Laporkan Masalah

Politik Identitas Indonesia Timur (Studi Wacana Indonesia Timur dan Formasi Subjek Keindonesiaan di Flores Timur)

YOHANES WELE HAYON, Dr. Lambang Trijono, M.A.

2020 | Tesis | MAGISTER SOSIOLOGI

Penelitian ini bertujuan mempertanyakan kembali dikotomi Indonesia Timur dan Indonesia Barat di satu sisi, dan bagaimana rezim politik mendefinisikan Indonesia Timur dalam kebijakan pembangunan di lain sisi. Dengan melakukan pembacaan secara dekat terhadap kontestasi kebijakan pembangunan di aras lokal yakni di Kabupaten Flores Timur, ditemukan bahwa dalam rangka menjaga keutuhan NKRI, desain pembangunan cenderung berpijak pada paradigma neoliberal yang mendepolitisasi kemiskinan sebagai problem individual dan bukan karena mekanisme distribusi dan relasi kuasa yang timpang di samping masyarakat ditempatkan dalam sektor-sektor yang terpisah satu sama lain. Jika ditelusuri lebih lanjut, kuatnya paradigma liberal tersebut tidak bisa dilepaskan dari penetrasi geopolitik global. Dengan kata lain, sejak reformasi digulirkan, Indonesia, khususnya di Flotim misalnya menjadi medan pelbagai jenis program neoliberal seperti penguatan kapasitas lokal dan pembedayaan ekonomi. Akibatnya, masyarakat diarahkan pada integrasi ke dalam pasar. Sementara itu, jangankan melakukan kritik dan advokasi, para intelktual dan birokrat di Flotim justru memperkokoh tentakel neoliberal melalui implementasi program pemerintah. Meskipun demikian, terdapat beberapa respon penolakan dari kelompok masyarakat yang menolak mengambil bagian secara aktif sebagai aparatus ideologi neoliberal. Oleh karena itu, dengan bantuan perspektif dari para pemikir post-strukturalis dan post-foundationalis, penelitian ini menawarkan politik agensi dan revitalisasi lembaga demokrasi yang memungkinkan terciptanya gerakan demokratik baru. Pada yang pertama, politik agensi merupakan prasyarat utama yang memungkinkan aktor-aktor politik dapat merepresentasikan pluralitas yang inheren dalam tubuh masyarakat Flotim dan Indonesia Timur pada umumnya. Sementara itu, pada yang kedua, melalui model demokrasi agonistik, terciptalah peluang bagi perjumpaaan radikal dengan yang lain (the others) demi terciptanya ideal tentang tampilnya masyarakat Indonesia Timur sebagai sebuah kekuatan politis yang signifikan melawan hegemoni paradigma neoliberal.

This study aims to critically the dichotomy of East Indonesia and West Indonesia on the one hand, and how the political regime defines East Indonesia in development policies on the other. By conducting a close reading of the contestation of development policies at the local level, namely in East Flores Regency (Flotim), it was found that in order to maintain the integrity of the Republic of Indonesia, development design tends to be based on the neoliberal paradigm which depoliticizes poverty as an individual problem and not because of unequal distribution mechanisms and power relations in beside society is placed in sectors that are separate from each other. If traced further, the strength of this liberal paradigm cannot be separated from the penetration of global geopolitics. In other words, since the reformation was rolled out, Indonesia, especially in Flotim, for example, has become a field for various types of neoliberal programs such as strengthening local capacity and economic empowerment. As a result, society is directed towards integration into the market. Meanwhile, let alone criticizing and advocating, the intellectuals and bureaucrats in Flotim have actually strengthened the neoliberal tentacles through the implementation of government programs. However, there have been several rejections from groups of people who refuse to take an active part as an apparatus of neoliberal ideology. Therefore, with the help of the perspectives of post-structuralist and post-foundationalist thinkers, this study offers agency politics and a revitalization of democratic institutions that allow the creation of new democratic movements. In the first place, agency politics is the main prerequisite that allows political actors to represent the plurality inherent in Flotim society and East Indonesia in general. Meanwhile, in the second, through the agonistic democracy model, opportunities are created for radical encounters with others (the others) for the creation of an ideal about the emergence of the East Indonesian people as a significant political force against the hegemony of the neoliberal paradigm.

Kata Kunci : Indonesia Timur, Lamaholot, Agensi Politik, Kekristenan, Demokrasi

  1. S2-2020-419197-abstract.pdf  
  2. S2-2020-419197-bibliography.pdf  
  3. S2-2020-419197-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2020-419197-title.pdf