MODAL SOSIAL PERANTAU MADURA DI YOGYAKARTA: KOMPARASI MODAL SOSIAL PERANTAU BERPENDIDIKAN RENDAH DAN BERPENDIDIKAN TINGGI

Anni Rifqatullaili, Dr. M. Falikul Isbah, G.D.Soc., M.A.

2020 | Skripsi | S1 SOSIOLOGI

Kegiatan merantau ini sudah banyak dilakukan oleh berbagai suku di Indonesia salah satunya suku Madura. Etnis Madura dikenal sebagai salah satu etnis yang memiliki budaya migrasi, selain etnis Bugis, Batak dan Minangkabau (Mantra, 1992). Sampai saat ini perantau Madura semakin berdatangan untuk bekerja ataupun menuntut ilmu di kota Yogyakarta. Dari hasil observasi, peneliti menemukan dua kategori perantau Madura berdasarkan latarbelakang pendidikan yang dimiliki. Adapaun dua kategori tersebut ialah perantau Madura berpendidikan rendah (tidak sekolah, SD, SMP) dan perantau Madura berpendidikan tinggi (SMA dan Perguruan Tinggi). Penelitian ini bertujuan untuk melihat terbentuknya modal sosial perantau Madura serta pemanfaatannya di perantauan. Metode penelitian yang digunakan ialah metode kualitatif. Modal sosial memiliki peran penting kehidupan perantauan orang Madura. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terbentuknya modal sosial perantau Madura berpendidikan rendah ialah lebih didasarkan pada hubungan kekerabatan dan kedaerahan (bonding social capital). Adapun modal sosial dengan tipologi bridging ialah didasarkan pada perteman yang disebabkan oleh hubungan tetangga dan hubungan antara pedagang serta pembeli. Sedangkan terbentuknya modal sosial perantau Madura berpendidikan tinggi ialah didasarkan pada hubungan alumni Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Madrasah Aliyah (MA) dan kekerabatan. Adapun modal sosial dengan tipologi bridging perantau Madura berpendidikan tinggi ialah didasarkan pada perteman yang disebabkan oleh luasnya jejaring sosial yang dimiliki sejak menempuh pendidikan tinggi. Sedangkan konversi modal sosial kedua jenis perantau ini ialah sama-sama berwujud dalam berbagai bentuk modal seperti modal ekonomi dan modal kultural.

Migration has been widely practiced by various ethnic groups in Indonesia, one of them is Madurese. The Madurese is known as one of the ethnic groups that have a migration culture, in addition to the Bugis, Batak and Minangkabau ethnic groups (Mantra, 1992). Until now, Madurese migrants have increasingly coming to work or study in the Yogyakarta city. Based on the observations, the researchers have found two categories of Madurese migrants based on their educational background. The two categories are Madurese migrants with low education (no school, elementary school, junior high school) and Madurese migrants with high education (high school and university). This study aims to look at the formation of social capital for Madurese migrants and its utilization in migration places. The research method used is a qualitative method. Social capital has an important role for Madurese migrants in migration places. The result of research shows that the formation of social capital of Madurese migrants with low education is based on kinship and regional relations (bonding social capital). The social capital with bridging typology is based on friendship caused by neighbor relations and the relationship between traders and buyers. Whereas, the formation of social capital of Madurese migrants with higher education is based on the alumni relationship of Senior High Schools (SMA) or Madrasah Aliyah (MA) and kinship. The social capital with bridging typology of migrant Madurese with high education is based on friendships caused by the extent of the social network they have had since pursuing tertiary education. While, the conversion of social capital both types of migrants is equally in various forms of capital such as economic capital and cultural capital.

Kata Kunci : Perantau, Madura, Modal sosial