Laporkan Masalah

Hubungan Afiliasi Melalui Jabatan Rangkap Antara Pelaku Usaha yang Bersaing (Studi Perbandingan Hukum Persaingan Usaha Indonesia dan Amerika Serikat)

ZAKIYAH MAULIDA K, Prof. M. Hawin, S.H., LL.M., Ph.D.

2020 | Skripsi | S1 HUKUM

Penelitian hukum ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan mengenai jabatan rangkap dalam hukum persaingan usaha Indonesia dan Amerika Serikat serta membahas mengenai ius constituendum terkait dengan jabatan rangkap dari hasil studi perbandingan hukum tersebut dalam rangka peningkatan hukum persiangan usaha di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hukum persaingan usaha Indonesia dan antitrust laws Amerika Serikat. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik dalam hukum persaingan usaha Indonesia maupun Amerika Serikat terdapat peraturan yang secara langsung mengatur mengenai larangan jabatan rangkap yaitu dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Section 8 of the Clayton Act dengan beberapa perbedaan yaitu pada pendekatan yang digunakan, pengertian unsur 'seseorang', jabatan yang dirangkap, tipe jabatan rangkap yang diatur, pengecualian, masa tenggang, penegakan hukum, dan sanksi atas pelanggaran. Berdasarkan hasil studi perbandingan, diperoleh ius constituendum terkait dengan (i) pendekatan yang digunakan yaitu menjadi pendekatan per se illegal untuk mencegah dan/atau meminimalisir munculnya kesempatan bagi pelaku usaha untuk memiliki hubungan afiliasi melalui jabatan rangkap yang dapat berpotensi besar menghambat persaingan serta menyederhanakan proses pembuktian, (ii) perluasan interpretasi unsur 'seseorang' yang dapat juga diartikan sebagai korporasi apabila individu bertindak sebagai agen perusahaan, (iii) penambahan pengecualian de minimis, (iv) penambahan ketentuan mengenai masa tenggang untuk memberi kesempatan kepada perusahaan yang beritikad baik untuk secara sukarela menghapus jabatan rangkap dan/atau merestrukturisasi transaksi atau perjanjian terkait, dan (v) penegakan hukum melalui private enforcement untuk mendorong terciptanya penegakan hukum yang lebih efektif dan meningkatkan akses terhadap keadilan.

This research aimed to analyze the regulations regarding interlocking directorate in the Indonesian Competition Law and the United States Antitrust Laws and to discuss the ius constituendum related to interlocking directorate from the results of the comparative law study in order to improve the Indonesian Competition Law. This research is a comparative study which categorized into normative-juridical research. This research used a descriptive approach. Secondary data used in this research was obtained by literature studies. Data were analyzed using qualitative descriptive method. The results of this study indicate that in both the Indonesian competition law and the United States antitrust laws, there are regulations that directly regulate the prohibition of interlocking directorates, namely in Article 26 of Law Number 5 Year 1999 and Section 8 of the Clayton Act. Both regulations do not cover the banking industry. The differences that were found between the two regulations was the approach used, the definition of the element of 'person', the type of interlocking directorates, de minimis exceptions, grace periods, law enforcement, and remedies. Based on the results of the comparative study, it was obtained that (i) to nip in the bud incipient violations of the competition law, per se illegal approach suit better for Indonesia to simplify the enforcement process and to prevent or minimize the opportunity between competing corporations to have structural relationships in the form of interlocking directorates which can inhibit competition, (ii) 'person' can also be interpreted as a corporation if the individual acts as an agent of the company, (iii) adding the de minimis exemptions exclude interlocking directorates that unlikely to have an adverse effect on competition, (iv) adding provisions regarding grace period give opportunity to the corporations to voluntarily remove interlocks or restructure related transactions or agreements, and (v) law enforcement through private enforcement can encourage more effective competition law enforcement and increase access to justice.

Kata Kunci : Jabatan Rangkap, Hukum Persaingan Usaha Indonesia, Hukum Persaingan Usaha Amerika Serikat

  1. S1-2020-397752-abstract.pdf  
  2. S1-2020-397752-bibliography.pdf  
  3. S1-2020-397752-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2020-397752-title.pdf