Respons Petani atas Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) di Kota Malang
AHMAD NIZAR HILMI, Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si
2020 | Tesis | MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIKPenelitian ini bertujuan untuk memahami respons petani atas kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) di Kota Malang. Studi ini ditinjau dengan analisis ekonomi-politik agraria sebagai sarana alternatif di tengah pengarusutamaan perspektif neoklasik maupun neo-populis. Studi ini membicarakan soal praktek hubungan produksi pertanian yang terjadi di dalam lingkup. Di samping itu, studi ini juga melihat kondisi struktural yang turut mempengaruhi praktek implementasi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) di Kota Malang. Di satu sisi, penelitian ini menemukan bahwa diferensiasi kelas dalam petani menjadi faktor yang kritikal atas terbentuknya respons petani, baik positif maupun negatif, atas kebijakan PLP2B yang menunjukkan bahwa asumsi petani digerakkan oleh pertimbangan rasional maupun moral menjadi kurang tepat. Kebijakan PLP2B nampaknya tidak akan mendapat dukungan yang serius dari Pemerintah Daerah karena lemahnya pengawasan, sistem yang rentan dikorupsi serta belum terciptanya regulasi yang mengatur persoalan insentif dan disinsentif terhadap para petani.
This research was done in order to understand farmers response of The Sustainable Farmland Protection Policy in Malang City. This study was reviewed with an agrarian political-economy analysis as an alternative medium in the middle of an archivist of neo-classic or neo-populist perspective. This study talked about the agricultural production relation practice that happened inside the sphere. Furthermore, this study also saw the structural condition that also affect the implementation practice of Act number 41/2008 about The Sustainable Farmland Protection Policy (SFP) in Malang City. On one hand, this research found that class differentiation within the farmers is a critical factor in forming farmers response, either positive or negative, on the SFP policy that showed that the assumption of 'peasants' were moved by either, rational or moral consideration became inexact. The SFP Policy seems it would not look so promising if Local Governments are still weak in supervision, system that is susceptible to corruption, as well as a non-existent regulation that regulates intensive and disintensive problems towards the 'peasants'
Kata Kunci : Respons Petani, Kebijakan PLP2B