Media dan Kekuasaan: Kegagalan Membangun Kemerdekaan Pers Pada Periode Awal Kemerdekaan (1950-1959)

SURYA HIDAYAT, Dr. Farabi Fakih, M.Phil

2020 | Skripsi | S1 SEJARAH

Penelitian ini berisi tentang upaya membangun kemerdekaan pers di Indonesia pada periode 1950-an. Selama ini pembahasan mengenai pers di Indonesia lebih fokus pada periode setelah Sukarno, karena adanya tekanan besar dari pemerintah Suharto. Selain itu pada periode Suharto sudah ada undang-undang pers tahun 1966. Yang dilupakan adalah periode 1950-an, padahal periode ini adalah periode awal dicetuskannya ide untuk mebuat Undang-undang pers sendiri menggantikan Undang-undang pers warisan Belanda yang dekat dengan isu pembredelan terhadap pers. Selain itu periode 1950-an adalah fase dimana pers mencapai kemerdekaan pers tertingginya yaitu kebebasan untuk mengkritik sisi politik, ekonomi bahkan sampai kepada moral dan personal dari pejabat negara. Melihat usaha membangun dan gagalnya kemerdekaan pers di tahun 1950-an ini juga tidak bisa dileaskan dari kondisi politik nasional baik sipil maupun keterlibatan pihak militer dalam regulasi nasional salah satunya terkait kemerdekaan pers. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gagalnya upaya membangun kemerdekaan pers di Indonesia pada 1950-an karena ketidakstabilan politik dan 'perselingkuhan' yang terjadi diantara elit politik nasional untuk membatasi kemerdekaan pers.

This research is about the effort to build press freedom in Indonesia in the 1950s. All this time the discussion on the press in Indonesia has focused more on the period after Sukarno, because of the great pressure from the Suharto government. In addition, the Suharto period had a press law in 1966. What was forgotten was the 1950s period, even though this period was the initial period when the idea of making a press law was put in place to replace the legacy press laws of the Netherlands which were close to the issue of banning the press. In addition, the 1950s was the phase where the press achieved its highest press freedom, namely the freedom to criticize the political, economic and even moral and personal aspects of state officials. Seeing the efforts to build and the failure of press freedom in the 1950s, this cannot be separated from the national political conditions, both civil and military involvement in national regulations, one of which is related to press freedom. From this research it can be concluded that the failure to build press freedom in Indonesia in the 1950s was due to political instability and 'cheating' that occurred among national political elites to limit press freedom.

Kata Kunci : Kemerdekaan Pers, Undang-undang Pers, Militer, Kolonial, Pembredelan.