PEMETAAN OBJEK REFORMA AGRARIA DALAM KAWASAN HUTAN (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANYUASIN)

ROHMAT JUNARTO, Ir. Djurdjani, MSP., M.Eng., Ph.D., IPM.

2020 | Tesis | MAGISTER TEKNIK GEOMATIKA

Reforma Agraria merupakan upaya sistematik dan terencana untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial. Reforma agraria dimulai dengan menata ulang penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan kekayaan alam lainnya. Reforma agraria untuk kawasan kehutanan dijalankan dalam Program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH), berupa legalisasi aset dan akses objek agraria di kawasan hutan. Salah satu langkah awal dalam kegiatan tersebut adalah mengidentifikasi tanah-tanah yang berpotensi sebagai objek reforma agraria. Identifikasi secara langsung di lapangan akan memerlukan sumber daya manusia yang banyak, waktu yang lama dan biaya yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan citra penginderaan jauh optik dengan resolusi spasial medium untuk mengidentifikasi potensi objek reforma agraria dalam kawasan hutan. Objek penelitian adalah Kabupaten Banyuasin yang merupakan satu dari 364 Kabupaten di Indonesia yang menjadi prioritas dalam penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kombinasi antara kuantitatif dan kualitatif (concurrent triangulation). Citra satelit yang digunakan adalah citra satelit Landsat multitemporal yaitu citra Landsat 5 Tahun 1990, Landsat 7 Tahun 2000 dan Tahun 2010, serta Landsat 8 Tahun 2019. Klasifikasi maximum likelihood digunakan untuk mendapatkan penutup lahan bervegetasi. Analisis spasial menggunakan perangkat lunak ArcGIS untuk mendapatkan konsistensi penutup lahan masyarakat berdasarkan jenisnya selama 29 tahun. Analisis pola keruangan digunakan untuk memahami pola perubahan yang terjadi dengan mendasarkan aspek sosial yang telah didapatkan melalui wawancara mendalam. Situasi sosial yang diamati secara mendalam tersebut meliputi aktivitas orang-orang yang ada pada tempat penelitian. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu memilih orang tertentu sesuai informasi dan data yang diperlukan. Potensi objek reforma agraria dianalisis berdasar pada klasifikasi dan interpretasi penutup lahan dengan mempertimbangkan jenis penggunaan lahan oleh masyarakat, konsistensi dan pola penutup lahan secara histori, waktu penunjukkan menjadi batas kawasan hutan dan fungsi kawasan hutan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa data penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi objek reforma agraria dengan akurasi keseluruhan >80%. Total luas penggunaan lahan oleh masyarakat di lokasi penelitian adalah 42.236,53 ha yang terbukti konsisten berdasarkan posisi, pola dan jenis penggunaan kawasan hutan tersebut. Penggunaan lahan yang melebihi waktu 20 tahun sejumlah 11.685,46 ha. Ha. Empat jenis penutup lahan yang memiliki potensi sebagai objek reforma agraria dalam kawasan hutan yaitu areal terbangun, sawah, tambak, dan ladang perkebunan. Pola perubahan penutup lahan masyarakat selama 29 tahun adalah mendekati pola mengelompok. Pola keruangan menyimpulkan bahwa penggunaan kawasan hutan terjadi karena kebutuhan akan lahan akibat pengembangan wilayah, pembangunan infrastruktur yang melewati kawasan hutan, bertambahnya jumlah penduduk, dan kesalahan perizinan pertanian/non pertanian dimasa lampau. Masyarakat asli baik individu, kelompok dan pendatang, serta masyarakat pelaku usaha menjadi aktor utama. Perolehan lahan di kawasan hutan dari peninggalan orang tua dengan didukung kemampuan fisik lingkungan menjadi penciri bagaimana sebaran tersebut sudah terjadi dan konsisten hingga saat ini.

Agrarian Reform is a systematic and planned effort to create welfare and social justice. Agrarian reform begins with restructuring the control, use and utilization of land and other natural resources. Agrarian reform for forestry areas is carried out in resolving land tenure in forest areas (PPTKH) in the form of legalization of assets and access to agrarian objects in forest areas. One of the first steps in this activity is to identify lands that are potential objects of agrarian reform. Identification directly in the field will require a lot of human resources, a long time and a large cost. This study aims to determine the use of optical remote sensing technology images with medium spatial resolution to identify potential agrarian reform objects in forest areas. The object of research is Banyuasin Regency which is one of 364 regencies in Indonesia which is a priority in resolving land tenure in forest areas. The research method used is a combination method of quantitative and qualitative (concurrent triangulation). The satellite imagery used is the multitemporal Landsat satellite imagery, namely Landsat 5 imagery of 1990, Landsat 7 of 2000 and 2010, and Landsat 8 of 2019. Supervised classification (maximum likelihood) is used to obtain vegetated land cover. Spatial analysis uses ArcGIS software which is used to obtain consistency of community land cover based on type for 29 years. Analysis of spatial patterns is used to understand the patterns of change that occur based on social aspects that have been obtained through in-depth interviews. The social situation that is observed in depth includes the activities of people (actors) in the research places. The sampling technique used was purposive sampling, namely selecting certain people according to the information and data required. The potential objects for agrarian reform are analyzed based on the classification and interpretation of land cover by considering the type of land use by the community, the consistency and historical land cover pattern, the time of appointment as the boundary of the forest area and the function of the forest area. The results of this study indicate that remote sensing data can be used to identify potential objects of agrarian reform with an overall accuracy of > 80%. The total area of land use / utilization by the community in the study location was 42.236.53 ha which was proven to be consistent based on the position, pattern and type of forest area use. Of the total area, the use and utilization of land that exceeded 20 years was 11.685.46 ha. The results of the spatial analysis of the four Landsat images resulted in four types of land cover that have potential as objects of agrarian reform in forest areas, namely built-up areas, rice fields, ponds, and plantation fields. The pattern of changes in community land cover in forest areas for 29 years is close to the cluster pattern. The spatial pattern concludes that the use of forest areas occurs because of the need for land due to the development of the area, especially the Tanjung Api-Api Special Economic Zone, infrastructure development that passes through forest areas, increasing population, lack of supply of agricultural land and homestead land, and agricultural / non-agricultural licensing errors in the past. Indigenous people such as individuals, groups and migrants, and also business community are the main actors. The land acquisition in forest areas from parents' legacy supported by the environment physical capacity characterizes how the distribution has occurred and is consistent to the present day.

Kata Kunci : Landsat, community, agrarian reform, land cover, spatial pattern.