Kecacatan Praktik Keadilan Transisional Top-down di Rwanda Pascakonflik: Pengadilan Gacaca Dilihat Melalui Teori Konstruktivisme
SAYYID MUHAMMAD J, Dr. Nanang Pamuji Mugasejati
2020 | Skripsi | S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONALGenosida Rwanda 1994 yang didahului oleh perang sipil antara Pemerintah Rwanda dan Rwandan Patriotic Front (RPF) adalah dinamika konflik yang berakhir atas kemenangan militer RPF, bukan perjanjian damai. Sebagai salah satu tragedi kemanusiaan terburuk dalam sejarah kemanusiaan, masyarakat internasional secara luas mengapresiasi langkah Pemerintah Rwanda untuk meluncurkan pengadilan gacaca pada tahun 2002 sebagai sistem keadilan transisional yang memiliki tujuan retributif maupun restoratif. Namun, siapa sangka jika pengadilan gacaca yang ternyata bersifat top-down menjadi instrumen konstruksi identitas etnik laten; identitas pelaku dan korban yang berjalan paralel dengan identitas etnik Hutu dan Tutsi. Konflik etnik yang bersifat manifes maupun laten terus berlanjut, menyisakan tanda tanya, apakah pengadilan gacaca yang dicanangkan RPF benar-benar memfasilitasi rekonsiliasi hubungan antaretnik di Rwanda atau hal tersebut hanya merupakan kelihaian permainan kartu identitas etnik oleh RPF dalam dinamika konflik etnik di Rwanda yang tidak berkesudahan ini?
Rwandan Genocide 1994 and the preceding civil war between Rwandan Government and Rwandan Patriotic Front (RPF) was ended by a military victory of RPF, not by a peace agreement. As one of the worst tragedy in the history of humanity, international community widely appreciated Rwandan Government initiative to launch gacaca courts by 2002 as a transitional justice system, incorporating retributive and restorative purposes. But, who would have thought if the courts which were top-down in nature, instrumentalized to construct latent ethnic identities; perpetratorhood and victimhood functioned in parallel with Hutu and Tutsi ethnic identities. Manifest and latent ethnic conflicts are still on going, even during and after gacaca courts. There is one question left, were the courts initiated by RPF to facilitate interethnic reconciliation in Rwanda or was it just another card game played by RPF in the Rwandan ethnic conflict dynamics that never end?
Kata Kunci : Genosida Rwanda 1994, Rwandan Patriotic Front, Hutu, Tutsi, pengadilan gacaca, keadilan transisional, konflik etnik, identitas etnik, konstruktivisme