Laporkan Masalah

Analisis Induksi Poliploid Bawang Merah 'Tiron' (Allium cepa L. 'Tiron') Menggunakan Bio-Catharanthine dan In-Silico Senyawa Anti-viral

ANNISA SHOLIKHAH, Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc.; Dr. R. Tedjo Sasmono, Ph.D; Prof. Dr. Drs Purnomo, M.S.

2020 | Tesis | MAGISTER BIOLOGI

Bawang merah (Allium cepa) merupakan salah satu tanaman tropis anggota famili Amaryllidaceae yang menjadi komoditas penting di dunia, baik untuk bahan makanan maupun farmasi. Salah satu permasalahan bawang merah di Indonesia saat ini ialah menurunnya tingkat produktivitas bawang merah akibat hama, penyakit dan perubahan cuaca yang tidak menentu. Salah satu solusi untuk masalah ini ialah poliploid pada bawang merah. Poliploid ini dapat meningkatkan ketahanan bawang merah dan juga produksi metabolit sekunder penting, misalnya senyawa anti-viral. Induksi poliploid in-vitro dilakukan dengan perlakuan bio-catharanthine (0%; 0,2%; 0,4%; 0,6%; dan 0,8% m/v) dan lama waktu perlakuan (12, 20, dan 28 jam). Penentuan poliploid akan dilakukan dengan penghitungan kromosom. Karakter fenotipik bawang merah dianalisis pada fase pertumbuhan 20 Days After Indcution (DAI). Analisis in-silico anti-dengue mengunakan senyawa quercetin, allicin, alliin, dan ajoene. Aplikasi yang digunakan ialah SPSS 23.0, Avogadro 1.2.0, AutoDockTools 4.2, Discovery Studio v.20.1.0.19.295. Hasil uji menunjukkan bahwa konsentrasi optimum bio-catharanthine ialah 0,2% dan 0,4% (m/v) dengan 12 jam perendaman akar. Perlakuan tersebut dipilih karena menghasilkan bawang merah mixoploid tanpa menyebabkan lethal. Pengamatan in-silico pada anti-dengue senyawa antivirus bawang merah menunjukkan potensi quercetin sebagai anti-dengue dengan cara berinteraksi dengan domain katalitik dari protein NS5 dan NS2B/NS3. Ajoene memiliki energi tertinggi (berikatan dengan sangat lemah) dalam interaksi NS2B/NS3...Ajoene tetapi memiliki energi ikatan terkecil kedua dalam interaksi NS5...Ajoene.

Shallot (Allium cepa) belongs to the Amaryllidaceae family and become one of the important commodities in the world. The biggest challenge to cultivate this plant is the decrease in productivity caused by pests, disease, and climate change. One solution is to make a superior variety with artificial polyploidy. Polyploidy can increase the defenses of shallot and also produce important secondary metabolites that have antiviral activity. Artificial polyploidy conducted with bio-catharanthine treatment (0%, 0.2%, 0.4%, 0.6%, and 0.8% m/v) and time of treatment (12, 20, and 28 hours). Polyploidy identification was analyzed with root chromosome counting. 20 Days after Treatment (DAI) shallot measured its phenotypes, and then analyzed it with SPSS 23.0. In-silico analysis is using Avogadro 1.2.0, AutoDockTools 1.5.6, and Discovery Studio v20.1.0.19295. The shallot's antiviral compounds are quercetin, allicin, alliin, and ajoene. The optimum concentrations of bio-catharanthine are 0.2% and 0.4% (m/v) with 12 hours of treatment and resulted in no lethal rate and mixoploidy plants. In silico anti-dengue results showed if quercetin can be anti-dengue by interacted with catalytic domain of NS5 and NS2B/NS3 protein. Ajoene has the highest energy (the weakest binding) in NS2B/NS3...Ajoene interaction but it become second lowest energy (second strongest binding) in NS5...Ajoene interaction.

Kata Kunci : Bawang merah, bio-cataranthine, polyploid, in-silico, anti-dengue, protein NS5, protein NS2B/NS3

  1. S2-2020-432375-abstract.pdf  
  2. S2-2020-432375-bibliography.pdf  
  3. S2-2020-432375-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2020-432375-title.pdf