KONFLIK KEKERASAN HALMAHERA DALAM PERSPEKTIF JOHAN GALTUNG (Studi Kasus Konflik Kekerasan di Halmahera Utara Tahun 1999-2000)
AKBAR AJA, Samsul Maarif M., S. Fil., MA,
2020 | Skripsi | S1 FILSAFATKonflik kekerasan terjadi pasca reformasi bermula dari Ambon hingga ke Maluku Utara. Fokus dari penelitian ini yakni di Halmahera Utara antara tahun 1999-2000, dan bermula dari pertikaian etnik biasa akibat diberlakukannya PP 24/1999 tentang pembetukan kecamatan "Makeang Daratan" yang ditolak oleh Etnik Kao. Para pengungsi yang datang juga ikut mempengaruhi dinamika konflik disertai dengan bertebarannya selebaran provokasi tentang "peta" penyerangan mengakibatkan konflik makin meluas ke skala yang lebih besar. Kepentingan elit lokal dalam memperebutkan posisi di provinsi yang baru dimekarkan menggeser perhatian atas apa yang terjadi pada masyarakat kelas bawah. Narasi tentang konflik kekerasan pada generasi muda yang tidak merasakan langsung kejadian ini perlu mendapat perhatian tersendiri. Penelitian ini merupakan penelitian filsafat perdamaian dengan menggunakan jenis studi pustaka. Penelitian ini menggunakan pemikiran Johan Galtung terutama berkaitan dengan studi kekerasan langsung, kekerasan struktural, dan kekerasan budaya. Penelitian ini menggunakan objek formal dan objek material dan analisis kritis sehinga menambah wawasan dan mengembangkan lebih jauh. Penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa Galtung kekerasan langsung, struktural, dan budaya, memiliki keterkaitan yang erat. Kekerasan bisa terjadi akibat sering ada penghalang antara yang potensial dan aktual. Sistem yang eksploitatif cenderung mengistimewakan salah satu etnik, serta didukung dengan sumber daya yang unggul memperlebar jarak sosial yang ada. Polarisasi yang terjadi di mana-mana, lambatnya aparat keamanan serta lemahnya pemerintah membuat masyarakat terpaksa harus menyelesaikan caranya masing-masing. Protes yang mendek, kurangnya ruang dialog dan frustasi yang menumpuk mengakibatkan kedua etnik saling serang mengakibatkan banyak korban jiwa. Kekerasan ini harus dihentikan dan kedua etnik saling menghargai perbedaan dengan menghidupkan kembali budaya perdamaian. Kata kunci: Konflik Halmahera, Etnik Makeang dan Kao, konflik kekerasan langsung, struktural, dan budaya, Johan Galtung.
Conflict based violence had occurred after the 1998 reform and started from Ambon to North Maluku. The focus of this research is in North Halmahera between 1999-2000, starting from small ethnic conflicts due to the enactment of PP 24/1999 concerning on the formation of the "Makeang Daratan" sub-district which was rejected by the Kao ethnic group. The refugees who came also influenced the dynamics of the conflict, accompanied by the scattering of provocative leaflets about the "map" of the attack which resulted in the spread of the conflict to a larger scale. The interests of local elites in competing for positions in the newly expanded province shifted attention to what was happening to the lower class comunity members. The narrative about conflict based violence among the younger generation who did not experience this incident needs special attention. This research is a research on the philosophy of peace using the type of literature study. This research uses Johan Galtung's thinking, especially in relation to the study of direct violence, structural violence, and cultural violence. This research uses formal objects and material objects and critical analysis so as to add insight and develop further. The research foud that Galtung's direct, structural, and cultural violence has a close relationship. Violence can occur because there is often a barrier between the potential and the actual. An exploitative system tends to favor one ethnicity, and is supported by superior resources to widen existing social distance. The ubiquitous polarization, the slow pace of the security apparatus and the weakness of the government have forced the people to have to solve their own ways. The protests that were languishing, the lack of space for dialogue and the accumulated frustration resulted in the two ethnic groups attacking each other resulting in many casualties. This violence must be stopped and the two ethnic groups respect each other's differences by reviving a culture of peace. Keywords: Halmahera conflict, Makeang and Kao ethnic groups, direct violent conflict, structural, and cultural by Johan Galtung.
Kata Kunci : Konflik Halmahera, Etnik Makeang dan Kao, konflik kekerasan langsung, struktural, dan budaya, Johan Galtung.