MERAJUT HARMONI DI CANDI PLAOSAN:PEMANFAATAN CAGAR BUDAYA SEBAGAI IKON DESA WISATA BUGISAN, KABUPATEN KLATEN, JAWA TENGAH
WARDIYAH, Dr. Pande Made Kutanegara, M.Si.
2020 | Tesis | MAGISTER ANTROPOLOGIStudi ini membahas tentang pengembangan Desa Wisata Bugisan yang menjadikan Cagar Budaya Situs Candi Plaosan sebagai ikon pariwisatanya. Terdapat tiga pertanyaan yang diajukan dalam studi ini, yaitu (1) Mengapa Pemerintah Desa Bugisan memanfaatkan Situs Candi Plaosan sebagai objek wisata dan bagaimana strategi yang digunakan untuk mengelola objek wisatanya tersebut, (2) Bagaimana peran pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan objek wisata Candi Plaosan, dan (3) Bagaimana bentuk-bentuk kegiatan dan negosiasi yang dikembangkan di Desa Wisata Bugisan sehingga antara pelestarian Cagar Budaya dan pengembangan pariwisata tidak saling merugikan, namun justru saling mendukung. Permasalahan tersebut akan ditelaah menggunakan analisis akses dan fungsi kebudayaan untuk mengidentifikasi strategi, modal serta ragam kepentingan yang saling memperebutkan ruang pemanfaatan di Situs Candi Plaosan serta kesadaran pihak-pihak yang terlibat untuk saling bernegosiasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan penelusuran dokumen. Hasil studi menemukan aset dan identitas sosial telah menjadi akses legal bagi Pemerintah Desa Bugisan untuk dapat memanfaatkan Situs Candi Plaosan sebagai ikon desa wisata. Pengembangan desa wisata yang kurang memperhatikah kaidah pelestarian Cagar Budaya justru telah menimbulkan perebutan ruang pemanfaatan antara Pemerintah Desa Bugisan dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah sebagai wakil negara yang memiliki tugas dan fungsi melestarikan Cagar Budaya. Kehadiran illegal users untuk ikut mendapatkan akses ke Cagar Budaya justru telah memperkeruh perebutan ruang yang telah ada sebelumnya. Harmonisasi, yaitu penyelarasan paradigma pelestarian oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah dengan paradigma pemanfaatan oleh masyarakat Desa Bugisan sarat dengan norma-norma yang telah disepakati sebagai bagian dari lingkungan masyarakat desa.
This study discusses about the development of Bugisan Tourism Village that creating Plaosan Temple Site as an icon of tourism. Three questions are raise in this study, which are (1) Why the village officials promote Plaosan Temple Site as tourism object and their strategies that adopted on tourism object management, (2) What is the role of related stakeholders on Plaosan Temple tourism object management, and (3) By what method of activities models and negotiation developed in Bugisan Tourism Village to harmonized archeological heritage preservation and development of tourism. These questions will be analyzed using access analysis and cultural function to identified strategies, assets and various of interest that be an attempt to utilize Plaosan Temple Site and the awareness of related stakeholders to negotiate. This study is using qualitative method, collecting data by interviews, observations, and document exploration. This study found assets and social identity accepted as legal access for village officials of Bugisan Village to promote Plaosan Temple Site as tourism village icon. The development of tourism village with the lack of archeological heritage preservation practice, intensify the competition between Village officials Bugisan and Archaeological Preservation Office of Central Java as state authorized that their duty and function to preserve archeological sites. The emergence of illegal users to get an access on archaeological heritage is also worsening the exisiting space of contestation. Harmonization, the sincronization of preservation paradigm by Archaeological Preservation Office of Central Java, which are an applicative paradigm by Bugisan Village Community based on mutual concession norms as a part of village community environment.
Kata Kunci : Desa wisata, Cagar Budaya, Akses, Perebutan ruang, Harmoni