Setawar sedingin; Sebuah model resolusi konflik masyarakat adat Bengkulu :: Studi kasus penyelesaian konflik nelayan di kota Bengkulu

SALAHUDDIN, Drs. Lambang Trijono, MA

2002 | Tesis | S2 Sosiologi

Penelitian ini difokuskan pada upaya untuk rnemperoleh wawasan tentang bagairnana praktek-praktek tradisional dapat menawarkan jalan alternatif un!uk mengakhiri konflik. Teori etnokonflik yang beragarn secara kultural berasal dari pandangan tentang konflik yang berlandaskan aka1 sehat dan dikonstrdksikan secara lokal, sedangkan etnopraxis adalah kebiasaan atau teknik untuk berhubungan dengan konflik yang berasal dari pandangan etnokonflik dan perlu dikernbangkan serta dipadukan ke dalarn konstruksi dari pendekatan penyelesaian konflik urnurn. Dari pandangan ini kemudian diletakkan setawar sedingin, dan biografi konflik nelayan sebagai obyek studi. Penelitian ini rnenggunakan rnetode penelitian kualitatif dan bersifat analisis deskriptif kualitatif. Pada tahap awal digunakan model analisis dan pernetaan konflik dari Kent, dengan rnelihat setting, isu, kelompok-kelornpok yang bertikai, dinarnika dan alternatif penyelesaian konflik. Melalui pendekatan ini diperoleh kesimpulan bahwa; pertarna, konflik nelayan terjadi karena ketidakseimbarlgan faktor pendorong dan penekan situasi konflik seperti perubahan-perubahan penting dalarn kornposisi penduduk berdasarkan etnis, perkembangan sosial ekonorni, perubahan politik, lemahnya penegakan supermasi hukurn, dan rnodernisasi budaya. Isu yang paling dominan adalah trawl dan kesenjangan ekomrni, sedangkan yang paling potensial rnernpercepat konflik terbuka adalah isu etnisitas. Kedua, konflik nelayan di Kota Bengkulu dengan menggunakan terminologi nelayan maju dan nelayan tradisional, ternyata aktornya adalah sesarna nelayan rnaju tetapi berbeda kelompok. Kenyataan ini didasarkan pada logika isu yang dikernbangkan untuk rnernbentuk kelompok-kelornp3k konfliktual. Ketiga, perbedaan artikulasi kepentingan telah rnenciptakan hubungan konfliktual segitiga antara ,ielayan tradisional, nelayan rnaju, dm pemerintah. Dari hubungan-hubungan yang lerbentuk ini. diketahui bahwa, konflik laten dapat bertahan dalarn waktu lama karena pilihan resolusi konflik elit pernerintahan lokal gaga1 rnengeliminasi konflik, tetapi berhasil rnentransformasi konflik manifest rnenjadi laten. Keernpat, penyebab kegagalan penyelesaian konflik sebelum digunakannya setawar sedingin adalah lernahnya dukungan dan legitirnasi kelernbagaan pihak ketiga yang mernprakarsai konsiliasi, rekonsiliasi, ataupun rnediasi antar fihak-fihak yang berkonflik. Selain itu, tingkat partisipasi dan konsistensi tihak-fihak yang berkonflik untuk melaksanakan konsensus yang telah dicapai sangat rendah sebagai dampak dari lernahnya institusi konsiliasi yang digunakan. Penelitian ini juga rnenyimpulkan bahwa, setawar sedingin adalah model resolusi konflik yang merniliki mekanisme kerja hampir sarna dengan konsiliasi yang umurn dikenal dalam literatur konflik. Perbedaannya, la banyak menggunakan simbol-sirnbol lokal, dan merniliki tingkat kepercayaan publik yang kuat dan has akibat ikatan emosi kultural. Peran sefawar sedingin pada konteks konflik ini adalah usaha untuk mengatasi kontradiksi struktural, relasional dan kultural yang terletak pada akar konflik, sehingga ketidakharrnonisan lintas budaya seperti peran interpretasi, rnotivasi dan prilaku yang berbeda yang dibentuk secara kultural justru dapat secara signifikan memperkuatnya setelah dibuat penyesuaian yang cocok, agar dapat rnenopang proses menciptakan dan rnenjaga perdamaian.

This research is focused on the effort to gain an overview of how traditional practices may offer an alternative way to end up the conflict. The variety of etnoconflict theories culturally came from the view of conflict which is based on common sense and was locally constructed, while etnopraxis is a habit or technique used in order to have a connection with the conflict descended from etnoconflict view and need to develop and unite to the construction of solution approach of general conflict. Based on this opinion setawar sedingin is put on and the biography of fisherman conflict is used as the object of study. This research applied qualitative research method and characterized by qualitative descriptive analysis. At first, model of analysis and conflict mapping from Kent is used by seeing the setting, issues, the conflicting groups, dynamic and the alternative solutions of conflict. By using this approach, it may be concluded: first, the fisherman conflict happens because of the imbalance of push and press factors of conflict situation like the significant changes in the composition of population based on ethnic, social-economic development, political changes, the weakness of law enforcement, and cultural modernization. The most dominant issue is trawl and economic discrepancy, while the most potential factor in accelerating open conflict is ethnicity issues. Second, the fisherman conflict in Bengkulu by asing the term of advance fisherman and traditional fisherman, is in fact played among the advance fisherman but in different group. This fact is based on the logical issue developed in order to form conflicting group. Third, the different articulation of interest has created triangular conflicting relation among traditional fisherman, advance fisherman, 2nd government. From the formed relations it may be known that latent conflict existsd for a long time because the choice of conflict resolution of local government elites failed in eliminating conflict but succeeded in transforming manifest conflict to latent. i-ourth, the failure of conflict solution before applying setawar sedingin caused by the weakness of support and legitimating of institution of the third party that initiate conciliation, reconciliation, even mediation among the conflicting party. Besides, the degree of participation and consistency of conflicting party to implement the agreed consensus is very low as the impact of the weakness of conciliation institution used. This reseach is also concluded that setawar sedingin is a model of conflict resolution which have working mechanism almost the same with the conciliation generally known in literature of conflict. The different is it applied many local symbols and having the strong and wide degree of public trust caused of cultural emotional bound. The role of setawar sedingin in this conflict context is an effort to overcome structural contradiction, relational, and cultural which sited on the conflict root. Therefore the inharmonic of trans cultural such as the role of interpretstion, motivation and the different attitude which was formed culturally may significantly reinforce it after the appropriate fitting has been made in order to support the process of peace making and peace maintaining.

Kata Kunci : Konflik Antar Kelompok,Resolusi Masyarakat Adat Bengkulu, Selawar sedingan, Conflict resolution, Ethnicity