PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN TINGKAT LAHAN KRITIS DI KECAMATAN CANGKRINGAN, PAKEM, DAN TURI KABUPATEN SLEMAN
MOHAMMAD KHATAMI R, Dr. Prima Widayani, M.Si.
2020 | Tugas Akhir | D3 PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIMeningkatnya kebutuhan penggunaan lahan menyebabkan banyak terjadinya perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan yang tidak teratur akan menyebabkan tanah pada lahan tersebut menjadi terdegradasi dan menjadi sebuah lahan kritis. Fenomena lahan kritis memberikan dampak menurunnya kualitas tanah dari suatu lahan, sehingga menghasilkan lahan yang dinilai kurang produktif. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sebaran lahan kritis pada Kecamatan Cangkringan, Pakem, dan Turi di Kabupaten Sleman menggunakan citra Sentinel-2A dan citra Pleiades. Pemetaan tingkat lahan kritis menggunakan 5 parameter utama yaitu tingkat bahaya erosi, kemiringan lereng, tutupan vegetasi, produktifikas lahan, dan manajemen lahan. Metode skoring dan overlay parameter lahan kritis dilakukan berdasarkan Peraturan Dirjen Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial No:P.4/V–SET/2013 dan menggunakan aplikasi ArcGIS untuk memetakan sebaran lahan kritis. Hasil dari pemetaan lahan kritis Kecamatan Cangkringan, Pakem, dan Turi menunjukkan lahan kritis di kawasan hutan lindung mempunyai persebaran kelas sangat kritis seluas 187,40 hektar, kelas kritis seluas 904,71 hektar, kelas agak kritis seluas 1.572,41 hektar, kelas potensial kritis seluas 6.549,54 hektar, dan kelas tidak kritis seluas 3.965,05 hektar. Lahan kritis di kawasan budidaya pertanian mempunyai persebaran kelas sangat kritis seluas 412,50 hektar, kelas kritis seluas 1.312,29 hektar, kelas agak kritis seluas 7.204,88 hektar, kelas potensial kritis seluas 4.241,83 hektar, kelas tidak kritis seluas 7,61 hektar. Lahan kritis di kawasan hutan lindung di luar kawasan hutan mempunyai persebaran kelas sangat kritis seluas 260,17 hektar, kelas kritis seluas 1.219,56 hektar, kelas agak kritis seluas 1.370,29 hektar, kelas potensial kritis seluas 5.275,96 hektar, kelas tidak kritis seluas 5.053,12 hektar.
The increasing need for land use causes many changes in land use. Changes in irregular land use will cause the land of the land to become degraded and become a critical land.The phenomenon of critical land gives impact on the decline in land quality, that resulting less productive land. The purpose of this research is to map the critical land distribution in Cangkringan, Pakem, and Turi in Sleman district using Sentinel-2A and Pleiades imagery. Critical land mapping uses 5 main parameters namely erosion hazard, slope, vegetation cover, land productivity, and land management. Scoring and overlay critical land parameters method are accomodated in Regulation of Directorate General of Regional Watershed Management and Social Forestry No: P. 4/V – SET/2013 and using ArcGIS to map critical land spreads. The result of the critical land mapping in Cangkringan, Pakem, and Turi, shows that critical land in the protected forest area has a highly critical class of 187.40 hectares, critical class of 904.71 hectares, semi-critical class of 1,572.41 hectares, potential critical class of 6,549.54 hectares, and uncritical class of 3,965.05 hectares. The critical land in the agricultural area has a highly critical class of 412.50 hectares, critical class of 1,312.29 hectares, semi-critical class of 7,204.88 hectares, potential critical class of 4,241.83 hectares, and uncritical class of 7.61 hectares. The critical land in the protected forest outside the forest area has a highly critical class spread of 260.17 hectares, a critical class of 1219.56 hectares, a semi-critical class of 1,370.29 hectares, a critical class of approximately 5,275.96 hectares, an uncritical class of 5,053.12 hectares.
Kata Kunci : Lahan Kritis, Erosi, Sentinel-2A, Pleiades