Pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
M FAKHRI MUHSIN, Dr. Supriyadi, S.H., M.Hum.
2020 | Skripsi | S1 HUKUMPenelitian dalam Penulisan Hukum ini secara objektif memiliki tujuan untuk mengetahui parameter-parameter yang harus diperhatikan pemerintah Indonesia sebelum memutuskan melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam memberantas tindak pidana terorisme serta mekanisme lanjutan setelah pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk melibatkan TNI dalam memberantas tindak pidana terorisme. Jenis penelitian dalan Penulisan Hukum ini termasuk dalam penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang mengkaji data sekunder. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa bahan kepustakaan yang diperkuat dengan wawancara terhadap narasumber untuk memperoleh praktek-praktek pelaksanaan hukum di lapangan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan hasilnya disampaikan secara deskriptif sehingga hasil dari analisis data tersebut dapat menghasilkan suatu kesimpulan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Penelitian ini memiliki dua kesimpulan. Pertama, prinsip proporsionalitas dan prinsip koordinasi merupakan dua parameter penting dalam pelibatan TNI lantaran pemerintah Indonesia pada Era Reformasi menggunakan pendekatan criminal justice model dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Prinsip proporsionalitas pelibatan TNI tersebut setidaknya dapat diwujudukan melalui lima parameter, yaitu pelibatan TNI merupakan bagian dari Operasi Militer Selain Perang (OMSP); TNI hanya dapat dilibatkan dalam kondisi krisis; keputusan melibatkan TNI diambil setelah melewati proses penilaian ancaman (threat assessment) yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis; pelibatan TNI merupakan pilihan terakhir (last resort); dan pelibatan TNI harus memiliki akuntabilitas hukum. Sedangkan prinsip koordinasi dapat dilihat dari koordinasi antara TNI dengan Kedubes Indonesia di Thailand dan Bakin dalam Operasi Woyla (1981) serta koordinasi antara TNI dengan Polri dan Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah dalam Operasi Camar Maleo (2015) dan Operasi Tinombala (2016). Kedua, belum ada peraturan yang secara spesifik mengatur mengenai pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia. Pada prakteknya, pelibatan TNI tersebut didasarkan kepada kebijakan dan keputusan politik negara yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara Kapolri dan Komisi III DPR RI. Sedangkan mekanisme lanjutan pelibatan TNI tersebut didasarkan kepada Pedoman Kerja bersama dengan Polri.
This legal research objectively aims to find out the parameters that must be considered by the government of Indonesia before deciding to involve the Indonesian National Armed Forces (TNI) in the eradication of criminal acts of terrorism and advanced mechanism if the government together with House of Representatives (DPR) has decided to involve the TNI in the eradication of criminal acts of terrorism. The type of this legal research includes normative legal research, which examines secondary data in a form of library materials supported by interviews with resources persons to obtain the implementation of the law in practice. Data analysis in this research have been conducted qualitatively and delivered descriptively to conclude the answer in this research. This legal research has two conclusions. First, the principles of proportionality and coordination are two important parameters in involving TNI in eradication criminal acts of terrorism because the government of Indonesia in the Reformation Era use the criminal justice model approach in the eradication of criminal acts of terrorism. Proportionality princple can be implemented through five parameters: TNI's involvement is part of Military Operation Other Than War (MOOTW); TNI can only be involved in crisis conditions; the decisions to involve TNI are taken after going through a threat assessment that can be academically justified; TNI involvement is the last resort; involvement of the TNI must have legal accountability. Meanwhile, the coordination principle can be seen from the coordination of TNI with Indonesian Embassy in Thailand and the State Intelligence Coordination Agency in Woyla Operation (1981) and the coordination of TNI with the Indonesian National Police and Regional Government of Central Sulawesi in Camar Maleo Operation (2015) and Tinombala Operation (2016). Second, there are no regulations that specifically regulate the mechanism for involving TNI in the eradication of criminal acts of terrorism. In practice, TNI's involvement is based on state policies and political decisions formulated through a working relationship mechanism between Chief of the Indonesian National Police and Commission III of DPR. Meanwhile, advanced mechanism to involve TNI is based on Work Guidelines with the Indonesian National Police.
Kata Kunci : Terorisme, Tentara Nasional Indonesia, Operasi Militer Selain Perang