Pemetaan Dampak Bencana Semburan Lumpur Lapindo Sidoarjo Terhadap Produksi Lahan Pertanian Sawah Kecamatan Porong

FENTI NUR RAHMAWATI, Dwi Setyo Aji, S.Si.,M.Sc

2020 | Tugas Akhir | D3 PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

Bencana Semburan Lumpur Lapindo terjadi pada 29 Mei 2006 di lokasi pengeboran PT. Lapindo Brantas Inc di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo. Bencana ini mengakibatkan tergenangnya lahan dan bangunan oleh lumpur sehingga masyarakat mengalami kerugian berupa kehilangan lahan, bangunan, tempat tinggal, serta mata pencaharian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak bencana tersebut terhadap penggunaan lahan Kecamatan Porong dan mengetahui dampaknya terhadap produksi lahan pertanian sawah. Pemetaan dampak Bencana Semburan Lumpur Lapindo melalui pemodelan spasial pendekatan kualitatif menggunakan Citra ASTER VNIR komposit 321 tahun 2004 resolusi spasial 15 m dan Citra Landsat 8 pansharpened komposit 543 tahun 2019 resolusi spasial 15 m. Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan ialah Klasifikasi Penutup Lahan menurut SNI 7645:2010 skala 1:50.000/25.000. Lahan pertanian sawah yang dikaji pada penelitian ini ialah sawah irigasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bencana ini berdampak pada 1313,93 ha lahan yang mengalami perubahan penggunaan lahan dari 2987,46 ha luas total wilayah Kecamatan Porong. Besaran ini setara dengan 43,98% dari keseluruhan wilayah Kecamatan Porong mengalami perubahan penggunaan lahan dan sekitar 56,02% atau 1673,53 ha lahan tidak mengalami perubahan penggunaan lahan. Besar kerugian produksi lahan pertanian sawah terdampak semburan lumpur di Kecamatan Porong pada tahun 2006 hingga 2019 mencapai Rp 46.135.869.680. Kerugian ini bukan disebabkan oleh luas lahan sawah yang bertambah tetapi akibat dari kenaikan harga gabah yang mengalami kenaikan tiap tahunnya.

The Lapindo Mudflow disaster occurred on May 29, 2006 at the drilling location of PT. Lapindo Brantas Inc, in Renokenongo Village, Porong District, Sidoarjo. This disaster resulted in the inundation of land and buildings by mud so that the community suffered losses in the form of loss of land, buildings, residences, and livelihoods. This study aims to determine the impact of the disaster on land use in the District of Porong and determine its impact on the production of rice field. Mapping the impact of the Lapindo Mudflow Disaster through spatial modeling of a qualitative approach using 321 composite ASTER VNIR imagery; 15 m spatial resolution; recorded in 2004 and 543 composite pan-Sharpened Landsat 8;15 m spatial resolution; recorded in 2019. The land use classification used in this study is the Land Cover Classification according to SNI 7645:2010 scale of 1:50.000/25.000. Paddy farming land studied in this study is irrigated paddy fields. The results showed that this disaster affected 1313,93 ha of land which experienced changes in land use from 2987,46 ha in the total area of Porong District. This amount is equivalent to 43,98 % of the total area of Porong District experiencing changes in land use and about 56,02 % or 1673,53 ha of land use has not changed. The loss of paddy field production affected by mudflow in Porong District in 2006 to 2019 reached Rp 46.135.869.680. This loss is not caused by an increase in paddy fields but the result of an increase in grain prices that have increased every year.

Kata Kunci : Mudflow, Lapindo, Sidoarjo, Porong, image, qualitative, production, rice field