Fundamentalisme Beragama Ditinjau dari Gaya Kognitif dan Orientasi Religius Ekstrinsik pada Penganut Agama Islam, Kristen, dan Katolik di Indonesia
HENRI SATRIA ANUGRAH, Subandi, Prof. Drs., M.A., Ph.D.
2020 | Skripsi | S1 PSIKOLOGIIntoleransi agama merupakan kasus yang sering terjadi di Indonesia. Diskriminasi terhadap agama lain berawal dari prasangka buruk yang timbul karena seseorang memiliki fundamentalisme beragama yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan gaya kognitif dan orientasi religius ektrinsik dengan fundamentalisme beragama pada dewasa awal yang beragama Islam, Kristen, dan Katolik di Indonesia. Subjek pada penelitian ini ialah 421 orang berusia 18 �¢ï¿½ï¿½ 23 tahun yang beragama Islam, Kristen, dan Katolik. Subjek diperoleh melalui survei secara online. Penelitian ini menggunakan tiga alat ukur, yaitu, Skala Fundamentalisme Beragama, Cognitive Reflection Test-7, dan Skala Orientasi Religius Ekstrinsik. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa gaya kognitif dan orientasi religius ekstrinsik secara bersama-sama berperan dalam memprediksi fundamentalisme beragama sebesar 36% (F= 117,553; p < 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa fundamentalisme beragama dipengaruhi oleh gaya kognitif dan orientasi religius ekstrinsik.
Religious intolerance is a common case in Indonesia. Discrimination against other religions begins with prejudice that arise because individuals have high religious fundamentalism. This study aims to examine the relationship between religious fundamentalism and religious orientation with analytic cognitive style in early adulthood. The subjects in this study were 421 people aged 18 �¢ï¿½ï¿½ 23 years who were Muslim, Christian, and Catholic. Subjects were obtained through an online survey. This study uses three instruments, Religious Fundamentalism Scale, Cognitive Reflection Test-7, and Extrinsic Religious Orientation Scale. The result of the regression analysis showed that cognitive style and extrinsic religious orientation simultaneously predict religious fundamentalism by 36%. (F= 117,553; p < 0,01). This finding shows that religious fundamentalism is affected by cognitive style and extrinsic religious orientation.
Kata Kunci : fundamentalisme beragama, orientasi religius ekstrinsik, gaya kognitif, dewasa awal