Laporkan Masalah

Delimitasi Landas Kontinen Ekstensi Antara Indonesia dan Mikronesia Menggunakan Metode Pendekatan Tiga Tahap

SAFIRA NAOMI S, I Made Andi Arsana, S.T., M.E., Ph.D.

2020 | Skripsi | S1 TEKNIK GEODESI

Salah satu zona maritim kewenangan negara pantai adalah Landas Kontinen. Kewenangan atas Landas Kontinen ditentukan berdasarkan aspek jarak yaitu 200 mil laut diukur dari garis pangkal dan aspek geologis yang menunjukkan bahwa kepanjangan alamiah kontinen tersebut berada di suatu titik yang jaraknya lebih dari 200 mil laut apabila ada. Batas terluar Landas Kontinen lebih dari 200 mil laut atau Landas Kontinen Ekstensi (LKE) disubmisi kepada sebuah badan PBB yaitu Commission on the Limit of Continental Shelf (CLCS). Indonesia telah melakukan submisi hasil delineasi batas terluar Landas Kontinen Ekstensi di utara Papua pada tahun 2019. LKE yang disubmisi Indonesia tersebut mengalami tumpang tindih dengan LKE yang disubmisi Mikronesia pada tahun 2013 lalu. Tumpang tindih LKE antara Indonesia dan Mikronesia tersebut dapat diselesaikan salah satunya dengan melakukan delimitasi batas maritim. Pada penelitian ini dilakukan delimitasi batas LKE antara Indonesia dan Mikronesia di utara Papua menggunakan metode Pendekatan Tiga Tahap. Penelitian ini dimulai dengan melakukan pengecekan kesesuaian titik LKE yang disubmisi Indonesia dan Mikronesia dengan deskripsi yang tertera dalam dokumen submisi LKE ke CLCS. Pengecekan tersebut menunjukkan hasil bahwa sebagian titik LKE yang disubmisi Indonesia dan Mikronesia tidak sesuai deskripsi sehingga perlu dilakukan modifikasi dalam pembentukan area LKE untuk keperluan delimitasi dalam penelitian ini. Setelah diperoleh area submisi LKE Indonesia dan Mikronesia termodifikasi selanjutnya dilakukan delimitasi. Delimitasi metode Pendekatan Tiga Tahap meliputi konstruksi garis batas sementara, modifikasi garis batas sementara berdasarkan faktor relevan yaitu garis pantai dan area relevan, dan uji disproporsionalitas. Hasil dari penelitian ini yaitu dua garis batas LKE yang membatasi dua area tumpang tindih antara Indonesia dan Mikronesia. Luas area tumpang tindih hasil delimitasi yang diperoleh Mikronesia yaitu 21.331,500 km2 sedangkan Indonesia yaitu 79.707,907 km2, dengan perbandingan luas yaitu 1:3,74. Secara keseluruhan, luas LKE tumpang tindih yang didelimitasi dan luas LKE yang disubmisi dan bebas sengketa yang diperoleh Indonesia yaitu 174.754,359 km2 sedangkan Mikronesia yaitu 63.604,013 km2. Berdasarkan hasil delimitasi tersebut diperoleh selisih antara luas LKE termodifkasi yang disubmisi dengan LKE keseluruhan hasil delimitasi yaitu seluas 21.331,500 km2 untuk Indonesia dan 79.707,907 km2 untuk Mikronesia. Hasil delimitasi LKE dalam penelitian ini merupakan solusi yang adil bagi Indonesia dan Mikronesia.

One of the maritime zones of coastal state authority is the Continental Shelf. Authority over the Continental Shelf is determined based on distance aspects of 200 nautical miles measured from the baseline and geological aspects which indicate that the natural prolongation of the continent is at a point more than 200 nautical miles away. The outermost boundary of delineation results of the Continental Shelf is submitted to a UN technical body namely Commission on the Limit of Continental Shelf (CLCS). Indonesia has submitted the results of the delineation of the outer boundary of the ECS in the area of north Papua in 2019. The area of submitted ECS by Indonesia is overlapping with the ECS submitted by Micronesia in 2013. ECS dispute settlement between Indonesia dan Micronesia can be resolved by using maritime boundary delimitation. In this study. ECS dispute between Indonesia and micronesia can be resolved by implementation of delimitation using the Three Stage Approach method. The research began by checking the suitability of the ECS points submitted by Indonesia and Micronesia with the descriptions contained in the documents filing the ECS to CLCS. The check shows the results that some of the ECS points submitted by Indonesia and Micronesia do not match the description so that it is necessary to modify the establishment of ECS area for the purpose of delimitation in this study. After the area of submission of modified ECS Indonesia and Micronesia was obtained, delimitation was carried out. Delimitation of the Three Stages Approach method includes the construction of provisional equidistant line, modification of provisional equidistant line based on relevant factors namely the coastline and relevant areas, and disproportionality test. The results of this study are two ECS boundaries which limit the two overlapping areas between Indonesia and Micronesia. The area of overlapping delimitation results obtained by Micronesia is 21.331,500 km2 while Indonesia is 79.707,907 km2, with ratio of 1: 3,74. Overall, the overlapping ECS area that was delimited and the ECS area submitted and free from disputes obtained by Indonesia is 174.754,359 km2 while Micronesia is 63.604,013km2. Based on the results of the delimitation obtained, the difference between the area of the modified ECS which was submitted with the overall ECS of the results of the delimitation are 21.331,500 km2 for Indonesia and 79.707,907 km2 for Micronesia. The result of ECS delimitation in this study is equitable solution for Indonesia and Micronesia.

Kata Kunci : Landas Kontinen Ekstensi, delimitasi, Pendekatan Tiga Tahap (Three-Stage Approach).

  1. s1-2020-400015-abstract.pdf  
  2. s1-2020-400015-bibliography.pdf  
  3. s1-2020-400015-tableofcontent.pdf  
  4. s1-2020-400015-title.pdf