POTRET KEMISKINAN STRUKTURAL MASYARAKAT DI DESA MANTOWU, KECAMATAN PASARWAJO, KABUPATEN BUTON

DIAN PUSPITA RIZKI, Dr. S. Djuni Prihatin, M.Si.; Dra. Susi Daryanti, M.Sc.

2020 | Tesis | MAGISTER PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN

Fenomena kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan individu, kelompok, dan keluarga memenuhi kebutuhan standar hidup minimum. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia. Sering dikatakan kemiskinan merupakan muara segala problem atau akar dari munculnya masalah-masalah sosial lain. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Masalah kemiskinan di Indonesia adalah angka kemiskinan yang terus mengalami penurunan, tetapi belum bisa sepenuhnya teratasi dan masih menjadi masalah nasional, terutama tingginya jumlah kemiskinan di pedesaan. Salah satu desa yang menghadapi permasalahan kemiskinan, yaitu Desa Mantowu. Dokumen pemerintah desa menyebutkan bahwa 65% penduduknya tergolong miskin dan menjadi desa dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton. Kemiskinan dapat dipotret dengan indikator kemiskinan BAPPENAS, yaitu keterbatasan aksesibilitas terhadap sumberdaya untuk kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan dan sanitasi, air bersih, tanah, sumber daya alam, ketiadaan jaminan rasa aman, serta partisipasi. Sementara, kemiskinan struktural dipandang Soemardjan sebagai kemiskinan dikarenakan masyarakat tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia, kaum buruh tidak terpelajar dan tidak terlatih, pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitar, kekurangan perlindungan dari hukum dan pemerintah. Pengumpulan data penelitian kualitatif berpendekatan deskriptif ini berupa observasi partisipatif, wawancara 21 orang informan, serta penggunaan dokumen terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan struktural masyarakat di Desa Mantowu terlihat dari keterbatasan masyarakat mengakses kebutuhan pangan dikarenakan rendahnya pendapatan dan bantuan pangan yang tidak merata; keterbatasan akses pelayanan kesehatan dikarenakan jauhnya jarak ke unit-unit pelayanan kesehatan terdekat, ketidakmampuan memenuhi biaya pendidikan dan kesulitan akses menuju sekolah, pekerjaan penduduk sekadar sebagai pekerja serabutan, permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih, sanitasi dan perumahan, dan keterbatasan masyarakat dalam mengakses tanah.penghasilan yang rendah dan struktural industri pertambangan yang memarginalkan masyarakat lokal. Sedangkan penyebab terjadinya kemiskinan struktural masyarakat adalah ketiadaan lahan pertanian dan akses SDA; akses jalan yang belum memadai, sehingga wilayah desa menjadi terisolasi dan terpencil; serta rendahnya keterampilan dan tingkat pendidikan masyarakat dikarenakan keterbatasan akses pelayanan pendidikan dan keterampilan. Oleh karenanya, masyarakat belum dapat mengembangkan potensi setempat, seperti air terjun, rotan dan madu. Kata kunci: Kemiskinan struktural, indikator kemiskinan, keterbatasan aksesibilitas sumber daya

The phenomenon of poverty can be interpreted as a condition of the inability of individuals, groups, and families to meet the minimum standard of living needs. Poverty is one of the social problems in Indonesia. It is often said that poverty is the estuary of all problems or roots of the emergence of other social problems. Poverty is seen as an economic inability to meet basic needs. The problem of poverty in Indonesia is the poverty rate that continues to decline but has not been fully resolved and is still a national problem, especially the high amount of poverty in rural areas. One of the villages facing poverty issues, namely Mantowu Village. The village administration's Dukomen said that 65% of the population was classified as poor and became the village with the highest poverty rate in Pasarwajo District, Buton District. Poverty can be portrayed with BAPPENAS poverty indicators, namely limited accessibility to resources for food, health, education, employment, housing and sanitation, clean water, land, natural resources, lack of security guarantees, and participation. Meanwhile, structural poverty is seen by Soemardjan as poverty due to the community being unable to share in the sources of income that are actually available, uneducated and untrained workers, entrepreneurs without capital and without government facilities, lack of healthy housing facilities, lack of education, lack of communication with the world around, and lack of protection from law and government. The descriptive qualitative research data collection was in the form of participatory observation, interviewing 21 informants, and the use of related documents. The results showed that the structural poverty of the community in Mantowu Village was seen from the limitations of the community accessing food needs due to low income and uneven food aid; limited access to health services due to the distance to the nearest health service units, inability to meet the cost of education and difficulties in accessing schools, occupation of the population as mere odd jobs, problems in meeting the needs of clean water, sanitation and housing, and community limitations in accessing land. While the causes of community structural poverty are poverty data collection problems; absence of agricultural land and access to natural resources; inadequate road access, so that village areas are isolated and isolated; and the low skills and level of education of the people due to limited access to education services and skills. Therefore, the community has not been able to develop local potential, such as waterfalls, rattan and honey. Keywords: Structural poverty, indicators of poverty, Limitation of Resource Accessibility

Kata Kunci : Kemiskinan struktural, indikator kemiskinan, keterbatasan aksesibilitas sumber daya