Kekuasaan Dalam Masyarakat Adat: Studi Kasus Karakter Kekuasaan Dibalik Pemisahan Honai Laki-laki dan Honai Perempuan di Distrik Tiom, Kabupaten Lanny Jaya, Papua
PATRICIA CH MOKAY, Prof. Dr. Haryanto, M.A.
2020 | Tesis | MAGISTER POLITIK DAN PEMERINTAHANPenelitian ini hendak menganalisis tentang karakter kekuasan yang bekerja dibalik fenomena pemisahan honai laki-laki dan honai perempuan dalam masyarakat adat di Tiom, Kabupaten Lanny Jaya, Papua. Selama ini, mayoritas penelitian tentang kekuasaan dalam masyarakat adat selalu mengaitkan mereka dengan aktor eksternal, yang berupa negara atau institusi agama. Sedangkan penelitian ini fokus ingin melihat bekerjanya kekuasaan di dalam internal masyarakat adat. Honai adalah rumah adat masyarakat Papua di pegunungan sejak zaman dahulu. Selain sebagai rumah adat, honai digunakan di pegunungan karena desainnya yang tertutup dan hangat cocok dengan wilayah pegunungan dengan suhu rata-rata 10 Derajat Celcius. Menariknya, cara manusia tinggal di dalam honai tidak keluarga-per-keluarga seperti rumah modern, melainkan dipisah antara honai laki-laki dan perempuan. Hal ini ikut berimplikasi kepada bekerjanya kekuasaan di sana. Studi tentang kekuasaan di dalam penelitian ini menggunakan teori kubus kekuasaan milik John Gaventa. Teori ini menjelaskan bahwa kekuasaan bekerja di dalam tiga dimensi, yaitu bentuk, ruang, dan level. Dalam dimensi bentuk, kekuasaan memiliki karakter invisible, hidden, visible. Dalam dimensi ruang, kekuasaan bekerja pada ruang-ruang berikut: invited, closed, claimed. Dalam dimensi level, kekuasan bekerja pada tiga level: global, national, local. Identifikasi dari tiga dimensi tersebut dapat digunakan untuk menganalisis kekuasan yang bekerja di dalam sebuah unit politik. Oleh karena itu, target utama penelitian ini adalah mengetahui karakter kekuasaan yang bekerja (dari dimensi-dimensi di atas) dibalik pemisahan honai laki-laki dan perempuan di Tiom. Data dalam penelitian ini didapat melalui literature-literatur terdahulu, serta penelitian langsung dengan observasi partisipan dan wawancara mendalam di mana penulis tinggal di Tiom selama satu bulan. Penulis menemukan beberapa hal, pertama bahwa honai memiliki peran penting dalam mempertahankan kekuasaan adat di Tiom pasca dominasi negara atas urusan sosial dan dominasi Gereja atas urusan spiritual. Karena fungsi teknisnya, honai masih dipertahankan dan kegiatan-kegiatan adat tetap dijalankan di dalamnya. Kedua, pemisahan honai dilakukan karena tujuan menghindari konflik akibat perempuat, bentuk pengendalian penduduk, alasan efektifitas, dan tempat bagi laki-laki untuk membuat keputusan strategis. Ketiga, pemisahan honai ini menunjukkan karakter kekuasaan yang invisible, bekerja pada ruang tertutup (closed space) pada level lokal. Sehingga menghasilkan kekuasaan power over bagi kaum laki-laki terhadap perempuan.
This study aims to analyze the character of power that works behind the phenomenon of separation between male and female's honai in indigenous communities in The District Tiom, Lanny Jaya Regency, Papua. All this time, the majority of research on power in indigenous peoples has always linked them with external actors, It is state or religious institutions. While, this research focuses to analyze power that works within the indigenous peoples. Honai is the traditional house of Papuan people in the mountains area since ancient times. Beside a traditional house, honai also used because its closed design and warm. This is suitable for mountains area with an average temperature of 10 Celcius Degrees. Interestingly, the way humans live in honai is not family-by-family like a modern home, but is separated between male and female. This has implications for the operation of power there. The study of power in this research uses the power cube theory of John Gaventa. This theory explains that power works in three dimensions, namely form, space and level. In the dimension of form, power has invisible, hidden, visible characters. In the dimension of space, power works in the following spaces: invited, closed, claimed. In the dimension level, power works at three levels: global, national, local. The identification of these three dimensions can be used to analyze the powers that work within a political unit. Therefore, the main target of this research is to know the character of the working power (from the dimensions above) behind the separation of male and female honai in Tiom. The data in this study were obtained through previous literature, as well as direct research by participant observation and in-depth interviews where the author stayed at Tiom for a month. The author found several things, firstly that the honai had an important role in maintaining adat authority in Tiom after state domination over social affairs and Church domination over spiritual matters. Because of its technical function, the honai is still maintained and adat activities continue to be carried out in it. Second, the separation of honai is caused to avoid conflicts due to women, population control, for effectiveness, and the place for men in making strategic decisions. Third, the honai separation shows the invisible character of power, working in closed spaces at the local level. Therefore, it is generating "power over" men toward women.
Kata Kunci : power, indigenous community, honai, separation between men and women