaatkan potensi SDA di wilayah masing-masing. Dengan opsi interkoneksi antar sistem diharapkan mampu meningkatkan keandalan dan rasio elektrifikasi di masing-masing wilayah tersebut. Maka dari itu, pada Capstone Project ini dilakukan perencanaan pengembangan pembangkit di Sistem Pembangkitan Jawa-Bali, NTB dan NTT pada tahun 2026-2050. Perencanaan ini dilakukan dengan mengoptimasi pembangkit dalam jangka panjang dan akan dilihat pengaruhnya terhadap BPP Pembangkitan, reserve margin, dan bauran energi sistem yang direncanakan dengan bantuan OSeMOSYS dan MoManI sebagai interface-nya. Guna mencapai target yang menjadi acuan, dalam optimasi ini menggunakan skenario BAU, target EBT, dan CO2 limit serta skema interkoneksi keenam sistem dengan menggunakan tiga skenario tersebut. Optimasi yang dilakukan juga dengan menggunakan MILP pada masing-masing sistem pembangkitan dan LP untuk skema interkoneksinya. Hasil optimasi yang dilakukan menunjukkan bahwa perencanaan masing-masing sistem pembangkitan telah mampu untuk memenuhi kekangan produksi dan indeks keandalan yang ditentukan. Namun, Sistem Pembangkitan Jawa-Bali dan Lombok belum mampu untuk memenuhi target EBT karena potensinya kecil yang tidak sebanding dengan pertumbuhan kebutuhan energi listriknya. Sedangkan untuk skema interkoneksi didapatkan biaya pengembangan yang mahal sehingga penulis merekomendasikan untuk tidak dilakukannya interkoneksi pada sistem pembangkitan tersebut.
Population growth is related to the demand for electrical energy, such as in the generation system in Jawa-Bali, NTB Province, and NTT province which is amounted to 5.83%, 9.27%, and 8.86% respectively in 2019- 2025. The electrification ratio shows that based on the six generation systems in the each region, the generation system in NTT Province is still below of the national average 98.89%, which is 85%. The government target to develop renewable energy has a mix of 23% in 2025, and 31% in 2050 collides with the state of the six generation systems which are still dominated by generators thermal such as PLTU and PLTD. PLTU and PLTD have CO2 emissions sufficiently large so that if the construction is carried out continuously, the emission reduction target agreed in the Paris Agreement can not be achieved. Based on that background, it is necessary to plan for an economical and reliable generator based on the achievement of the renewable energy mix target and reducing CO2 emissions by utilizing the potential of natural resources in each region. With the interconnection option, it is expected to be able to increase the reliability and electrification ratio in each of these areas. Therefore, this Capstone Project plans to develop power plants in the Jawa-Bali, NTB and NTT Generation Systems in 2026-2050. This planning is carried out by optimizing the plant in the long term and the effect will be seen on the BPP Pembangkitan, reserve margin, and energy mix of the planned system with the help of OSeMOSYS and MoManI as the interface. In order to achieve the target that is the reference, this optimization uses the BAU scenario, EBT targets, and CO2 limit as well as the interconnection scheme of the six systems using these three scenarios. Optimization is also carried out using MILP in each generation system and LP for the interconnection scheme. The results of the optimization show that the planning of each generation system has been able to meet the specified production constraints and reliability indices. However, the Java-Bali and Lombok Generation Systems have not been able to meet the EBT target because of their small potential which is not comparable with the growth in their electricity needs. As for the interconnection scheme, the development costs are expensive, so the authors give recommend not to interconnect the generation system.
Kata Kunci : Generation Expansion Planning (GEP), interconnection, OSeMOSYS, Linear Programming (LP), Mix Integer Linear Programming (MILP)