ANALISIS TRADE IN VALUE ADDED (TIVA) SEKTOR INDUSTRI DI KAWASAN CHINA - ASEAN FREE TRADE MENGGUNAKAN MODEL GRAVITASI

ASRI ABIDATILAH, Dr. Evita Hanie Pangaribowo, SE, M.IDEC.

2020 | Skripsi | S1 GEOGRAFI LINGKUNGAN

Munculnya CAFTA (China - ASEAN Free Trade Area) sebagai perjanjian perdagangan regional antara ASEAN dan China mempengaruhi perdagangan interaksi antar negara. Salah satu sektor yang terpengaruh adalah manufaktur sektor industri, terutama karena peran China sebagai the world factory. Pada penelitian ini, paradigma Global Value Chain dalam The New - New - New Trade Theory digunakan untuk mengetahui negara-negara di ASEAN dan China nilai tambah domestik terbesar dalam perdagangan industri. Penelitian ini menggunakan data panel yang mencakup China, Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam dari 2005 hingga 2014. Analisis Model Gravitasi selanjutnya digunakan untuk menguji interaksi perdagangan anggota CAFTA. Gross Export digunakan sebagai variabel independen sedangkan variabel dependen adalah GDP, Nilai Tambah Domestik (DVA), jarak, populasi dan penerapan CAFTA sebagai variabel dummy. Selain itu, Indeks Partisipasi Global Value Chain (GVC) juga diterapkan untuk mengidentifikasi negara-negara dengan tinggi partisipasi dalam GVC. Hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan interaksi perdagangan antara China dan negara-negara ASEAN setelahnya implementasi CAFTA. Pertumbuhan Gross Export lebih tinggi di China dibandingkan dengan ASEAN, namun nilai DVA lebih tinggi di ASEAN. Sementara itu, pengaruh jarak sangat dipengaruhi oleh fasilitas transportasi dan infrastruktur yang dicerminkan dalam Logistics Performance Index (LPI). Indeks Partisipasi GVC menunjukkan bahwa China, Malaysia, Singapura dan Thailand adalah negara dengan indeks tertinggi setelah CAFTA.

The emergence of CAFTA (China - ASEAN Free Trade Area) as a regional trade agreement (RTA) between ASEAN and China influences the trade interaction among countries. One of the affected sectors is the manufacturing industry sector, especially because of the role of China as the world factory. In this research, the Global Value Chain paradigm in The New - New - New Trade Theory is used to find out which countries in ASEAN and China have the largest domestic value added in industrial trade. This study use panel data analysis covering China, Indonesia, Thailand, Singapore, Malaysia, the Philippines, and Brunei Darussalam from 2005 to 2014. Gravity model analysis is further used to examine the trade interaction of CAFTA members. Gross Export is used as the independent variable meanwhile the independent variables are GDP, Domestic Value Added (DVA), distance, population and CAFTA execution as the dummy variable. In addition, the Global Value Chain (GVC) Participation Index is also applied to identify the countries with high participation in the Global Value Chain. The results point out that there is an imbalance of trade interaction between China and ASEAN countries after CAFTA implementation. The growth of Gross Export was higher in China compared to ASEAN however DVA was surprisingly higher in ASEAN. While, the influence of distance is strongly influenced by transportation facilities and infrastructure, reflected by Logistics Performance Index (LPI). The GVC Participation Index shows that China, Malaysia, Singapore and Thailand are the nations with the tallest index after CAFTA execution.

Kata Kunci : CAFTA, Global Value Chain, Gravity Model, Regional Trade