Hubungan antara kualitas udara dalam ruangan berpendingin sentral dan sick building syndrome
SETYANINGSIH, Yuliani, Prof.Dr.dr. Soebijanto
2002 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan KerjaPenurunan kualitas udara dalam ruangan yang menggunakan pendingin sentral dapat diakibatkan oleh adanya bau, uap air, panas dan gas C02. Selain itu kualitas udara ruangan juga dapat menurun karena berkurangnya kadar 02, infiltrasi udara luar dan emisi oleh aktivitas pekerjaan. Kondisi tersebut dapat terjadi bila sistem pendingin sentral tidak dilengkapi dengan pergantian udara segar secara parsial. Kurangnya pemeliharaan juga dapat mengakibatkan sistem pendingin udara sentral menjadi sumber berbagai jenis mikroorganisme. Hal ini dapat berbahaya bagi tenaga kerja. WHO mendefinisi kan Sick Building Syndrome (SBS) sebagai kombinasi dari tiga kelompok gejala utama yaitu gejala mukosa, kulit dan gejala general dan masing-masing kelompok gejala utama dapat diwakili oleh satu gejala saja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar bahan kimia, suhu, kelembaban dan kadar mikroorganisme di udara dalam ruangan berpendingin sentral dan hubungan faktor-faktor tersebut dengan Sick Building Syndrome. Penelitian ini bersifat obsetvasional dengan rancangan cross sectzonal. Subyek penelitian ini berjumlah 70 orang dan penelitian dilakukan di 4 ruang kerja PT PLN (Persero) Unit Bisnis Distribusi Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kualitas udara diukur dengan mengukur bahan kimia (CO, C02, 0 2 , 03, debu), faktor fisik (suhu dan kelembaban) dan faktor biologi (jumlah mikroorganisme). Gejala Sick Building Syndrome dideteksi dengan menggunakan kuesioner berdasarkan keluhan su byektif Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan tes chi square , Odds Ratio dan Koefisien Kontingensi Hasil pengukuran menunjukkan bahwa bahan kimia udara sesuai dengan Nilai Ambang Batas, 2 ruang kerja berada pada suhu dibawah nilai nyaman untuk bekerja, 3 ruangan mempunyai kelembaban lebih dari 70 % dan 2 ruangan angka lempeng total mikroorganismenya melebihi rerata yaitu berjumlah 663 cWm3 dan 644 cfidm’. Mikroorganisme yang ditemukan meliputi jamur dan khamir, Coliform, Staphylococcus dan Penicillium. Hasil uji chi-square menunjukkan ada perbedaan antara keluhan SBS responden yang bekerja pada suhu nyaman dan suhu tidak nyaman juga responden yang di udara ruang kerjanya mengandung mikroorganisme lebih besar dan kurang dari rerata (498,75 ch/m3) dengan nilai X2=9,517 pada p< 0,05 sedangkan OR menunjukkan 4,92 dan koefisien kontingensi sebesar 0,346. Keluhan SBS responden yang bekerja di ruang dengan kelembaban tinggi tidak berbeda bermakna dengan responden yang bekerja di ruang dengan kelembaban rendah dengan nilai X2 = 1,938 pada p>0,05.
The decrease of indoor air quality in building utilizing central air condition could be caused by odour, water vapor, heat and C02 gas. Besides, it can also decreased due to the decreasing of oxygen content, infiltration of outdoor air and emission from office activities. This such condition might exist if the central air conditioning without the partial fresh air exchange. Improper maintenance could cause central air conditioning system becomes the source of various microorganism. All these conditions could be dangerous to health. WHO defines Sick Building Syndrome (SBS) as combination of group of mucous, skin and general symptoms in which each group may only be represented by one symptom An observational study was conducted by using cross sectiooal method on subjects 70 workers in 4 room in " PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Distribusi Jawa Tengah dan Yogyakarta " to find out the possible case of SBS. The parameters of indoor air quality were based on measuring chemical factors (CO, COz, 0 2 , O3 and dust), physical factors (temperature and humidity) and biological factors (microorganism content). The symptoms of SBS were detected by quesionare based on subjective complaint. Data were analyse by using chi square test, Odds Ratio and coefisien contingency. Indoor air quality measuremens shown that chemical factors comply with Threshold Limit Value (TLV), 2 rooms with temperature less than comfort zone, 3 rooms with relative humidity above 70 % and 2 rooms with microorganism of 663 and 644 cfidrn' more than average. The microorganism consist offirngi and yeast, Coli$orm, Staphylococcus and Penicillium. Chi-square test indicated significant different of SBS incident between the respondents working in the comfort zone and in the uncomfort zone, also on respondents working in room containing microorganism above and less than average (498.75 cfdm3) with the value of X2 = 9.517 at p <0.05. Where as OR indicated 4.92 and coeficient contingency 0.346. Incident of SBS shown no significant difference between respondents working in the high humidity compared to low relative humidity, with the value of X2 =1.938 at D> 0.05.
Kata Kunci : Kesehatan Kerja,Kualitas Udara AC,Sick Building Syndrome