"Antara Aman dan Rentan": Perilaku Pencarian Kesehatan pada Perempuan Pelaku Aborsi di Yogyakarta
HANIFATUS SALWA, Dr. Atik Triratnawati, M.A.
2020 | Tesis | MAGISTER ANTROPOLOGIKehamilan tidak diinginkan dan aborsi adalah dua fakta sosial yang tidak dapat dipisahkan, bagai api dengan asap. Sayangnya, fakta ini diikuti oleh akses yang sulit terhadap perawatan aborsi aman, sehingga perempuan mengalami kerentanan. Tidak sedikit perempuan lalu memanfaatkan layanan informal dengan membeli obat-obatan untuk menggugurkan kandungan secara mandiri melalui internet atau iklan 'telat haid/telat bulan' sebagaimana marak di Yogyakarta. Upaya ini ditempuh sebagai jalan pintas untuk keluar dari persoalan kehamilan tidak diinginkan. Adanya fakta demikian, maka penelitian antropologi berbasis medical studies ini bermaksud menggali bagaimana siasat perempuan dalam berperilaku mencari kesehatan dan keamanan aborsi dalam rangka mengurangi kerentanan, sekaligus mendalami mengapa sistem pendukung di balik kehidupan perempuan berkontribusi menjadi penentu kejadian aborsi aman atau rentan. Penelitian dilakukan di Yogyakarta sebagai satu-satunya wilayah dengan fenomena iklan 'telat haid/telat bulan' yang terpasang di ruang publik. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan sejak Januari-Maret 2019. Penelitian kualitatif berbasis studi kasus ini mengambil sembilan informan perempuan yang melakukan aborsi, mewakili rentang usia 18-30 tahun, dengan status lajang dan menikah, dan beragam profesi (pelajar/mahasiswi, pekerja, dan ibu rumah tangga). Informan pendukung antara lain penyedia jasa aborsi (aborsionis), penyedia iklan 'telat haid/telat bulan', serta staf konselor LSM terkait penanganan aborsi (Rifka Annisa Women's Crisis Center, PKBI, dan Samsara). Pengumpulan data penelitian deskriptif analitis ini dilakukan dengan metode studi pustaka dan studi lapangan, yang terdiri dari wawancara mendalam, life history, dan diskusi kelompok terarah. Hasil penelitian mengungkapkan sembilan informan perempuan mengambil keputusan aborsi atas dasar indikasi sosial, bukan indikasi medis. Satu keunikan yang ditemukan dari pendekatan life history bahwa kisah traumatis dalam relasi keluarga para perempuan ini berpengaruh menentukan latar belakang mereka sampai pada tahap membutuhkan jasa aborsi. Kekuatan masa lalu yang menentukan masa kini. Dimensi kesulitan keputusan membuat aborsi perempuan menjadi rentan secara struktural dan kultural. Secara antropologis, aborsi sepenuhnya dikatakan aman dalam perspektif lokal Yogyakarta apabila terbebas dari sanksi sosial dan tekanan psikologis, serta terhindar dari komplikasi medis. Aborsi mandiri dengan obat-obatan (self-abortion) yang dilakukan oleh sembilan perempuan sebagai wujud siasat perilaku mencari kesehatan dan keamanan mereka, juga sebagai pola strategi dominan dalam upaya mengurangi kerentanan yang berupa intervensi meminimalkan risiko sosial melalui opsi privasi. Opsi privasi menjadi salah satu aspek yang dijangkau oleh sistem pendukung -selain aspek kepercayaan, persepsi risiko, kebermanfaatan, dan biaya- hingga mampu menjadi penentu pemilihan strategi keputusan aborsi yang aman atau rentan.
Unwanted pregnancy and abortion are two inseparable social facts, like fire with smoke. Unfortunately, this fact is accompanied by difficult access to safe abortion care, leaving women vulnerable. Not a few women then take advantage of informal services by buying medicines for self-abortion through internet or advertisements for 'late menstruation/late months' as is prevalent in Yogyakarta. This effort was taken as a shortcut to get out of the problem of unwanted pregnancy. Given such facts, this medical studies-based anthropological research intends to explore how women's strategies to behave in seeking health and safety in abortion in order to reduce vulnerability, as well as explore why the support system behind women's lives contributes to determining the incidence of safe or vulnerable abortion. The study was conducted in Yogyakarta as the only region with the phenomenon of 'late menstruation/late months' advertisements displayed in public spaces. The study was conducted for three months from January to March 2019. This case study-based qualitative research took nine female informants who had an abortion, representing the age range 18-30 years, with single and married status, and various professions (student, worker, and housewife). Supporting informants include abortion service providers (abortionists), 'late menstruation/late months' advertising providers, and NGOs counselor staff related to abortion management (Rifka Annisa Women's Crisis Center, PKBI, and Samsara). The data collection of this descriptive analytical research was carried out with literature study and field study methods, which consisted of in-depth interview, life history, and focus group discussions (FGD). The results revealed nine female informants made abortion decisions based on social indications, not medical indications. One uniqueness found from the life history approach is that the traumatic story in the family relationships of these women has an effect on determining their background to the point where they need abortion services. The power of the past determines the present. The dimension of decision difficulty makes women's abortion structurally and culturally vulnerable. Anthropologically, abortion is fully said to be safe in the local perspective of Yogyakarta if it is free from social sanctions and psychological pressure, and is protected from medical complications. Self-abortion by nine women as a form of their health-seeking behavior and safety-seeking behavior strategy, as well as a dominant strategy pattern in an effort to reduce vulnerability in the form of interventions to minimize social risks through privacy options. The privacy option is one of the aspects covered by the support system -apart from aspects of trust belief, risk perception, perceived benefit, and cost- so that it is able to determine the choice of strategy for safe or vulnerable abortion decisions.
Kata Kunci : aborsi mandiri, kerentanan, perilaku pencarian-kesehatan, perilaku pencarian-keamanan, sistem pendukung