Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Pasca Dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016

RICHARD C M, Corruption, Corruption Crime, Corruption Crime Enforcement, After Constitutional Court Law Number 25/PUU-XIV/2016 at The Special Region of Yogyakarta.

2020 | Skripsi | S1 HUKUM

INTISARI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI PASCA DIKELUARKANNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 25/PUU-XIV/2016 DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh: Richard Christopher Manurung dan Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pelaksanaan oleh aparat penegak hukum di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang menyatakan bahwa kata �dapat� pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selain itu, penelitian ini juga untuk menganalisa tingkat efektivitas penegakan hukum tindak pidana korupsi pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Penelitian ini termasuk dalam kategori normatif empiris dengan tipe deskriptif. Data primer dikumpulkan dengan wawancara lansung sedangkan data sekunder diperoleh dengan studi literatur yang selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 dalam praktik penegakan hukum menimbulkan dampak yang cukup signifikan dalam proses penegakan hukum tindak pidana korupsi. Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, potensi kerugian keuangan negara saja sudah dapat membuat seseorang dijerat atau ditetapkan sebagai tersangka. Sementara setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi, aparat penegak hukum terkhusus penyidik diwajibkan untuk terlebih dahulu memperoleh hasil kerugian keuangan negara secara riil sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka. Perubahan seperti demikianlah yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dalam rangka memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia, terkhusus di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, untuk efektivitas dari Putusan mahkamah Konstitusi ini, justru ini memberikan kepastian hukum baik bagi calon tersangka atau dalam hal ini terduga tindak pidana korupsi, serta terhadap aparat penegak hukum itu sendiri. Aparat penegak hukum lebih mudah dalam membuktikan unsur kerugian keuangan negara, karena sudah lebih dulu mendapatkan hasil penghitungan kerugian keuangan negara.

ABSTRACT CORRUPTION CRIME ENFORCEMENT, AFTER CONSTITUTIONAL COURT LAW NUMBER 25/PUU-XIV/2016 AT THE SPECIAL REGION OF YOGYAKARTA. Author: Richard Christopher Manurung and Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum The purpose of this research is to analyze the execution by the law enforcement in the Special Region of Yogyakarta against the Constitutional Court decision No. 25/PUU-XIV/2016 that states the word �may� in article 2 paragraph (1) and article 3 Law No. 31 of 1999 regarding the Eradication of Corruption as amended with Law No.20 of 2001 regarding the Amandent of Law No.31 Year 1999 regarding the Eradication of Corruption, contradict with the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and does not have a legal binding effect. In another matter, this research also analyze the effectiveness of the corruption law enforcement after the issuance of the mentioned Constitutional Court Decision. This research is categorized as normative-empiric with descriptive type research. The primary data is obtained with direct interview while the secondary data is obtained by literature study which later analyzed with the qualitative method. The Constitutional Court decision No.25/PUU-XIV/2016 in the law enforcment practices causes a significant effect in the corruprtion law enforcement. Before the issuance of the mentioned Constitutional Court decision, a potential state loss can causes someone be charged or be determined as a suspect. While after the Constituional Court Decision has been issued, the law enforcer especially the investigator required to first identify the real state loss before determining someone as a suspect. Such changes conducted by the law enforcement authorities for the eradication of corruption in Indonesia, in specific in Special Region ofYogyakarta. Besides that, for the effectiveness of the mentioned Constitutional Court decision, it happens gives legal certainty for the alleged suspect or in this case the alleged corruption, as well as for the legal enforcer themselves. The legal enforcement authorities can much easier in proving the monetary loss element, because it has been calculated beforehand.

Kata Kunci : Korupsi, Tindak Pidana Korupsi, Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 di Daerah Istimewa Yogyakarta.