Laporkan Masalah

Relasi Kerja Buruh Informal Sektor Tambang Inkonvensional (TI) Timah di Pulau Bangka

LISA OKTAVIANI, Prof.Dr.Erwan Agus Purwanto, M.Si

2020 | Tesis | MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

Penelitian ini menganalisis relasi kerja antara buruh informal dan tuan tanah pertambangan Timah Inkonvensional (TI) Di Pulau Bangka, sekaligus peran pemerintah daerah. Lokus penelitian ini adalah di Pulau Bangka dengan latarbelakang sebagai salahsatu pulau penghasil timah terbesar di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan postpositivisme dan pendekatan study kasus, dilakukan dengan tidak berjarak atau peneliti terlibat langsung dengan melihat kondisi kerja buruh informal pertambangan di area pertambangan. Temuan dari penelitin ini adalah kondisi ekonomi politik pertambangan di Pulau Bangka masih didominasi oleh hubungan kekuasaan. Status illegal yang diciptakan oleh Negara membawa dampak buruk bagi buruh informal TI. Banyaknya masyarakat desa tidak mengetahui adanya BPJS Ketenagakerjaan. Adanya pencurian nilai lebih yang didapatkan oleh tuan tanah sehingga terus melakukan akumulasi capital. Perlawanan buruh ditundukkan dengan relasi social. Pemerintah berupaya untuk mengadvokasi buruh informal terus dilakukan pemerintah daerah tetapi terbentur dengan pelabelan illegal yang dianggap negative oleh pemerintah sendiri. Berdasarkan temuan dan analisis tersebut, maka penulis mencoba memberikan implikasi dan refleksi bahwa buruh memiliki daya tawar yang rendah di depan majikan, majikan memiliki daya tawar yang rendah di depan PT Timah tbk sehingga menerima mitra. Perusahaan ikut mengeksploitasi buruh dengan sistem mitranya karena statusnya yang ilegal dan memonopoli harga. Kebebasan daerah menentukan dan mensejahterakan rakyatnya secara mandiri hanya sebagai sebuah cita-cita. Maka seharusnya pemerintah daerah menggugat WUP yang dikuasi oleh PT Timah tbk sebagai semangat otonomi daerah. Jika tidak mampu memberhentikan tambang yang ilegal maka menggugat WUP menjadi WPR, lalu memberlakukan IPR adalah jalan tengah. Selain daerah memiliki otonominya, tetapi juga berdampak pada kondisi buruh informal TI. Kegiatan Tambang Inkonvensional timah illegal ini dikarenakan ketidakmampuan pemerintah Pusat dan daerah dalam menciptakan praktik ekonomi yang benar dan menciptakan kesejahteraan bagi penduduk lokal. Sehingga pelabelan illegal tidak hanya dilihat dari hukum semata, tetapi juga bagaimana control Negara terhadap masyarakat dan juga hubungan kekuasaan.

This study analyzes the working relationship between informal workers and landlords of Unconventional Tin mining (TI) in Bangka Island, as well as the role of the local government in advocating for the workers. This research focuses on Bangka Island, one of Indonesia's largest tin producing islands. The research used qualitative research methods with post-positivism and a case study approach. The study is carried out at a distance or directly involved by observing informal mining workers' working conditions in mining areas. This research reveals several findings. Firstly, power relations still dominate the political economy of mining in Bangka Island. Secondly, the Illegal status created by the State brought a negative impact on informal IT workers. Thirdly, many people do not know the existence of BPJS Ketenagakerjaan. Eventually, the landlords also robbed the surplus-value, and they continue to accumulate more capital. They subdued labor resistance through social relations. In responding to the case, the local government tried to advocate the problem, but this effort contradicts the government's illegal labelling to the informal workers. Based on these findings and analysis, the writer attempted to give implications and reflections that workers have low bargaining power in front of the employer. Employers have low bargaining power in front of PT Timah tbk to accept 'partners.' Companies exploit workers with their partner system because of their 'illegal' status and monopolizing prices. Regional freedom to determine and prosper its people independently is only an ambition without realization. Thus, the local government should sue the WUP controlled by PT Timah tbk in the spirit of regional autonomy. If they cannot enforce 'illegal' mining, they can sue WUP to become WPR; imposing IPR is a middle way. In addition to having regions autonomy, it also has an impact on the conditions of informal workers. This illegal tin mining activity is due to the central and local governments' inability to create correct economic practices and create welfare for residents. Therefore, illegal labelling is not only seen from the law side, but also from how the State controls society and the power relations.

Kata Kunci : Buruh Informal, Tambang Inkonvensional, Relasi Kerja

  1. S2-2020-418971-abstract.pdf  
  2. S2-2020-418971-bibliography.pdf  
  3. S2-2020-418971-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2020-418971-title.pdf