Analisis Teknologi Blockchain Sebagai Solusi Asimetri Kekuasaan Pemberian Bantuan Kemanusiaan Kamp Pengungsi Suriah di Yordania
Nida Azarine Irmanti, Poppy Sulistyaning Winanti, Dr., M.P.P., M.Sc.
2020 | Skripsi | S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONALBantuan humanitarian sering diasosiasikan dengan sistem bermasalah yang kesulitan memenuhi tujuan meringankan penderitaan bagi orang-orang yang terdampak krisis. Masalah inti yang ditemui yakni keberadaan asimetri kekuasaan yang menekankan pada akuntabilitas terhadap donor oleh organisasi penyalur bantuan, yang berakibat pada terabaikannya kebutuhan korban krisis. Oleh karena itu, untuk memberikan bantuan secara efektif organisasi penyalur perlu merujuk pada data di lapangan sekaligus untuk meyakinkan donor bahwa dana mereka tersampaikan sebagaimana seharusnya. Dinamika yang demikian hanya dapat dicapai dengan melibatkan korban krisis secara aktif dalam pembentukan strategi penyampaian bantuan. Di sii peran teknologi blockchain. Teknologi disruptif ini memungkinkan transparansi lebih, sehingga donor dan organisasi penyalur mampu melacak arah bantuan serta dana. Juga, otomatisasi transaksi mengurangi biaya yang biasa disalurkan ke pihak ketiga seperti bank.Terakhit, fitur smart-contract memungkinkan penerima bantuan dan penyalur menegosiasikan persyaratan terjadinya transaksi sehingga kesemua pihak memiliki daya tawar sebanding. Contoh keberhasilan aplikasi sistem blockchain dalam bantuan humanitarian ditunjukkan oleh kamp pengungsi Suriah di Yordania. Dipercaya, fitur teknologi blockchain di atas merupakan kunci untuk mengarahkan bantuan humanitarian sehingga lebih efektif seperti yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam tulisan ini. Dengan menggunakan teori actor-network tulisan ini bertujuan menjelaskan bagaimana perubahan relasi antara kesemua pihak penyaluran bantuan humanitarian pasca aplikasi teknologi blockchain di kamp pengungsi Suriah mampu mengurangi dampak asimetri kekuasaan.
Humanitarian aid delivery in many cases is associated with a faulty system that often fails to meet the objective of relieving suffering for people affected by crisis. The core problem identified here is the asymmetry of power that emphasizes accountability towards donors, often at the cost of neglecting the crisis victims�¢ï¿½ï¿½ needs. Thus, in order to effectively deliver aid to those in need, aid organizations need to refer to data taken from the field which also helps to ensure that donors�¢ï¿½ï¿½ fund is being distributed accordingly. Such dynamics could only be achieved by actively involving crisis victims in the formulation of aid delivery strategy. This is where blockchain technology comes into play. This disruptive technology provides greater transparency; allowing donors and aid organizations alike to trace fund and aid. Additionally, the automation of aid transaction means less money is outsourced to third parties such as banks. Lastly, the greatest feature of blockchain called smart-contract allow for aid provider and receiver alike to negotiate terms under which transaction can occur, giving both equal bargaining power. The Syrian Refugee Camp in Jordan is a proof of the systems transformative power. It is believed that the traits above are key in transforming humanitarian aid delivery towards a more effective direction, as will be explained in this thesis. Using actor network theory, this thesis aims to explain how the changing nature of relationship between aid delivery stakeholders following the introduction of blockchain in the Syrian camp aid delivery system helps to mitigate the harms of power asymmetry. Keywords: blockchain, humanitarian aid, Syrian refugee, World Food Programme, actor network theory, technology
Kata Kunci : Blockchain, bantuan humanitarian, pengungsi Suriah, World Food Progamme, actor network, teknologi