Pengembangan Metode Indeks Kekeringan untuk Identifikasi Risiko Kebakaran Lahan Gmabut
NOVITASARI, Prof. Ir. Joko Sujono, M.Eng. Ph.D., Prof. Dr. Ir. Sri Harto, Br., Dip. H., Prof. Dr. Ir. Azwar Maas, M.Sc.
2020 | Disertasi | DOKTOR TEKNIK SIPILKabut asap yang diakibatkan kebakaran lahan pada tahun 2015 merupakan bencana kabut asap yang terbesar setelah kebakaran tahun 1997. Kerusakan lahan dan hutan gambut yang terdegradasi banyak terjadi di Kalimantan dan Sumatera. Gambut terdegradasi disebabkan antara lain oleh kegiatan pertanian, pembangunan jaringan tata air perkebunan, penebangan kayu ilegal, dan kebakaran lahan. Pembukaan lahan gambut pada lahan Eks Pembukaan Lahan Gambut (PLG) ini menyebabkan 400 ribu ha hutan tropis basah (tropical rain forest) menjadi lahan terbuka. Hal ini menyebabkan penurunan muka air tanah di lahan, gambut menjadi kering tidak balik (irreversible drying) dan menyebabkan gambut mudah terbakar. Hal tersebut juga terjadi di wilayah lahan gambut berkubah di Blok A Desa Sei Ahas Kalimantan Tengah yang merupakan salah satu daerah eks PLG Sejuta Hektar. Wilayah ini merupakan wilayah dengan titik api terbanyak pada kejadian kebakaran tahun 2015. Kondisi kebakaran di lahan gambut sangat dipengaruhi oleh karakteristik kekeringan yang terjadi. Karakteristik kekeringan tersebut dipengaruhi oleh 1) faktor internal berupa sifat fisik gambut dan perubahan muka air tanah, dan 2) faktor eksternal berupa unsur-unsur meteorologi, seperti: hujan tahunan yang rendah atau jumlah hari tidak hujan yang panjang pada saat musim kemarau, suhu harian maksimum dan laju evapotranspirasi. Dalam penelitian ini dikembangkan rumus indeks kekeringan yang dikembangkan pada ekosistem lahan gambut untuk penilaian risiko kebakaran lahan. Modifikasi rumus indeks kekeringan ini memperhitungkan faktor internal dan faktor eksternal di lahan gambut. Rumus indeks kekeringan ini dilakukan dengan memodifikasi nilai konstanta a, b dan c pada rumus faktor kekeringan (DFt). Konstanta a dan c dipengaruhi oleh hujan tahunan iklim tropis dan suhu harian maksimum. Konstanta b dipengaruhi oleh evapotranspirasi potensial. Hasil yang diperoleh adalah rumus model indeks kekeringan KBDI modifikasi yang dikembangkan untuk penilaian risiko kebakaran di lahan gambut. Modifikasi ini pada kondisi lahan gambut ombrogen dengan kematangan saprik dengan tutupan vegetasi rapat. Modifikasi muka air tanah mencapai batas titik layu permanen terjadi pada kedalaman 400 mm. Peningkatan nilai konstanta a dan c pada gambut dengan kematangan hemik dan fibrik menyebabkan peningkatan indeks kekeringan ekstrem yang berisiko menyebabkan gambut lebih mudah terbakar. Pengaruh hujan tahunan rata-rata pada kondisi El Ni�±o sebesar 35 % memberikan kondisi indeks kekeringan yang lebih mewakili kondisi kebakaran lahan gambut di wilayah penelitian. Suhu harian maksimum yang digunakan pada rumus ini adalah suhu harian maksimum iklim tropis sebesar 32 0C. Kesimpulan dari modifikasi ini adalah bahwa hujan tahunan yang rendah, hari tidak hujan bulanan, suhu dan laju evapotranspirasi pada iklim tropis akan meningkatkan indeks kekeringan ekstrem yang berisiko menyebabkan gambut kering mudah terbakar. Faktor penutup vegetasi rendah yang diwakili oleh peningkatan koefisien a dan c juga akan meningkatkan risiko kebakaran lahan gambut.
The haze from peatland fires that occurred in 2015 was the most massive haze disaster after the wildfire in 1997. Damage to degraded land and peat forests has happened in Kalimantan and Sumatra. Degraded peat is caused by agricultural activities, water system, illegal logging, and land fires. The opening of peatlands in the EMRP (ex-Mega Rice Project) area has caused 400 thousand ha of the tropical rain forest to become an open land. It creates a decrease in the groundwater level, peat becomes irreversible drying and causes peat to burn quickly. It also happened in the peatland area in Block A, Sei Ahas Village, Central Kalimantan, which is one of the EMRP areas. This region is the area with the most hotspots in the wildfire condition in 2015. The characteristics of the drought strongly influence wildfire conditions on peatlands. These characteristics are influenced by internal factors, as physical properties and groundwater level, and 2. external factors, as meteorological elements, such as low annual rainfall or a high number of days without rain during the dry season, maximum daily temperature and the rate of evapotranspiration. In this study, a drought index formula was developed, which was built on peatland ecosystems to assess the risk of land fires. The modification of the drought index calculates internal and external factors in peatland. This drought index formula is developed by modifying the constants a, b and c in the drought factor formula (DFt). Constants a and c are affected by annual rain in the tropical climate and maximum daily temperatures. Constants b are influenced by potential evapotranspiration. The results have shown that the formulation of KBDI drought index modeling on the condition of ombrogenic peatlands with sapric decomposition and heavily grazed vegetation density can be developed for fire risk assessment. Modification of groundwater level reached the limit of permanent wilting point occurs at a depth of 400 mm. Increasing the values of constants a and c on peat with hemic and fibric decomposition caused an increase in the extreme drought index that is at risk of causing peatland wildfire. The effect of average annual rainfall on El Ni�±o conditions of 35% provides a drought index condition that is more representative of peatland fire conditions in the study area. The maximum daily temperature used in this formula is the maximum daily temperature of a tropical climate of 32 0C. This modification concludes that low annual rainfall, dry day, temperature, and the rate of evapotranspiration in tropical climates will increase the extreme drought index, which is at risk of causing peatland wildfire. The low vegetation cover factor represented by an increase in coefficients a and c will also increase the risk of peatland fires.
Kata Kunci : indeks KBDI Modifikasi, muka air tanah gambut, kematangan gambut, gambut ombrogen, Eks PLG Kalimantan Tengah