MODEL AUTEKOLOGI MERBAU [Intsia bijuga (Colebr.) Kuntze] DI TAMAN WISATA ALAM GUNUNG MEJA MANOKWARI PAPUA BARAT

ELIESER V. SIRAMI, Prof. Dr. Ir. Djoko Marsono,;Dr. Ir. Ronggo Sadono;Dr. Muhammad Ali Imron, S.Hut, M.Sc.,

2020 | Disertasi | DOKTOR ILMU KEHUTANAN

Pohon merbau [Intsia bijuga (Colebr.) Kuntze] adalah entitas ekologis penting dalam tatanan ekosistem hutan dataran rendah New Guinea, baik secara ekologi, ekonomi maupun sosial budaya. Jenis ini merupakan indikator fase klimaks untuk hutan dataran rendah, berperan dalam perlindungan tanah hutan, sebagai habitat satwa liar, pohon inang bagi sejumlah jenis epifit dan liana. Merbau memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi karena kualitas kayunya yang sangat baik, memiliki totem dan filosofi hidup, dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat lokal untuk berbagai keperluan seperti perakakas dan peralatan seni. Populasi merbau di Papua mengalami ancaman luar biasa sejak empat dekade terakhir. Di Taman Wisata Alam Gunung Meja Manokwari (TWAGMM), ribuan permudaannya diambil setiap tahunnya untuk menunjang kegiatan GNRHL. Autekologi merbau di TWAGMM menghasilkan informasi ekologis yang dapat diaplikasikan dalam upaya konservasi merbau secara ex-situ dan in-situ. Tujuan penelitian adalah mengeksplorasi karakteristik habitat merbau dan pengaruhnya pada dinamika populasi merbau di TWAGMM. Model proyeksi integral digunakan untuk analisis dinamika pertumbuhan populasi merbau, model persamaan struktural untuk menganalisis pengaruh habitat terhadap dinamika populasi merbau. Tanah bercampur batu karbonat, tekstur pasir berlempung, kedalaman permukaan tanah 0-30 cm. Reaksi tanah netral sampai basa (pH 6,98-7,41), KTK tinggi (24,77-53,50), bahan organic C (5,46-10,56) dan N (0,64-1,18), tinggi karena terjadi mineralisasi oleh mikroba (C/N < 20). Tutupan tajuk dominan 70-83% berpengaruh pada kondisi iklim mikro (p < 0,05). Ketinggian tempat 70-174 m dpl., permukaan tanah datar sampai curam (2-40%). Tumbuhan 268 jenis, 169 genera, 83 famili, keragaman tinggi tetapi kemarataan jenis rendah, sebaran DBH pohon membentuk pola J terbalik menandakan TWAGMM adalah hutan klimaks. Tumbuhan dengan tingkat asosiasi tinggi berjumlah 11 jenis, sedang 21 jenis dan rendah 126 jenis. Pohon dengan intensitas kompetisi tinggi 6 jenis, 10 jenis sedang dan 64 rendah. Tingginya intensitas kompetisi menyebabkan merbau mengalami stagnasi pertumbuhan DBH pada waktu tertentu menuju tak terhingga. Respon merbau pada tingginya intesitas kompetisi adalah melakukan strategi memiringkan tajuk ke arah berlawanan dengan pohon kompetitor, membentuk tajuk tidak beraturan dan tinggi bebas cabang terendah untuk meminimalisasi terhalangnya cahaya oleh pohon-pohon kompetitor. Vegetasi memiliki efek total terbesar bagi dinamika populasi merbau (60%), tanah (8,8%), iklim mikro (5,5%) dan fisiografi (1,8%). Vegetasi memengaruhi kesuburan tanah, variasi iklim mikro dan koeksisitensi. Populasi merbau tetap survive di waktu mendatang (lamda>1), karena peluang pertumbuhan diameter dan fekunditas pohon induk untuk menghasilkan permudaan pradewasa meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun (p < 0,05).

Merbau tree [Intsia bijuga (Colebr). Kuntze] is an important ecological entity commonly found in the New Guinea lowland forest. This species of flowering tree is an indicator of the climax phase for lowland forest and plays a role in protecting wildlife, and other trees such as epiphytes and lianas. Merbau has a very high economic value, and due to its excellent wood quality, it is traditionally used by local people for various purposes in producing various wooden tools and art equipment. Over the past four decades, merbau population in Papua has experienced extraordinary threats. For instance, every year, thousands of its seeds are used in the Gunung Meja Nature Tourism Park at Manokwari (GMNTPM), to support the National Program of Land Rehabilitation. The autecology of merbau in GMNTPM produces ecological information that can be applied in ex-situ and insitu conservation. This study, therefore, aims to examine the characteristics of merbau habitat and its populations in GMNTPM. The integral projection model was used to analyze the dynamics of its population growth, while the structural equation model was used to analyze the effect of habitat on its populations. The soil surrounding the merbau tree is loamy and mixed with carbonate rock, at a depth of 0-30 cm. Its properties consist of is neutral to alkaline reactions (pH 6.98-7.41), high CEC (24.77-53.50), organic matter C (5.46-10.56) and N (0.64-1.18) are high due to microbial mineralization (C/N < 20). In addition, approximately 70-83% dominant canopy cover affects microclimate conditions with significant value less than 0.05, height of 70-174 m above sea level, and flat to steep (2-40%) ground level. Plants with 268 species, 169 genera, 83 families, high diversity and low evenness, DBH distribution of trees that forms an inverted J pattern shows that GMNTPM is a climax forest. The plants surrounding this region consists of high, medium, and low association in rates of 11, 21, and 126 species, respectively. Meanwhile, trees with high, medium, and low competition intensity are 6, 10, and 64 species, respectively. Highly competitive intensity leads to stagnant growth in merbau. Therefore, to correct this error, a strategy of tilting the canopy in the opposite direction from the competitive tree, need to be conducted, thereby, ensuring that the obstruction of light at the lowest free branch height is minimized. The result showed that vegetation has the greatest total effect on the dynamic of the merbau population (60%), followed by soil (8.8%), microclimate (5.5%), and physiography (1.8%). It also affects soil fertility, microclimate variation, and coexistence. Therefore, the merbau population has the ability to continuously survive in the future (lamda>1) because of its growth opportunities for the diameter and fecundity of the parent tree to produce pre-adult rejuvenation increase significantly yearly (p < 0.05).

Kata Kunci : Auekologi, Intsia bijuga, Gunung Meja, Papua, model persamaan struktural;Autecology, Intsia bijuga, Gunung Meja, Papua, structural equation model