PERANAN PRINSIP PRIOR INFORMED CONSENT PROTOKOL NAGOYA DALAM PENCEGAHAN BIOPIRACY DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

TRI RUSTI MAYDRAWATI, Prof. M. Hawin, S.H., LL.M., Ph.D.; Dr. Harry Supriyono, S.H., M.Si.

2020 | Disertasi | DOKTOR ILMU HUKUM

Penelitian disertasi ini bertujuan untuk mengetahui, menganalisis dan menemukan jawaban mengenai 1) prinsip PIC Protokol Nagoya dapat mencegah biopiracy dalam rangka perlindungan keanekaragaman hayati, 2) implementasi PIC Protokol Nagoya diakomodasi ke dalam hukum hak kekayaan intelektual dan hukum lingkungan terhadap pencegahan biopiracy dalam rangka perlindungan keanekaragaman hayati, dan 3) model PIC Protokol Nagoya dan Lessons Learned untuk Indonesia dalam rangka pencegahan biopiracy. Untuk mencapai ketiga tujuan tersebut dalam pembahasan akan digunakan landasan teori yaitu keadilan, kedaulatan negara atas sumber daya dan teori kemanfaatan. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan mengunakan data sekunder sebagai data utama dan didukung data primer berupa wawancara di lapangan. Kedua data tersebut dianalisis, untuk ditarik kesimpulan sebagai jawaban rumusan masalah yang diteliti. Hasil Penelitian disertasi ini adalah sebagai berikut : 1) Prinsip PIC dalam Protokol Nagoya dapat mencegah biopiracy karena pertama, biopiracy secara filosofi bertentangan dengan asas keadilan dan mencederai nilai moral, kedua, Hukum Nasional dan Internasional mengakui keberadaan hak-hak masyarakat adat, ketiga, ada keterlibatan masyarakat adat dalam bentuk partisipasi dan konsultasi, dari pra pelaksanaan, pelaksanaan maupun paska pelaksanaan, keempat, PIC merupakan refleksi suatu bentuk kedaulatan negara atas SDG dan PT-SDG yang dimiliki, kelima, pelaksanaan PIC harus diikuti mutual agreement terms dan material transfer agreement 2) Implementasi prinsip PIC sudah diakomodasi ke dalam Undang-Undang Paten dalam Pasal 26, Undang-Undang Merek dan indikasi geografis dalam Pasal 56 dan undang-undang perlindungan varietas baru tanaman dalam Pasal 7 dan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pasal 65, Pasal 68 dan Pasal 70 termasuk dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.2/MENLHK/KUM.1/1/2018 Tentang Akses Pada Sumber Daya Genetik Spesies Liar Dan Pembagian Keuntungan Atas Pemanfaatannya 3) Model PIC di negara Philipina, Australia serta Uni Afika mendasarkan pada CBD, Bonn Guidelines maupun Protokol Nagoya. Model ideal adalah model PIC yang dapat menunjukkan perbedaan akses atas SDG dan PT-SDG, maupun untuk ekspor dengan didukung oleh formulir yang disediakan, ada pengawasan dan evaluasi baik saat Pra PIC, Pelaksanaan PIC dan Paska PIC, adanya proses penghentian apabila dalam perjalanan PIC yang sudah diberikan menimbulkan kerugian, adanya pernyataan mediator dan mitra dalam rangka ikut bertanggungjawab terhadap akses yang dilakukan terutama pemohon asing, adanya sertifikat yang menunjukkan bahwa proses perolehan PIC tersebut adalah sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

This dissertation research aims to find out, analyze and find answers regarding 1) the PIC principle of the Nagoya Protocol can prevent biopiracy in the framework of biodiversity protection, 2) the implementation of PIC of the Nagoya Protocol is accommodated into intellectual property rights law and environmental law against the prevention of biopiracy in the framework of biodiversity protection, and 3) PIC model of the Nagoya Protocol and Learned Lessons for Indonesia in the framework of biodiversity protection. To achieve these three objectives, in the analysis part of this research, the theoretical basis of justice, state sovereignty over resources and utilitarian theory will be used. The research method used in this research is a normative legal research method using secondary data as primary data and supported by primary data in the form of interviews in the field. Both of these data are analyzed, to draw conclusions as the answers to the stated problems researched. The results of this dissertation research are as follows: 1) PIC principles of the Nagoya Protocol can prevent biopiracy because first, biopiracy is philosophically in contrary to the principle of justice and damaging moral values, second, National and International law recognize the existence of the rights of indigenous society, third, there is the involvement of indigenous society in the form of participation and consultation, from the pre implementation, implementation and post implementation, fourth, PIC is a reflection of a state sovereignty over owned SDGs and PT-SDGs, fifth, PIC must be followed by mutual agreement terms and material transfer agreement 2) the Implementation of PIC principles has been accommodated into the Patent Law in Article 26, the Trademark Law and geographical indications in Article 56 and the New Plant Variety Protection Law in Article 7 and the Environmental Protection and Management Law in Article 65, Article 68 and Article 70 including in the Ministerial Regulation of Circle Forestry and Life Number P.2/MENLHK/KUM.1/1/2018 Concerning Access to Genetic Resources of Wild Species and Distribution of Benefits for Their Use 3) The PIC model in the Philippines, Australia and the African Union is based on the CBD, Bonn Guidelines and the Nagoya Protocol. The ideal model is the PIC model which can show the differences in access to SDGs and PT-SDGs, as well as for export supported by the forms provided, there is supervision and evaluation both during the Pre PIC, PIC Implementation and Post PIC, there are statements of mediators and counterparts/partners in order to be responsible for access made especially by foreign applicants, the existence of a certificate which shows that PIC acquisition process is in accordance with applicable laws and regulations.

Kata Kunci : peranan, prinsip Prior Informed Consent, Protokol Nagoya, biopiracy, Perlindungan, keanekaragaman hayati