Pengaruh Bentuk Hubungan Hukum Negara dan Badan Usaha Swasta terhadap Kedaulatan Negara pada Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi di Indonesia
MUCHAMMAD CHANIF CHAMDANI, Dr. Rikardo Simarmata, S.H.
2019 | Skripsi | S1 HUKUMPenelitian ini berusaha menguji dan menganalisis keakuratan pendapat hukum Mahkamah Konstitusi mengenai kontrak kerja sama yang dinilai sebagai kontrak keperdataan dan mendegradasi kedaulatan negara, dalam Perkara Nomor 36/PUU-X/2012 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Melalui pencermatan atas model standar kontrak bagi hasil, sebagai representasi kontrak kerja sama yang dilakukan BP Migas; pemahaman konstruksi hukum usaha hulu migas dalam berbagai peraturan perundang-undangan; serta doktrin maupun putusan pengadilan dan arbitrase yang mengangkat isu soal kedaulatan negara dalam kontrak yang dilakukan negara dengan pihak privat, diperoleh beberapa temuan. Pertama, mengacu pada penafsiran historis dan konsep keterpisahan personalitas hukum, hubungan BP Migas melalui kontrak kerja sama tidak dapat serta merta diartikan sebagai keterikatan langsung pemerintah dalam kontrak kerja sama. Kedua, kontrak kerja sama bukanlah semata-mata kontrak keperdataan oleh karena terdapat dimensi publik yang meliputinya. Ketiga, secara subtansi klausula kontrak kerja sama tidak dapat dikatakan mempengaruhi kewenangan negara atas sumber daya alam. Meski pada beberapa kasus dapat saja membatasi, tetapi tidak dapat dinilai sebagai penderogasian kedaulatan negara atas sumber daya alam.
This study seeks to test and analyze the accuracy of the Constitutional Court's legal opinion regarding cooperation contracts which are considered as civil contracts that degrade the state sovereignty, in the Case Number 36 / PUU- X / 2012 of Testing Law Number 22 Year 2001 concerning Oil and Gas. Through observing the standard model of production sharing contract, as a representation of the cooperation contract conducted by BP Migas; understanding the legal construction of upstream oil and gas business in various laws and regulations; as well as legal doctrine, court and arbitration decisions that raise the issue of state sovereignty in contracts entered into by the state with private parties, a number of findings are reached. First, referring to the historical interpretation and concept of the separation of legal personality, the relationship between BP Migas through a cooperation contract cannot necessarily be interpreted as a direct engagement by the government in a cooperation contract. Second, cooperation contracts are not merely civil contracts because there is a public dimension that covers them. Third, the substance of the cooperation contract clause cannot be said to affect the state's authority over natural resources. Although in some cases it can be limiting, it cannot be said as a derogation of the state sovereignty over natural resources.
Kata Kunci : kedaulatan negara, kedaulatan negara atas sumber daya alam, kontrak publik, kontrak bagi hasil, hulu migas