Konflik antar pendukung partai politik :: STudi kasus kekerasan massa di Dongos Jepara

SAHIDIN, Drs. Purwanto, M.Phil

2002 | Tesis | S2 Sosiologi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi konflik antar pendukung partai politik. Kajian ini didasarkan pada asumsi bahwa dengan eskalasi konflik antar pendukung partai politik semakin meningkat, tindakan kekerasan massa tidak mungkh dielakkan. Penelitian hi dilaksanakan di Dongos, Jepara dan dititikberatkan pada kajian studi kasus dengan rancang bangun menggunakan bentuk studi kasus tunggal (single case study). Metode pengumpulan data dalam studi kasus ini menggunakan (a) wawancara (b) observasi dan (c) dokumentasi. Data dianalisis menggunakan metode deskripsieksplanatoris dengan pendekatan sosiologis refleksif. Politisasi agama adalah keadaan yang membuat terjadinya konflik antar pendukung partai politik. Agama dijadikan alat legitimasi dan justifiasi politik. implikasi yang terjadi adalabn ketegangan antara partai agama versus partai pluralis. Partai agama menggunakan agama sebagai alat legitimasi politik. Di sisi lain partai pluralis menggunakan agama sebagai kekuatan kontrol dan sumber etik. Perbedaan pandangan ini dapat dimengerti karena agama mempunyai potensi politik dan kekuatan etik. Konflik politik keagamaan yang terjadi di Dongos, Jepara merupakan konflik politik internal NU. Intensitas konflik tersebut terjadi sesama warga nahdliyin, akibat dari separasi politik warga nahdliyin yang teridentifikasi pada PPP yang berazaskan Islam dan PKB berasaskan kebangsaan yang sifatnya inklusif dan pluralis. Keduanya mengakui bahwa sebagai worldview-nya adalah ahlu sunnah wal jama'ah (aswaja). Kekerasan massa di Dongus, Jepara benar-benar terbukti merupakan implikasi dari konflik antar pendukung partai politik berwajah agama khususnya internal NU. Ada tiga faktor pendukung analisis tersebut pertaama, akibat dari transisi rezim otoritarian berganti menjadi rezim reformasi, -sementara pemerintahan baru belum berjalan secara efektif dan demokratis-. Kedua, netralias elite NU dipertanyakan karena sikap ambiguitas, secara normatif mereka harus netral dari parpol, tetapi dalam kenyataannya mereka berpihak pada salah satu parpol. Ketiga, simplifikasi manipulasi identitas partai internal warga nahdliyin terhadap partai Islam dan partai sekuler. Konflik tersebut berakumulasi terjadi dalam bentuk konflik politik:transisi internal NU, secara teori disebut dengan konflik politik identitas komunal agama. Bersamaan dengan konflik politik internal NU itu, segregasi sosial sangat tajam dalam komunitas warga nahdliyin. Ini menandakan adanya kondisi masyarakat yang sangat rentan terhadap konflik-kekerasan. Konflik tidak hanya berdimensi horisontal, tetapi juga berdimensi vertikal. Oleh karena itu, penyelesaian konflik tersebut dibutuhkan pendekatan terpadu, yakni multitracks, problem-solving dialogue, dan institusi demokrasi.

This research aims to analyse the implication of conflict between constituent political party. This is based on assumption that It is impossible to avoid the masses' violence when there is more and more escalation of conflict between canstituent political party. This research held in Dongos Jepara and mainly focuses on case study review with framework using single case study form. The methods of data coflection in this case study are (a) interview, (b) observation, avd (c) documentation. We use descriptiveexplanatory method with reflective sociological approach to analyse the data. The poiliticization of religion is a state that make conflict between constituent political party. In this respect, the religion is used as a tool of legitimacy and justification for political. The implication happened is tension between religious party and secular party. The religius party uses religion as a tool of political legitimacy. On the other hand the secular party uses religion as a tool of controf and ethical source. This different view is understanable since religion has potential factor for poilitical and ethical power. Religious political conflict happened in Dongos Jepara was an internal conflict of NU. The intensity of the conflict happened amongg the nahdliyin due to political separation. They were identified as PPP with its Islamic principle and PKB with its nationalism that is inclusive and pluralist. Both of them admit ahlu sunnah wal jamaa'ah (aswaja) as their worldview. The masses' violence in Oongos Jepzlra really proved as the implication of conflict between constituency political party involving religion, particuiariy the internal members of NU. There are three factors that support the analysis. First, it was due to the transition from authoritarian regime to refom regime While the new government not yet ran effectively and democratically-. Second, there is an ambiguity of the elite of NU, the neutrality of the elite of NU questioned by a political party of the existing communrty. Third there are party's identiity manipulation simplification of the internal members of nahdliyin between islamic party and secular party. The conflict accumulated lead to political conflict: internal transition of NU, theoretically called as religious communal identity political conflict . A the same time, an extreme sharp social segregation in the community of nahdliyin happened. This indicates that there was a condition of the society that was sensitive to force conflict. The conflict was not just involving horizontal dimension, but it was also involving vertical dimension. Therefore it is needed a united approach to solve the conflict, namety munitracks, problem soMng dialogue, and the institution of democracy.

Kata Kunci : Konflik Antar Kelompok,Pendukung Partai Politik