PERBEDAAN JARAK SELA IGA ORANG INDONESIA ANTARA PASIEN EMFISEMA PULMONUM DENGAN ORANG NORMAL
CHARLES KING WIJAYA, dr. Yana Supriatna, Ph.D, Sp.Rad (K).; dr. Anita Ekowati, Sp.Rad(K)
2020 | Tesis-Spesialis | RADIOLOGILatar Belakang : PPOK merupakan penyebab kematian dan kecacatan ke-6 dan ke-10 di negara berpenghasilan sedang dan rendah, terdiri dari kombinasi emfisema dan bronkitis kronis. Abnormalitas radiografi PPOK kebanyakan sama dengan emfisema yaitu overinflasi dan destruksi paru. Overinflasi adalah prediktor terbaik adanya emfisema, dapat tidak dijumpai tetapi terutama dijumpai pada barrel chest. Pendataran diafragma ialah tanda overinflasi terpercaya sedangkan sela iga melebar syarat pada barrel chest. Besar jarak antar iga yang dikatakan sela iga melebar bersifat subjektif atau kualitatif sehingga dapat menimbulkan variasi interpretasi antar pengamat. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui perbedaan jarak sela iga orang Indonesia antara pasien emfisema pulmonum dengan pasien normal. Metode Penelitian : Penelitian observasional analitik, cross sectional, retrospektif dengan non-probability consecutive sampling. Populasi target adalah pasien PPOK orang Indonesia. Populasi terjangkau adalah 1593 pasien PPOK orang Indonesia yang berobat rawat jalan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dari Januari 2016 hingga Desember 2019. Jarak sela iga pada sampel X-foto toraks posteroanterior (PA) pasien PPOK dengan pendataran diafragma dibandingkan dengan sampel orang normal, dilanjutkan subanalisis. Hasil : Hasil 3 kali pengukuran didapatkan reliabilitas intraobserver dan interobserver sangat baik, distribusi data normal, dan uji t tidak berpasangan didapatkan rata-rata jarak sela iga pada 201 X-foto toraks kelompok PPOK lebih kecil secara bermakna dibandingkan 201 X-foto toraks kelompok normal, yang pada subanalisis didapatkan rata-rata jarak sela iga pada 34 X-foto toraks kelompok PPOK dengan low diaphragm (1,64 cm pada 3 kali pengukuran) lebih besar secara bermakna dibandingkan 34 X- foto toraks kelompok normal dengan inspirasi dalam (1,49 cm, 1,50 cm, 1,49 cm) dengan p = 0,034, 0,026, dan 0,031. Simpulan : Jarak sela iga orang Indonesia berbeda bermakna antara pasien emfisema pulmonum dengan orang normal, dimana jarak sela iga pasien emfisema pulmonum dengan pendataran diafragma dan low diaphragm (1,64 cm) lebih lebar secara kuantitatif dibandingkan orang normal dengan inspirasi dalam (1,50 cm) pada X-foto toraks PA.
Background : Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is the 6th and 10th leading causes of mortality and disability in moderate and low economic countries, composed of emphysema and chronic bronchitis. Most of radiographic abnormalities between COPD and emphysema are similar, consist of overinflation and pulmonary destruction. Overinflation is the best predictor of emphysema, can be not found but mostly found in barrel chest. Flattening diaphragm is a reliable sign in overinflation, widening intercostal spaces is a condition in barrel chest. Widening intercostal spaces is still subjective or qualitative that makes variation in interobserver interpretation. Aims : To know the difference of intercostal spaces between Indonesian pulmonary emphysema patients and normal. Methods : Analytic observational research, cross sectional design, retrospective with non-probability consecutive sampling. Target population were Indonesian COPD patients. Accessible population were 1593 Indonesian COPD out-patients of Sardjito General Hospital in Yogyakarta from January 2016 until December 2019. Intercostal spaces of posteroanterior (PA) chest radiograph samples between COPD patient with flattened diaphragm and normal were compared, followed by subanalysis. Results : Three time measurements found excelllent intraobserver and interobserver reliabilities, parametric data distributions, and independent sample t-test found that the mean of intercostal spaces of 201 chest radiographs of COPD patients were signficantly narrowed than 201 normal chest radiographs. Subanalysis found that the mean of intercostal spaces of 34 chest radiographs of COPD patients with low diaphragm (1,64 cm on 3 time measurements) were signficantly widened than 34 normal chest radiographs with deep inspiration (1,49 cm, 1,50 cm, 1,49 cm) with p =0,034, 0,026, and 0,031. Conclusion : There were significantly differences of the mean of intercostal spaces b etween Indonesian pulmonary emphysema patients and normal, which was quantitatively widened on emphysema with flattened and low diaphragm (1,64 cm) compared with normal patients with deep inspiration (1,50 cm) on PA chest radiograph.
Kata Kunci : Jarak sela iga, emfisema pulmonum, PPOK, Intercostal space, pulmonary emphysema, COPD