Student Hijo Karya Marco Kartodikromo :: Analisis hegemoni Gramscian
HARJITO, Dr. Faruk
2002 | Tesis | S2 SastraPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui formasi ideologi Student Hijo (SH) karya Marco Kartodikromo, hubungan persamaan formasi tersebut dengan formasi ideologi dalam masyarakat, dan hubungan historis SH sebagai bagian dari negosiasi ideologi yang terjadi dalam masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah materialisme historis, yaitu melihat masyarakat dalam perspektif menciptakan masyarakat baru dan dalam konteks dialektika antara kekuatan material dengan kekuatan ideologi. Teori yang dipakai adalah teori hegemoni Gramsci yang menekankan pentingnya kesadaran atas proses material. SH mengandung ideologi kolonialisme, kapitalisme, rasialisme, liberalisme, demokrasi, feodalisme, humanisme, teisme, dan nasionalisme. Jepris dan Anna adalah tokoh intelektual organik dengan ideologi rasialisme-kolonialisme. Hijo, R. Potronoyo, dan Prayoga adalah intelektual tradisional. Regent Jarak merupakan pemimpin kelompok subaltern. Betje dan Walter disebut tokoh negosiator. Keloinpok szihullern inenentang rasialisme-kolonialisine kelompok dominan. Kolonialisme digerogoti nasionalisme dan rasialisme ditentang demokrasi. Kebudayaan hegemonilc berupa rasialisme-kolonialisme. Kebudayaan endapan berupa feodalisme. Kebudayaan yang sedang bangkit berupa demokrasi dan nasionalisme chulnvinistrk dengan retorika tradisi. SH masih melanggengkan feodalisme karena dua hal. Pertama, adanya perkawinan antara intelektual tradisional (Hijo) dengan priyayi (Wungu). Kedua, asas keturunan dalam jabatan, yaitu Wardoyo yang menjadi regent menggantikan papanya. Kelompok subultern sampai pada fase hegemonik karena telah melengkapi diri dengan ideologi nasionalisme chuuvinistik. Hegemoni tersebut bersifat lokal, belum global. Paduan hanya sebatas perkawinan saudagar dan priyayi; ideologi agama diperalat oleh nasionalisme; dan kelompok negosiator tidak diberi kesempatan berpadu dengan tidak adanya perkawinan lintasbangsa. Ada dua alasan mengapa Marco terperangkap feodalisme. Pertama, dalam usaha membangun hegemoni Marco harus menyesuaikan nasionalisme dengan tradisi feodalisme yang kuat dalam masyarakat. Kedua, Marco belum dapat melepaskan diri dari pola dikotomis bumi putra-kolonial. Belanda menerapkan rasialisme dan mendukung feodalisme. Kolonialisme Belanda berkait dengan perkembangan kapitalisme. Dalam peinikiran etis penjajahan Belanda dibenarkan, bahkan dibutuhkan Hindia. Belanda bertanggung jawab atas Hindia yang inasih terbelakang. Kesemua itu disebut wacana kolonial. SH dituturkan dalam bahasa Melayu sebagai usahamenumbuhkan masyarakat yang berbeda dari masyarakat kolonial. Marco ddn SH menyuarakan counter hegemoni untuk inerongrong hegemoni Pemerintah Kolonial. SH adalah wacana perlawanan dan inemfasilitasi kekuatan progresif revolusioner untuk membentuk hegeinoni dan budaya baru meskipun baru pada tahap awal karena SH masih terperangkap feodalisme.
The objective of this study is to find out the ideological formation of Marco Kartodikromo’s Student Hijo (SH), the correlation between similar formation of SH and those formation found in society, and historical correlation of SH as an ideological negotiation in society. The method used in this research is historical materialism, which tries to view society in a perspective of forming new society in a dialectical context between material and ideological power. The theory used is Gramsci’s theory of hegemony which stresses on the recognition significantly participated in material processes. All covers thc idcology of colonialism, capitalism, racialism, liberalism, democracy, feodalism, humanism, theism, and nationalism. The organical intellectual character’s are Jepris and Anna with their main ideoloby racialismcolonialism. RPotronoyo, and Prayoga were traditional intellectuals. Ikgent Jar& was the leader of the subaltern group. Betje and Walter wex negotiators. Subaltern group struggled against racialism-colonialism of dominant group. Colonialism was destroyed by nationalism. Racialism was displaced by democracy. Hegemonic cul titre was racial ism-colonial ism. Root cul tiire was feodalism. The rising culture was democracy and chauvinistic nationalism with rhetorical tradition. SH maintained and strengthened feodalism because of two things. Firstly, the existencc of marriage between traditional intellectual and noble person, in which Hijo married Wungu. Secondly, the existence of descendent principle in position, in which Wardoyo became a regent, replacing his father. The subaltern group came to hegemonic phase for they had equiped themself with nationalism chauvinistic ideology with rhetorical tradition. Hegemony had local characteristic and it had not been global yet. Such combination happened merely between merchandisher and noble men marrieaged; religion ideologi was only used by nationalism; negotiator group was not given any chance to fuse by leaving behind cross-nation marriaged. There were two reasons why Marco was still trapped in feodalism. First, in building his hegemony Marco negotiated nationalism ideoloby and strong feodalism tradition in society. Second, Marco cwld not get rid of dichotomy bumi putru-colony. Dutch applied racialism and supported feodalism. Dutch colonialism was in relation to ihe improvement of capitalism. In the view of ethic, Dutch colonialism in Hindia was right and even was needed. Dutch was responsible for Hindia which was left behind. These are all colonialism discourse. SH is expressed in Malay as en effort to develop a society different from colonial society. Marco and SH spread over counter hegemony to reduce the hegemony of colonial government. SH is a counter discourse. SH facilitates progressive revolutionary power to form new hegemony and culture although it is an initial step because SH is still trapped in feodalism.
Kata Kunci : Sastra Indonesia,Student Hijo,Marco Kartodikromo