Studi Komparasi Tourism Area Life Cycle pada Dua Daya Tarik Wisata dengan Atraksi Sejenis di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul: Studi Kasus Bukit Panguk Kediwung dan Bukit Mojo Gumelem
M ADIKA FARIS IHSAN, Fahmi Prihantoro, S.S., M.A.
2020 | Skripsi | S1 PARIWISATABukit Panguk Kediwung dan Bukit Mojo Gumelem telah eksis sebagai daya tarik wisata yang memanfaatkan potensi bentang alam perbukitan sebagai atraksi wisata utama. Keduanya pun sama-sama mengandalkan pembangunan spot berswafoto sebagai sarana pemanfaatan potensi wisata tersebut. Perubahan bentuk fisik dan sistem kepengelolaan wisata pada Bukit Panguk Kediwung dan Bukit Mojo Gumelem mengindikasikan bahwa kedua daya tarik wisata tersebut telah melalui siklus hidup pariwisata. Menggunakan teori Tourism Area Life Cycle (TALC) yang digagas oleh Butler (1980), penelitian dilakukan dengan mencocokkan kondisi Bukit Panguk Kediwung dan Bukit Mojo Gumelem pada pertengahan tahun 2016 hingga bulan Maret 2020 dengan indikator-indikator pada tiap tahapan dalam teori Tourism Area Life Cycle (TALC). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui riwayat perkembangan Bukit Panguk Kediwung dan Bukit Mojo Gumelem berdasarkan pada tiap tahapan dalam teori Tourism Area Life Cycle (TALC), membandingkannya, dan mengkaji penyebab adanya perbedaan pola riwayat perkembangan pada kedua daya tarik tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengambilan data berupa wawancara, dokumentasi, dan observasi partisipatif. Hasil penelitian menunjukkan pola perkembangan Bukit Panguk Kediwung dari tahap exploration hingga stagnation. Hasil penelitian pada Bukit Mojo Gumelem terjadi anomali teori berupa pola perkembangan yang tidak sesuai urutan tahapan pada teori Tourism Area Life Cycle (TALC) yaitu seusai melalui tahapan involvement langsung berada pada tahapan decline. Perbedaan pola perkembangan terjadi dengan penyebab utama berupa sistem kepengolaan yang berbeda. Muncul pula asumsi bahwa terdapat faktor lain yang menyebabkan perbedaan pola perkembangan dapat terjadi, sehingga perlu penelitian yang lebih lanjut untuk menguji validitas asumsi tersebut.
Bukit Panguk Kediwung and Bukit Mojo Gumelem have existed as tourist attractions that using potential of the hill landscape as the main tourist attraction. Both also rely on the construction of selfie spots as a means of exploiting that tourism potential. Changes in the physical form and tourism management system at Bukit Panguk Kediwung and Bukit Mojo Gumelem indicate that the two tourist attractions have gone through the tourism life cycle. Using Tourism Area Life Cycle (TALC) theory initated by Butler (1980), the research was conducted by matching the conditions of Bukit Panguk Kediwung and Bukit Mojo Gumelem from mid-2016 to March 2020 with indicators at each stage in the Tourism Area Life Cycle (TALC) theory. The purpose of this study was to determine the development pattern of Bukit Panguk Kediwung and Bukit Mojo Gumelem based on each stage in the Tourism Area Life Cycle (TALC) theory, compare them, and examine the causes of differences in development history patterns in the two attractions. This study is a qualitative research with data collected by interviews, documentation, and participatory observation. The result showed that development pattern of Bukit Panguk Kediwung was from the exploration stage to stagnation stage. Meanwhile, on Bukit Mojo Gumelem occurred a theoretical anomaly of a developmental pattern that did not match the sequence of stages in the Tourism Area Life Cycle (TALC) theory, after involvement stage it go straight to decline stage. Differences in development patterns occur mainly caused by different management systems. The assumption also appears that there are other factors causing differences in development patterns. Further research is needed to test the validity of these assumptions.
Kata Kunci : bukit panguk kediwung, bukit mojo gumelem, studi komparasi, tourism area life cycle, talc